Satu jam berlalu, namun Jasper tak kunjung kembali. Hal ini menimbulkan kecemasan dari semua orang. Terutama Glenn. Lelaki itu terus menatap ke luar jendela, berharap ayahnya segera pulang.
“Ayahmu orang yang hebat. Dia pasti baik-baik saja.” Ruby mendekati Glenn.
“Tapi ini sudah terlalu lama.”
“Ya… sebentar lagi ayahmu kembali.” Ruby melirik Glenn. Ia mengerti kekhawatiran Glenn. Andai itu terjadi pada ibunya, Ruby pun akan melakukan hal yang sama.
“Sayang sekali kita tidak bisa menonton ini.” Ruby mengeluarkan dua tiket yang dua hari lalu diberikan oleh Glenn. “Padahal aku sangat menantikannya.”
“Tapi setidaknya kita masih bisa berdiri bersampingan,” imbuh Ruby.
“Kau benar.” Glenn menghadap Ruby. Tangannya terangkat menarik Ruby masuk ke dalam dekapannya. “Terima kasih.”
Ruby mengusap punggung Glenn. Indra penglihatannya menangkap kehadiran Jane. Serentak, Ruby melepaskan pelukan Glenn.
“Apa aku mengganggu?”
“Jangan berpikir demikian. Kau sama sekali tidak mengganggu,” balas Ruby.
“Aku hanya ingin memastikan lukamu,” kata Jane kepada Glenn.
“Sakit, tapi tak sesakit tadi,” jawab Glenn.
“Ingin kubawakan sesuatu?”
“Tidak, aku cukup kuat untuk menahan luka seperti ini.”
Ucapan Glenn memancing rasa penasaran Ruby. Ia menekan luka Glenn.
“Awh! Hey! Kenapa kau menekan lukaku?”
“Katamu, kau cukup kuat.”
“Tapi bukan berarti kau bisa menekan lukaku!”
Ruby dan Jane tertawa. “Kau tau perasaanku, Ruby. Baru saja aku ingin menekan lukanya.”
“Apa?” Kening Glenn mengkerut. “Kalian berdua memang gadis tak berperasaan!”
Jane tersenyum. Paling sedikit ini bisa membuat Glenn melupakan kecemasannya sejenak.
...***...
“Kau masih memikirkan Belinda?”
Wesley menghela napas. “Seharusnya aku bisa menyelematkannya.”
“Bukan salahmu, sayang. Kau sudah banyak menyelamatkan penduduk Chaderia.”
“Jika ingin menyalahkan dirimu, salahkan diriku juga. Karena aku pun ada di sana,” ucap Joce.
“Sudah, biarkan semua berlalu. Mau kubuatkan cokelat panas?” tawar Sandra pada semuanya.
“Kurasa itu bisa menjernihkan pikiran,” balas Luna. Sandra tersenyum, kemudian meminta izin pada Alice untuk ke dapur.
Sedikit informasi mengenai para dewan:
Austin.
Kota kecil tetap membutuhkan penegak hukum, di mana Austin menjabat sebagai kepala polisi. Akan tetapi dirinya benci dipanggil polisi, sehingga penduduk menyebutnya kepala keamanan.
Sam
Dua generasi dia atas Sam sudah menjadi dokter profesional Chaderia. Sebab itu Sam pun mewarisi hal serupa. Sejak kepergian Edith—ibu kandung Sam—Sam yang bertanggungjawab penuh atas kesehatan penduduk.
Luna
Bersama Austin, Luna membantu melindungi Chaderia dari ancaman dalam maupun luar kota. Kemampuan komunikasi Austin sangat buruk, terkadang menimbulkan kesalahpaham bagi penduduk, sehingga Luna harus segera meluruskannya.
Wesley
Menjadi penduduk yang paling tua, Wesley tergolong sangat kompeten dalam merancang banyak hal, apalagi yang berhubungan dengan batang besi. Sebabnya Wesley berperan dalam infrastruktur Chaderia.
Joce
Joce lebih sering mengurus hubungan diplomasi dengan pihak luar Chaderia. Keahlian negosiasi dan komunikasi Joce membuat perekonomian Chaderia terus meningkat. Joce lebih banyak berhadapan dengan dokumen ketimbang penduduk.
Dari kaca jendela, Austin mengamati keadaan di luar menggunakan teropong. Ia menurunkan teropongnya. “Jika sepuluh menit lagi Jasper tidak kembali, aku akan menyusulnya.”
“Jasper melarang kita menyusulnya,” kata Luna. “Dia pasti bisa menyelesaikan masalahnya sendiri.”
“Ya, mungkin dengan sedikit bantuanku,” balas Austin. “Siapkan dua senjata untukku.”
“Baik.” Alice segera menjalankan perintah Austin.
