"Buk, sehat? Khehehehehe," Putra membuka gorden bilik ibunya sambil cengengesan.
"Harusnya dari kemarin loh ibu keluar dari rumah sakit. Kok masih ditahan-tahan sih? Cucian di rumah numpuk loh, mana lupa nyuci ricecooker, udah jadi belatung kali tuh nasi di dalemnya!" omel Nuraeni sambil melempar Saputra dengan kacang.
"Weheheheh!" Putra berkelit menghindari kacang dan duduk di pinggir ranjang, "Kangen aku nggak?"
"Ya kangen laaaah! Kamu nih kalau bisa ibu jewer! Tapi semua sudah terlanjur, ya memang begitu tingkah kamu dari dulu, terjun langsung resiko belakangan!"
"Pokoknya kalau aku kenapa-napa inget baiknya aku aja bu, jeleknya lupain. Hihihihi!"
"Ya iya lah Putraaaa. Mana ada ibu yang tega berdoa yang jelek-jelek buat anak?!" sahut Nuraeni.
"Heh Raja Sinting," Baron membuka biliknya sambil menatap Putra dengan malas, "Nyokap lo dari kemarin sambat pingin pulang melulu. Emang ada apa sih di rumahnya? Nyimpen emas satu ton apa gimana?!"
"Nah ini yang mau kubicarakan bu, tapi ibu jangan marah," kata Putra dengan mimik wajah serius.
Melihat perubahan raut wajah anaknya, Nuraeni langsung mengernyit curiga, "Ada masalah apa lagi nih?! Belum juga kelar yang ini masa udah nambah lagi?!"
"Rumah ibu… Udah kurobohin,"
Mata Nuraeni membesar, wanita 44 tahun itu pun mengangkat alisnya tanda ke-kagetannya.
Lebih tepatnya, ia shock.
"Udah… Kamu… Apakan?" ia meminta pengulangan kalimat.
"Robohin," Jawab Putra polos.
"Terus ibu tinggal di mana? Di kolong jembatan?"
"Sementara tinggal di rumah Pak Damaskus dulu ya sampai kubangun lagi dengan kondisi lebih layak,"
"Nggak ah!" Nuraeni menarik jambang anaknya dengan kesal.
"Huahahahahah!! Sakit sakit sakeeet!! Buk pelan-pelan sakeet!!" keluh Putra sambil meronta.
"Jangan bilang kalau lemari hasil ibuk nabung belasan tahun kamu buang, meja makan hasil buka paha kamu sumbangin, baju-baju dinas ibuk kamu kasih orang lain!"
"Adududududh kok tau buuuu!" keluh Saputra.
"Jelek-jelek hampir roboh, itu semua benda memorabilia tauuuu!!"
"Itu udah nggak layak buk, udah rayap semua isinya!" seru Putra, "Yang aku selametin cuma koper yang isinya data-data kita dan sertifikat,"
"Make up ibuk?"
"Nanti dikasih Nadine sepaket make up mahal,"
"Itu ada panci yang masih ngutang belum lunas tinggal dua kali cicilan lagi!"
"Udah dibeliin Panglima Bene sepaket yang dari keramik plus kompor listriknya sekalian,"
"Hah? Kompor listrik? Darimana uang buat beli tokennya haaaah?! Listrik ibuk sebulan cuma 50 rebu! Kamu pakein kompor listrik bisa meledak sejutaan kali!!"
Baron terkekeh, ia merasa Nuraeni ini begitu polosnya sampai semua ia khawatirkan secara berlebihan, “Bu Nur, itu anaknya calon Raja, mau token semilyar sebulan juga bisa dia beliin,”
“Token semiliar ngapain aja di rumah? Ada liftnya gitu?” kernyit Nuraeni.
“Itu cuma perumpamaan Bu,” sahut Saputra.
“Ibu mau hidup sederhana, dan lagi ngapain kamu pede banget mau biayai ibu ini itu kayak kamu mau perpisahan aja,”
“Hehe,” dan Saputra pun terdiam.
Wajah Nuraeni langsung muram melihat respon anaknya itu.
“Kamu... mau ke Eterny ya?” gumam Nuraeni.
Saputra duduk di pinggir ranjang sambil menghela nafas, “Aku jadi Raja dulu ya, sambil pelan-pelan nanti ku-ubah peraturannya, atau siapa tahu ada kebijakan tertentu yang bisa membuat ibu tinggal bersamaku di sana. Untuk sementara, aku menitipkan ibu ke Pak Damaskus,”
“Ibu nggak mau loh tinggal sama Pak Dama, ngeri ah! Tiap hari liat orang dipukulin, berdarah-darah,”
“Nggak tiap hari kok, paling seminggu sekali,” timpal Baron.
“Sampai rumah ibu selesai di bangun, kita tinggal di rumah Nadine ya Bu,”
“He Boi, pake pemborong nggak?” tanya Baron.
“Iya, dari Jade Construction, kenalan Pak Damaskus katanya. Lagi diurus sama Temmy,”
“Oh, Jade Construction sudah masuk juga rupanya. Waah hancur sudah Widiyanti, bentar lagi kalau sampai dedengkotnya masuk juga, udah lah langsung habis semua aset Praba Grup, isinya bodong semua,” desis Baron sambil menyeringai.
“Iya, Bang. Memang itu rencananya,”
Baron mengangguk-angguk sambil memicingkan mata. Ia menatap Saputra dengan seksama. “Siapa yang ngajarin lo ilmu ginian di lapas?”
Saputra menyeringai, “Banyak Bang. Semua ngajarin gue. Dari mulai ngeracik obat, sampai trik gimana cara milih saham yang bener. Dari mulai dasar-dasar beladiri, sampai betulin komputer, semua kayak lomba-lomba ngasih tau gue hal-hal baru,”
Nuraeni mengelus kepala anaknya dengan bangga, “Si Putra ini dari dulu memang sangat cepat menyerap informasi. Makanya aku nggak sekolahin. Biayanya mahal kalau sekolah, katanya subsidi pemerintah, tapi ada aja uang darmawisata lah, uang buku lah uang seragam ekstrakulikuler lah… akhirnya dia cuma sekolah sampai kelas 4 aja. Nggak kuat aku biayai! Untung aja otaknya encer. Turunan bapaknya kali yak!"
"Kenapa nggak cari duit lewat jual foto aja sih di tiktok? Kan anak kamu ganteng sejagad," tanya Baron
"Hape aja kagak punya, mau tiktokan dari mana coba?!" sahut Nuraeni.
"Ya pinjem tetangga lah,"
"Mana kepikiran, Ron!"
"Ya udah berlalu juga sih, tapi kan rasanya bego aja kalau harus luntang lantung nggak memanfaatkan kekayan alam yang ada,"
"Kekayaan alam… Nanti aku malah dituduh eksploitasi anak," sungut Nuraeni.
Artemis masuk ke ruangan Nuraeni dengan dahi berkerut, "Sori ganggu lagi ngobrol ya," ia menoyor kepala Saputra dengan kesal. "Lo kenal manusia yang namanya Giman gak?!"
Saputra mengangkat alisnya, "Kenal, kenapa Bang?"
"Tuh, orangnya lagi teriak-teriak di depan IGD minta lo keluar nemuin dia,"
"Hah?!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments
YK
sakit maakkk!!!!
2023-09-28
0
Tyaga
wkwkwkwkkk.....😂😂
2023-06-28
0
Tyaga
hasil buka paha berapa bnyak Buk utk beli meja..
2023-06-28
1