Nadine dan Rencananya

Sebenarnya apa yang terjadi sampai Saputra didapuk menjadi Menantu Keluarga Prabasampurna?

Jadi saat di dalam lorong itu, Saat Putra meratapi nasib ‘teman semprulnya’, Si Giman yang terkapar di tanah tak berdaya,

Cahaya lampu dari mobil yang melewati gang menyorot wajah Putra.

Si wanita seksi menaikkan alisnya, dan menatap penampilan Putra dari atas ke bawah dengan heran  "Kamu teman si gembel ini?!" ujar Si wanita tak yakin. Karena menurutnya Putra terlalu tampan untuk berada di gang becek kumuh dan memiliki temna-teman seperti Giman.

"Iya Mbak," gumam Putra. "Sebelum dia kehabisan darah. Mbaknya nggak mau kan bunuh orang? Walau pun untuk membela diri, tapi kan dia dalam posisi membelakangi Mbaknya. Jadi dia diserang dalam kondisi tak siap,"

"Ya kalau nggak begitu ya saya sekarang sudah habis!"

"Mereka hampir pergi setelah saya peringatkan. Mbaknya juga pasti dengar sendiri tadi,"

"Nggak dengar saya sibuk nyari senjata!" seru si wanita tak sabar. Tapi Putra tak yakin dengan pembelaan si wanita seksi.

"Oke, Saya kasih waktu kamu untuk menghubungi seseorang, lalu kamu ikut saya ke pos polisi," kata si wanita itu setelah beberapa saat.

Putra mengangkat tangannya berusaha menenangkan wanita di depannya ini. Sementara tangan satunya meraih hape jadul di kantong celananya untuk menghubungi Bang Rasno.

"Bang, si Giman dipukul orang di dalam Gang II. Tolongin dia ya bang," desis Putra.

"Lu jam 2 nelpon gue ngomong gituan?! Bikin masalah apa lagi lo anak sial?!" sembur Bang Rasno dari seberang telepon.

"Kayaknya darahnya ngalir terus, minta warga buat segera bawa dia ke rumah sakit ya bang, ini gue tutup dulu lukanya pake handuk," sambil menyangga ponsel dengan bahu, Putra menutupi luka di kepala Giman dengan handuk.

"Nah lu mau kemane?!"

"Gue…" Putra melirik wanita seksi di depannya, "Mau ke kantor polisi,"

"Lu mau ngapain lagi urusan sama polisi Woy! "

"Tolong ya Bang…" dan Putra menutup teleponnya.

Setelah itu si wanita meminta Putra untuk meraih tasnya yang terjatuh di pinggir gang, "Ambilin hape di dalamnya,"

"Nggak bisa ambil sendiri Non?"

"Saya megangin botol. Nanti kamu kabur kalau saya nunduk!"

Putra diam sebentar, lalu terkekeh karena geli, "Duuuh, Tuan Putri banget deh," mau tak mau ia ambil tas yang kelihatannya sangat mahal itu dan ia rogoh isinya.

Putra sangat sadar kalau wanita itu ingin agar sidik jari Putra terpapar di semua tempat.

Dalam hal ini tentunya… Harus ada yang disalahkan. Dan Putra terpilih sebagai kambing hitam.

Ia bisa saja lari dari sana.

Tapi bagaimana nanti nasib Giman?

"Kenapa kamu melakukan semua ini? Bukan kamu yang menyeret saya ke sini. Kamu bahkan tidak melakukan apa pun," desis wanita itu.

"Saya tanya dulu, kalau saya kabur, Mbak nya mau apa?"

"Saya hubungi Papa agar dia dieksekusi," Si wanita itu menunjuk Giman dengan dagunya.

"Ek-eksekusi?"

"Iya. Ayah saya punya banyak anak buah yang bisa melenyapkan sampah nggak berguna macam kalian ini,"

"Kalau keluargamu sepenting itu, kenapa kamu berkeliaran dini hari sendirian?!" Putra menyerahkan hape si Wanita dengan hati-hati.