“Kau tak perlu itu.” Bibir Joce menyungging senyum kecil. Mata elang Joce menangkap sosok yang berjalan ke mari. “Dia kembali.”
“Ayah!”
“Paman!”
Tubuh Jasper langsung disambar seketika memasuki rumah. Mereka merindukan Jasper meski baru hitungan jam tak berjumpa. Memang begitulah naluri manusia. Anggapan sekarang bukan situasi elusif, mungkin sepuluh jam pun tak ada yang peduli.
Para dewan—selain Sam—Glenn, Jane, dan Alice berkumpul mengelilingi Jasper, bertanya-tanya apa yang membuatnya selama ini. Namun, Jasper sekadar menggeleng dan menyerahkan secarik surat kepada Wesley.
Iramanya sulit terdengar, namun merupakan bagian utama. Aku akan memberimu lima bumi bila kau serahkan padaku. Waktumu 24 jam. Jika melebihi waktu itu, aku akan mengambilnya sendiri.
Datanglah padaku setiap jam berdentang.
“Aku di sana selama satu jam, tapi tak ada orang. Aku hanya menemukan surat ini di atas meja.”
"Kau paham maksud surat ini?” tanya Luna.
“Tidak.”
“Dasar bajingan! Dia sengaja mempermainkan kita dengan membiarkan kita menunggu hanya demi kata-kata aneh ini!” kesal Austin.
“Aku tak mengerti tujuannya, tapi kurasa kita harus memecahkan teka-teki ini secepatnya. Tapi sebelum itu, di mana Sam?”
“Menjalani operasi kecil pada luka jahitan Anna yang sedikit terbuka.”
Jasper mengangguk atas jawaban Joce. “Buat salinan surat itu, lalu berikan padaku. Aku akan mencoba memecahkannya di kamarku.” Jasper melenggang pergi.
Rasanya ia butuh sedikit istirahat.
...***...
17 April—Pukul 18.17
Pertunjukan film seharusnya dimulai sekarang. Namun mereka justru terjebak di balik dinding kokoh entah karena alasan apa.
Empat remaja sembilan belas tahun tidur tengkurap membentuk lingkaran di kamar Glenn. Salinan teka-teki aneh terletak di pusat. Sejak tadi, mereka terus menebak. Saling memberi spekulasi meskipun pada akhirnya selalu bertemu kebuntuan.
Glenn memutar tubuhnya terlentang. Tangannya terangkat ke atas, seolah hendak menjamah langit-langit. “Orang itu memang aneh. Tidak bisakah dia mengutarakan maksudnya secara terang-terangan?”
“Menurutku, dia memang sengaja memancing kita.”
“Memancing?” tanya Ruby.
Stewart mengikuti jejak Glenn yang terlentang. “Ayahku pernah bercerita. Dua puluh tahun lalu, pernah terjadi kebakaran di ladang pertanian kita. Para penduduk berbondong-bondong keluar untuk memadamkan api. Setelah api padam dan para penduduk pulang ke rumah masing-masing, mereka menemukan bahwa sebagian benda berharga mereka hilang.”
“Aku pernah dengar cerita itu dari paman,” imbuh Jane. “Ternyata kebakaran itu ulah perampok untuk memancing para penduduk keluar dari rumah.”
“Jadi maksudmu, ini adalah ulah perampok itu?”
“Hm... Sepertinya bukan. Kudengar Austin sudah memberi mereka pelajaran dan mereka takkan berani kembali ke sini.”
“Siapa yang tahu nyali mereka sebesar itu?” gurau Glenn.
“Sebesar nyalimu mencapit wajah Austin?” Ruby dan Stewart tertawa. Lain dengan Glenn yang melontarkan pernyataan bela diri.
Kebisingan teman-temannya tak digubris Jane. Ada sesuatu yang tiba-tiba menarik atensinya. Sekelebat ingatan tentang Jane kecil yang berusia 3 tahun. Sebenarnya, Jane tak begitu ingat pasti. Namun ada satu momen di mana ayahnya—Wales—mengajaknya pergi ke Menara jam.
Kala itu Menara jam masih beroperasi. Akan tetapi anak-anak memang dilarang pergi ke sana lantaran cukup rawan, meninjau aktivitas bersenjata yang dilakukan di sana. Jane diminta menunggu oleh Wales, tetapi agak lama hingga membuatnya sedikit bosan.
Jane berjalan ke satu ruangan, indra penglihatannya menyapu seluruh isi ruangan. Ratusan… Tidak, ribuan senjata api tersimpan di dalamnya.
Jasper menghampiri Jane. Berjongkok di hadapan gadis kecil itu sembari memegang kedua pundaknya. Jane lupa apa yang disampaikan Jasper, tetapi setelahnya mereka keluar bersama dari ruangan itu.
