Kehidupan Pernikahan Yang Menyebalkan

2 bulan kemudian,

DUAG!!

Griffin meninju kepala Putra dengan sekuat tenaga. Sudah satu jam ia memukuli pria yang terikat di depannya ini, berharap Putra pingsan saja dan trauma sehingga dengan sendirinya hengkang dari rumah mereka dan menceraikan Sang Putri.

Tapi bahkan sampai tangan Griffin nyeri dan tulangnya dislokasi, Putra masih mengerjapkan mata tanda masih sadar. Bahkan terkikik-kikik menanggapi Griffin.

Mengerikan…

"Njing… Lo manusia apa bukan?" sambil terengah Griffin duduk di lantai dan mengerutkan keningnya. Ada rasa takut yang menghiasi raut wajahnya.

Bagaimana mungkin Putra tidak roboh? Dua tongkat baseball sudah retak, dan sekian anak buah sudah kecapekan. Harus dengan cara apa lagi agar Putra takut?

"Cuh! Khuhuhuhuhuhu…" Putra meludah ke samping, isi liurnya darah. Bibirnya sobek terkena hantaman tongkat. Ia masih sempat tertawa geli melihat raut wajah sang preman yang ketakutan.

Ini interogasi kelimanya.

Sampai mati ia berikrar tidak akan memberitahu kenapa ia rela menjadi menantu di keluarga ini. Kenapa ia tidak ingin menceraikan Nadine, Sang Istri.

Semua karena janjinya ke Nadine.

"Goblok bener sih loooo," gumam Putra mengejek Griffin. "Mukul kok kayak orang mabok, yang disasar apaaaa, yang dipukul apa, huehehehehehe!"

"Diem lo Bangs4t!!" Griffin naik pitam dan melempar kursi kayu di sebelahnya ke arah Putra. Tawa Putra membuatnya naik pitam.

Putra mengangkat sebelah kakinya dan menghantam kursi yang melayang dengan tendangannya.

"Gue nggak mau menceraikan Nadine. Titik," desis Putra menantang Griffin. Wajahnya penuh darah tapi bibirrnya menyeringai.

"Saikopet! Lo itu parasit di keluarga ini!"

"Psychopath, lidah lo belit bener dah! Ya tapi gue nggak peduli, sih khehehehe," gumam Putra.

Pintu ruangan itu tiba-tiba terbuka. Seorang pria tua berjanggut putih dengan badan tegap masuk dan menatap tajam langsung ke arah Putra.

"Belum pingsan juga kamu?" tanya Damaskus Prabasampurna, Kepala Keluarga Prabasampurna, Boss Griffin sekaligus mertua Putra.

Putra hanya diam sambil mengatur nafasnya. Ia terlalu banyak tertawa jadi agak sesak di dada. Sejak kecil ia terlalu banyak dipukuli dan terbentur sehingga otaknya memang agak miring. Kalau kesakitan bukannya menangis malah ketawa. Dan banyak orang malah merasa ketakutan saat melihat Putra yang seperti itu dan menghentikan serangan mereka.

Dengan kata lain, ke-sintingannya bisa jadi merupakan berkah.

Damaskus membungkukkan tubuhnya sedikit ke arah Putra, "Berapa yang kamu minta agar pergi dari rumah ini?"

"Nadine lagi hamil, loh…" gumam Putra.

"Kami bisa menjaga bayi itu sendiri tanpa kamu, kamu tidak berguna dasar gila,"

"Laaaah, nanti kan 'Bin' nya pakai nama saya loooh-"

PLAKK!!

Damaskus menampar Putra sekali. Pukulan pria tua itu bahkan lebih keras dari tinju dan tendangan Griffin. Mungkin karena Damaskus menekuni tenaga dalam, jadi lebih tahu titik lemah tubuh manusia.

Putra langsung merasa pusing akibat tamparan itu.