"Masalah keluarga yang kamu nggak harus tahu! Perempuan jalan sendirian dini hari bukan berarti boleh digerayangi! Saya mau pulang tapi tersesat karena kepala pusing banget! Dan bensin mobil hampir habis, mesin edc di pom rusak! Hari ini beneran sial!" Wanita itu menghubungi nomor polisi.

"Memangnya tak ada uang tunai?"

"Ngisi bensin Lamborghini bisa sampai 2 jutaan kalo fulltank, jaman sekarang ngapain bawa tunai sebanyak itu. Memangnya saya makelar tanah yang rela bawa-bawa tunai segepok?!"

Tak lama terdengar suara ramai-ramai dari gang buntu di belakang Putra, "Warga sudah datang, tuh. Itu jalan pintas ke kampungku," jelas Putra sambil menunjuk tembok tinggi di belakangnya..

"Ya sudah, polisi akan segera datang. Kita keluar dari sini, eh?!" si wanita tampak limbung dan akan terjatuh.

Dengan sigap Putra menangkap pinggangnya dan mencoba memeganginya.

Sebuah kaca tajam dihunuskan ke leher Putra. "Jangan kesempatan kamu ya," gerutu si wanita itu.

"Tau gitu nggak gue tolongin," gerutu Putra ke dirinya sendiri.

"Dalam hal ini kamu sendiri yang menyerahkan diri sebagai ganti teman bajingan kamu itu, ya!"

"Iyaaa, saya tahu prosedurnya kok," desis Putra sambil menahan si wanita agar dapat berdiri tegak.

Wanita itu  menepis tangan Putra. "Kamu jalan duluan!" geramnya.

Dan mereka lalu berjalan keluar dari gang di sisi satunya sebelum warga sampai.

**

Nadine namanya, Putri keluarga konglomerat di negara ini. Dengan hati galau sambil berpikir keras ia mengetuk-ngetuk layar smartphonenya.

“Nggak nelpon polisi Mbaaak? Katanya tadi mau nelpon, khihihi,” Putra lagi-lagi cengengesan.

“Kamu sakit mental ya? Atau gila? Dari tadi cengengesan. Saya tahu kamu bukan kriminal karena kamu malah nolongin teman kamu itu,”

“Saya kriminal loooh, baru aja habis masa tahanan,”

“Kasus apa?”

“Narkoboy,”

“Harusnya rehab dong,”

“Rehap hanya untuk orang kaya. Kalau kaum pinggiran mah masuk lapas Hihihihi!”

Nadine memicingkan matanya, “Kamu kebanyakan dipukulin kayaknya, jadi cengengesan melulu,”

Putra diam saja sambil mesem-mesem. Tapi Nadine bisa lihat dari jemari Putra yang saat ini dalam kondisi ia ikat dengan tali rafia, gemetaran.

Cowok di depannya ini dalam keadaan ketakutan, sebenarnya. Hanya raut wajahnya saja yang berusaha menyembunyikan hal itu.

“Kamu tahu siapa saya?” tanya Nadine lagi.

Putra menggeleng sambil angkat bahu.

“Sebelum kamu saya bawa ke polisi, kamu harus tahu kalau setelah itu kamu tidak bisa bebas secepat itu. Ayah saya pasti akan mengusahakan tuntutan terburuk untuk kamu. Dia maenannya preman! Setengah dari tipikor di Cibinong dan Tangerang itu lancar jaya dijeblosin karena ada campur tangan ayah saya,”

“Hah?”

“Nama Ayah saya Damaskus Prabasampurna, pengusaha alat berat dan perkapalan,”

“Waduh, Khehehehe, gawat lah ini! Orang-orang sering ngomongin dia di lapas!”