Sejak Menara jam berhenti berfungsi, aktivitas bersenjata pun berhenti. Sebab Chaderia sudah semakin kuat. Pihak luar pun semakin gentar mengusik Chaderia. Namun, satu hal yang Jane tidak ketahui. Ke mana semua senjata api tersebut?
Sebelumnya Jane tidak pernah penasaran, tetapi sekarang ia malah ingin tahu.
“Anak-anak, makanan sudah siap!” Panggilan Joce sontak membangunkan mereka.
Kejadian tak terduga ini meremas perut mereka, seolah belum diisi berhari-hari. Padahal baru 6 jam lalu mereka menyantap steak sapi di salah satu kedai pekan raya.
Menuruni satu lantai, sampai di ruang makan. Bisa ditebak, ruang makan kediaman walikota memang luas. Muat menampung semua orang.
“Paman belum turun?” Jane duduk di sebelah Sandra.
“Dia masih bersikeras memecahkan teka-teki bodoh.” Austin mengambil piring, lalu menaruh sepotong sandwich dan sedikit salad.
“Sebaiknya kau makan dulu bersama kami. Takkan lama, paling hanya sepuluh menit,” ucap Luna.
“Apapun bisa terjadi dalam waktu sepuluh menit.” Austin meninggalkan ruang makan, kembali ke depan jendela.
Untuk mengantisipasi hal tidak diinginkan, Austin dan Wesley mengawasi keadaan di luar rumah. Sementara Luna dan Joce baru selesai memasak hidangan malam. Erland sedang menemani Anna yang masih terbaring pasca operasi, selagi Sandra menyusui si kecil.
“Benar-benar keras kepala.” Luna memegang nampan berisi dua piring makanan. “Sayang, bisa kau bawakan untuk Erland dan Anna?”
"Tentu, bu.” Ruby pergi membawa nampan.
"Apa kita bisa pergi ke rumahku dan mengambil film-film yang telah kusiapkan?"
"Kau ingin berakhir seperti Patrick?" Hugo mencemooh kebodohan Drake.
"Jangan khawatir, besok kita sudah kembali ke rumah masing-masing. Kau akan mendapat film-mu kembali, Drake." Sam menyuap makanan ke dalam mulut.
"Kerajinan tanah liatku hancur. Padahal aku telah menghabiskan waktu panjang untuk membuat itu semua." Hank menghela napas.
"Hey, Hank. Kau masih memiliki ini." Glenn mengambil vas hadiah saat ia memenangkan tantangan di stand Hank.
"Oh, kau benar!' Hank tersenyum lebar. "Aku beruntung karena kau menang, nak."
"Biar aku menggantikanmu menyusui Alycia. Kau makanlah." Wesley menghampiri sang istri.
"Hemat tenagamu untuk berjaga nanti, sayang."
"Menyusui bayi tidak akan membuat tenagaku berkurang." Perlahan Wesley mengambil alih Alycia.
"Kau yakin bisa menyusuinya?"
"Aku juga pernah memiliki bayi, Sandra. Meskipun tanganku terasa kaku karena sudah lama tidak menggendong bayi, tetapi aku tetap bisa."
Perdebatan kecil pasangan suami istri Palmer membuat orang-orang yang mendengar tersenyum.
"Pasangan yang sangat manis." Maddy menempati kursi di samping Sam. “Bagaimana keadaan Anna?”
“Lumayan baik, tapi aku menyarankannya tidak banyak beraktivitas.”
Maddy mengangguk. Beruntung, mereka masih memiliki Sam—dokter profesional Chaderia.
...***...
17 April—Pukul 23.58
Para petinggi dan asisten walikota berkumpul di ruangan Jasper. Insiden ini, mereka menaruh kecurigaan kepada satu pihak. Angkatan militer.
Bukan curiga tanpa alasan, tapi siapa lagi yang mempunyai senjata api dan peluru sebanyak itu?
"Jika benar, apa tujuan mereka memberikan kita surat?" Sebagai mantan anggota militer, Austin menyangkal perspektif itu. Austin tahu cara main angkatan militer, dan bukan seperti ini.
"Joce, menurutmu apa ini ulah pihak luar yang mungkin saja tidak senang dengan kemitraan Chaderia?" tanya Wesley.
"Mungkin iya dan mungkin tidak. Aku tak yakin. Jika punya peluru sebanyak itu, mereka pasti akan menyimpannya untuk keamanan kelompok mereka sendiri," ucap Joce. "Dan mengenai surat itu, apa kau menemukan sesuatu?"
Jasper menggeleng. "Belum."
Alice sejak tadi berkutat dengan jurnal. "Terkadang irama sulit dikenali, tetapi merupakan penggerak utama."