Belum sampai ia menyadari yang terjadi, ia merasa perih pada kepalanya. Rambutnya ditarik sehingga kepalanya terdongak.

"Nggak kapok ya kamu kalau dikerasin, kayaknya fisik kamu cukup terlatih. Saya hanya buang-buang tenaga dong?!" Damaskus menepis kepala Putra. Terdengar kekehan pelan Putra. Bulu kuduk Damaskus meremang.

"Hari ini cukup segini dulu. Kamu siap-siap ke pesta nanti malam. Para investor akan berkumpul untuk melihat Menantu Sampah saya, yang dengan lancangnya menghamili anak saya sebelum menikah," gerutu Damaskus sambil membalik tubuhnya untuk menuju ke arah pintu keluar.

Dalam hal itu, Putra mengerti… Kalau maksud dari perkataan Damaskus adalah 'jangan coba-coba membuat malu keluarga Prabasampurna di depan banyak orang'.

Di samping Damaskus, ada Artemis. Anak buah Damaskus yang lain, ia tampak bersemangat saat mengamati Putra. “Makhluk jenis apa ya lu, dipukuli malah ketawanya makin kenceng. Suka banget nih gue yang begini...” lalu Artemis menoleh ke arah Griffin yang duduk di lantai sambil terengah-engah, “Malah lu yang kecapekan. Faktor U kali yak?!” godanya ke Griffin.

Griffin mencebik, "Gue bisa aja langsung nembak dia di kepala. Kalau Nadine nggak lagi hamil, udah ke alam kubur kali si Joker," sungutnya sambil menendang perut Putra sekali dengan kencang, lalu ia mengikuti Damaskus keluar ruangan.

“Joker... iya keren juga julukannya, setengah gila kali lu ya. Mau-maunya si Nadine nikah sama lu,” kekeh Artemis sambil mengeplak kepala Putra, lalu keluar dari sana.

"Anjrit…" keluh Putra sambil berusaha terduduk. Pandangannya sudah buram dan kepalanya sangat pusing. "Duuuh pusing! Mana haus pula!" gerutunya kesal.

Setelah semua sudah keluar dari ruangan panas itu, Nadine, istri Putra langsung menghambur masuk ke ruangan itu dan menghampiri Putra dengan khawatir.

"Putra! Put?! Kamu nggak papa kan? Masih bisa sadar kan? Coba ikutin gerak jari saya!"

"Ergh!" Putra menepis tangan Nadine dengan kesal, "Jangan bikin orang kesel dong Non. Saya masih sadar!"

"Kamu nggak keceplosan ngaku soal kondisi anak yang dalam perut saya kan?" bisik Nadine khawatir.

"Udah terlanjur janji akan bawa rahasia itu sampai mati," desis Putra. "Brengsek bener lo sosialita," gumamnya kesal.

"Oke, lihat nih ya, lihat, saya sudah transfer 100 juta ke ibu kamu. Ya? Sudah nih… sesuai janji, kamu tetap mengaku sebagai ayah janin ini," tampaknya Nadine memang sudah memaklumi kalau sifat Putra yang aneh bin ajaib memang dari sananya.

"Hm…" Putra mengangguk lemah. Yang penting ibunya bisa menjalani operasi kantong empedu dengan segera. Dipukuli pun dia mau saja. Ditembak juga dia rela.

Misinya kali ini adalah menyembunyikan kenyataan kalau Sang Putri Nadine Prabasampurna dihamili pria beristri dan mengaku sebagai ayah janin itu.

Dengan begitu ia bisa mendapatkan sejumlah uang untuk biaya operasi ibunya.

Sejak ia dipenjara karena kasus psikotropika, ia belum sempat menjadi anak berbakti ke ibunya. Kini, setelah bebas, inilah yang setidaknya bisa ia lakukan.

Karena mencari pekerjaan layak dengan riwayat kejahatan, sangat sulit di negara plus enam dua ini. Kecuali ia menjadi pedagang. Tapi apa daya, dia tidak berbakat berdagang kecuali menjadi kurir narkoba. Apalagi mengingat sikapnya yang agak gendheng, mau nangis malah ketawa, mau marah malah nyeleneh, membuat banyak orang takut padanya dan tak jarang dikira pembunuh berantai.

Kecuali Nadine yang sejak pertama bertemu Putra sudah memahami bagaimana sifat pria itu sebenarnya.

"Lalu apa yang ayah saya bilang ke kamu?"

"Hem," Putra menggelengkan kepalanya untuk menghilangkan pusingnya, "Saya disuruhnya ikut ke pesta,"

"Pesta? Pesta apa?!"

"Eeeh, tadi Pak Damaskus sempat ngomong mengenai investor apalah itu,"

"Astaga!! Kamu diminta ikut beliau ke Pesta Para Shareholders? Itu pesta penting kenapa kamu harus ikut?!"

"Non… Saya SD aja nggak lulus. Mana saya ngerti gitu-gituan, bego ah pertanyaannya! Hwehehehehe! Cuh!" Putra sekali lagi meludahkan darah yang memenuhi mulutnya yang robek ke samping. "Bawa minum nggaaak, sekali lagi dipukul bisa-bisa saya ketawa nggak berhenti!"

Nadine pun diam sambil menatap Putra dengan perasaan miris, ia menyerahkan air mineral ke pria itu. Putra berkumur dengan air lalu kembali meludah. Dan berikutnya ia tegak air di dalam botol.itu sampai habis.

"Dua tahun," gumam Nadine sambil mengernyit.

"Hah?" jengah Putra sambil mengernyit tak mengerti.

"Dua tahun saja kamu jadi suami saya. Sampai bayi ini lahir dengan selamat, lalu kita bercerai,"

Putra menarik nafas panjang. "Nggak bisa kurang dari dua tahun ya? 6 bulan ke depan aja saya nggak tahu masih hidup atau udah lumpuh, kalau setiap hari di tonjokin begini," keluhnya sambil berusaha berdiri.

"Ayah tidak akan membunuh kamu. Kamu kan suami saya,"

"Yang akan terbunuh adalah di sini," Putra menunjuk dahinya, "Bisa-bisa saya makin gila karena tiap hari dipukuli. Kamu tahu kan saraf sensorik saya agak-agak error?!'

"Kamu kan residivis, kamu seharusnya terbiasa dipukuli. Makanya saya pilih kamu jadi suami saya,"

Putra menatap Nadine dengan sinis. Ia bagaikan diingatkan kembali kenapa dia bisa berada di sini dalam keadaan tertekan. Jelas situasinya berbeda dengan saat dipenjara.

Tapi entah mana yang lebih buruk, yang jelas tak ada yang lebih baik.

"Oke, dua tahun. Sesuai perjanjian, setiap bulan Nona kirimkan 20 juta ke rekening ibu saya," desis Putra sambil berjalan tertatih-tatih keluar dari ruangan. Tapi lalu pria itu terdiam dan menoleh ke belakang, "Bantuin suami sendiri sekali-kali ngapa sih? Diem aja di situ kesurupan tahu rasa!" dengus Putra.

"Nggak ah… Kamu bau keringat, mandi sana," gerutu Nadine sambil mengibaskan tangan di depan hidungnya yang bangir.

"Ini keringat pekerja keras,"

"Jalan sendiri sana!" Nadine melipir ke dinding dan mendahului Putra keluar dari ruangan penyiksaan.

**

Terpopuler

Comments

kalea rizuky

kalea rizuky

bodoh harusnya pukul balik nadin murahan ya ampe hamil di luar nikah

2024-10-23

0

Rafanda 2018

Rafanda 2018

padahal katanya kuat,,karena bego bin tolol jd ga ngelawan

2023-11-02

0

Ersa

Ersa

istri ahlakless ih Nadine 😁

2023-06-10

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!