“Nah kamu baru sadar sekarang,”

“Ibu saya di rumah sakit, diopname soalnya kandung empedunya udah infeksi,” Putra langsung bicara begitu.

“Kenapa kamu tadi malah menyerahkan diri, Bodoh kamu!!” Nadine memukul bahu Putra dengan kesal. “Semua kamera sudah melihat kalau saya bersama kamu!”

Putra hanya diam sambil menggoyang-goyangkan tubuhnya ke kanan dan kiri, ia langsung merasa blank saat itu juga. Tidak dapat berpikir, tidak dapat bereaksi. Ketawa saja tak mampu. Seperti pingsan berdiri.

“Kamu serahkan informasi teman kamu yang tadi deh! Biar kami kejar! Nggak pantas hidup juga dia!”

“Jangan, Mbak. Bininya dua, punya anak bayi juga,”

“Ya terus gimana, hoy!!”

“Gini aja Mbak...” Putra menarik nafas panjang, “Mbaknya bawa saya deh, mau diapain juga, mau dicabut nyawa saya, silakan. Tapi tolong urusin ibu saya ya? Harga nyawa saya berapa deh, buat biaya operasi empedu ibu saya di RS, gimana?”

“Apa gunanya kamu buat saya,”

“Apa aja lah terserah Mbaknya saya mau diapakan!”

“Hm...” Nadine memiringkan kepalanya sambil menatap Putra. Ia sedang berpikir untung ruginya ia membawa Putra bersamanya. “Ah... gimana kalau kamu jadi suami saya aja?”

“Hah?”

“Jadi suami saya,”

“Iiih Ogah! Saya nggak cinta kamu Mbak!”

Nadine ternganga, “Saya merasa terhina loh!”

“Kita baru aja ketemu apa’an tuh nikah-nikahan!”

“Saya bayar kamu biar jadi suami saya, gimana?”

“Kenapa harus nikah?! Saya nggak siap berkomitmen! Pipis aja belom lurus!”

Nadine menghela nafas berusaha sabar menghadapi Putra, “Jadi gini, saya ini sedang hamil. Masalahnya, pacar saya pria beristri. Istrinya adalah Ketua Umum Partai X. Kalau masyarakat tahu, bisnis ayah saya bisa langsung bangkrut! Istri pacar saya itu yang junjung nama ayah saya sampai sesukses ini sekarang. ”

“Mbaknya mati aja sendiri, nggak usah bawa-bawa saya,” tembak Putra langsung karena situasi yang dihadapi Nadine lumayan berbahaya.

Tapi Nadine mengibaskan tangannya menyuruh Putra diam, “Bilang kalau kamu memperkosa saya sampai saya hamil, biar mau nggak mau Ayah akan menikahkan kita. Soalnya gengsi juga saya kalau bilang kita suka sama suka. Kamu preman soalnya. Itu pekerjaan yang tepat. Kamu tugasnya jadi suami saya, kita menikah dan kamu akui anak ini jadi anak kamu,”

“Ente lebih gila dari saya!”

“100 juta DP awal, gaji kamu 20 juta sebulan, biaya luka-luka karena kamu pasti bakalan digebuki Ayah,”

“Duhhh Gustiiii,” keluh Putra sambil berlutut dan mengacak-acak rambutnya dengan tangannya yang terikat.

Terpopuler

Comments

kalea rizuky

kalea rizuky

elah pelakor toh makanya hamil murahan

2024-10-23

0

^⁠__⁠daena__⁠^

^⁠__⁠daena__⁠^

aku cuma bisa doakan kamu put...semoga kepala mu baik2 saja nanti... takutnya klau digebukin terusss ntar tambah oleng 😅

2023-05-15

0

Gibrany

Gibrany

Agak tersentil hati nurani ku, kek kasian sama si Putra, bisa sembuh gak sih, oleh dia udah dewasa. Di bawa kebagian saraf kek nya bisa ya

2023-05-05

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!