Petinggi Chaderia serentak menghampiri Alice. Jurnal milik Cruz Andrian, musisi Chaderia yang tewas akibat kejadian tadi siang. Wesley melihatnya dengan mata kepala sendiri.
Irama adalah gerakan naik turunnya lagu secara teratur. Kau bisa menikmati musik bila mengenal iramanya. Terkadang irama sulit dikenali, tetapi merupakan penggerak utama.
"Salah satu kalimat di dalam jurnal Cruz, hampir sama dengan kalimat di dalam surat," ucap Alice.
"Jadi, dia meminta kita membuat lagu dalam waktu 24 jam?" Alis Sam tertaut bingung.
"Aku tidak ingin ikut campur." Wesley mengundurkan diri, dia hanya pandai dalam urusan besi. Jangan berharap pada sisanya.
"Baiklah. Sekarang kita belum tahu siapa pelakunya, tapi sebaiknya kita lakukan apa yang dia inginkan sembari mencari tau," ucap Jasper. "Luna, Joce. Kalian memiliki tambahan pekerjaan."
"Ya, kami tau." Luna tersenyum kecil.
"Oh iya, Sam. Kau sebaiknya berhenti memberi harapan palsu pada penduduk. Kita sendiri belum tahu kapan ini berakhir, jadi jangan biarkan mereka berharap," tegur Wesley.
"Maaf, aku hanya berniat menenangkan mereka." Sam mengaku salah.
Tok. Tok. Tok.
Pintu kamar Jasper diketuk.
"Masuk."
...***...
18 April—Pukul 00.14
Jane terus bergerak mencari posisi nyaman untuk tidur. Berbalik ke kanan, berbalik ke kiri, terlentang, berbaring. Ah! Posisi tidur mana pun mustahil selesa bila pikiran masih melayang-layang. Jane bangkit. Melihat Ruby tertidur pulas di sampingnya, Jane turun dari ranjang perlahan.
Jane putuskan mendatangi kamar Jasper.
“Masuk.”
Baguslah, Jasper belum tidur.
“Pama—oh, maaf.” Ternyata para dewan ada di sini.
“Kau belum tidur, Jane?” tanya Jasper.
“Aku ingin berbicara sebentar dengan paman. Tapi kelihatannya kalian sedang sibuk, besok saja aku baru bicara.”
“Kami sudah selesai.” Wesley bangkit dari kursi. Kedua tangannya terangkat untuk meregangkan tubuh. “Aku ingin segera memeluk istriku.”
“Kuharap suamiku juga bisa melakukannya.” Sedetik kemudian, Luna tertawa. “Tidak-tidak, hahaha… Mana mungkin orang yang ada di dalam tanah dapat bangkit kembali.”
“Bagaimana jika aku saja?”
“Jangan menggodanya, Sam. Kau hanya berjarak sebelas tahun dari Ruby,” tutur Joce.
Para dewan tertawa, bahkan Austin pun menyungging senyum tipis. Bicara pasal suami Luna, dia adalah rekan Austin di Angkatan militer. Sayang, dia gugur di tengah sebuah misi. Misi yang sama dengan misi yang mencederai kaki Austin hingga terpaksa pensiun.
Setelah para dewan keluar, Jasper memanggil Jane duduk di sebrangnya.
“Ada apa?”
Jane terdiam sejenak. Terus terang, ia ragu membicarakan hal ini. “Menara jam… mengapa dulu tersimpan banyak senjata apa di sana?”
Jasper cukup terkejut, tak mengira Jane akan membicarakan hal ini. “Kenapa kau bertanya itu?”
Kedua bahu Jane terangkat. “Pikiran menggangu sebelum tidur.”
“Apa yang kau ingat tentang Menara jam?”
“Cuma itu,” balas Jane. “Oh iya, satu lagi. Ketika paman menyuruhku keluar, tapi aku lupa kalimat persis yang paman katakan.”
“Kau ingin makan es krim Tuan Maxwell?”
“Ah, benar!” seru Jane. “Itu yang paman katakan!”
“Ya…, karena gadis kecil tak cocok berada di ruangan itu,” ujar Jasper. “Dan tentang senjata-senjata api, itu milik angkatan militer. Mereka menitipkannya sementara pada Chaderia. Tetapi itu tidak lagi terjadi setelah Menara jam berhenti berfungsi.”
Jane manggut-manggut, akhirnya menemukan jawaban atas hal tidak berguna yang menyebabkan ia masih terjaga meski sudah terbaring selama hampir 2 jam.
“Ada lagi yang ingin kau tahu?”
Jane menggeleng. “Sudah cukup.” Jane berdiri. “Beristirahatlah, paman. Besok mungkin akan menjadi hari yang panjang.”
“Kau benar, tapi paman harus ikut bergantian berjaga. Kau tidurlah.”
“Baiklah. Selamat malam, paman.”
To be Continue
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments