Latar Belakang

"Kok kamu di sini Nak? Katanya nggak boleh keluar tanpa izin dari mertuamu?" tanya Nuraeni sambil mengaduk mangkuk yang berisi bubur di depannya, Putra hanya tersenyum tipis mendengarnya. Tidak menjawab pertanyaan ibunya dan hanya fokus mengamati tubuh ibunya yang kurus.

"Tante Firda memperlakukan ibu dengan baik kan?" tanya Putra.

"Tadinya sih dia ngomel-ngomeeel melulu," dengus Nuraeni, "Tapi setelah kamu transfer, dia lebih banyak senyum ke ibu,"

"Jotos aja buk kalo dia ngomel,"

"Jatas-jotos… Gimana caranya tangan ibu lunglai gini!" sungut ibunya.

"Minta bantuan Jeng Piah dong,"

"Jeng Piah siapa?"

"Jeng ru…piah, wekekekekekek!"

"Lah itu, baru tingkahnya maniiis melebihi gula di karamel. Kadang belebihan malah jadi pait!"

"Uang bukan segalanya tapi segalanya butuh uang,"

"Jangan gitu ah! Kamu kayak kaum kapitalis!"

"Lagi di-didik begitu bu,"

"Ibu tetap tidak setuju kamu jadi menantu di Prabasampurna. Keluarga itu berbahaya loh Nak. Kumpulan preman yang tugasnya mengeksekusi kriminal yang tidak bisa ditangani aparat pemerintah. Mereka manipulatif, banyak yang benci! Ibu selalu berdoa supaya kamu cepat-cepat bercerai!"

"Pak Damaskus juga ingin aku bercerai dari Nadine. Tapi itu menyalahi perjanjian bu, ini baru berapa bulan, belum 2 tahun,"

"Kenapa kamu teken buat 2 tahun sih Nak? Itu terlalu lama bagi ibu,"

"Umumnya gosip dan dugaan yang viral mereda di masa 2 tahun. Kalau cepat-cepat bercerai, publik bisa curiga. Apalagi… Ayah biologis janin itu orang yang berbahaya,"

"Orang yang berbahaya?"

"Duh, aku nggak mau cerita sama ibu ah! Ibu sembuh aja dulu…"

Bu Nuraeni menarik nafas panjang dan menggenggam tangan Putra.

"Put, ibu juga mau mengaku sesuatu,"

Putra mengernyitkan dahinya sambil memicingkan mata.

"Begini Put… Ibu sangat khawatir dengan keadaan kamu waktu di Lapas. Jadi ibu menghubungi seseorang yang ibu sudah lama putuskan hubungannya,"

"Maksudnya?"

"Sebenarnya ibu tidak ingin berurusan lagi dengan orang-orang dari negara itu. Terlalu banyak sakit hati yang ibu rasakan! Tapi saat ibu dikasih tahu sama kepala lapas kalau kamu masuk ICU karena digebuki, ibu ke kedutaan Eterny buat minta bantuan,"

"Cerita apa sih ini bu?"

Nuraeni mempererat genggamannya, "Tapi waktu kamu sadar, kamu bilang kamu baik-baik saja. Tapi ibu nggak tega Nak, sungguh! Mau dikembalikan waktu yang berlalu, ya tetap saja ibu waktu itu panik dan hanya mereka yang bisa ibu hubungi! Padahal hal itu malah akan merenggut kamu dari ibu!"

Mata Putra membesar dan ia menjadi tegang, "Ibu hubungi siapa?"

"Keluarga Ayah kamu,"

"Hah?"

"Saat kamu bilang kamu mengalami siksaan di Lapas, walau terlambat, ibu tidak ingin kamu mengalami hal itu untuk kedua kalinya. Jadi ibu pergi ke kedutaan Eterny dan menghubungi keluarga Ayah kamu,"

"Hah? Gimana?"

Nuraeni menarik nafas lagi, kali ini dengan gugup.

"Mereka sudah sebulan di Jakarta untuk mencari kamu. Waktu dalam keadaan panik itu, ibu sebenarnya ragu apakah ini keputusan yang tepat. Makanya ibu buru-buru putuskan sambungan. Tapi mereka keburu tahu dari sinyal kalau kita di Jakarta,"

"Bu, bu," Putra mengelus lengan ibunya. "Pelan-pelan bu… Jelaskan ada apa, apa yang terjadi?"

Nuraeni menarik nafas lagi, tapi kali ini ia terdiam sejenak.

"Kamu adalah Putra Mahkota The Great Kingdom of Eterny. Ayah kamu sudah meninggal karena kecelakaan, sementara Sang Raja, kakek kamu usianya sudah 95 tahun, butuh pewaris baru. Masalahnya, kalau kamu jadi Raja, ibu tidak boleh masuk ke negara itu. Karena ibu ini dianggap aib. Jadi kita harus berpisah,"

"Bu?" desis Putra perlahan.

"Apa?"

"Ibu berkhayal?"

"Ck! Kamu nih! Ibu serius!" sungut Nuraeni.

"Itu novel banget buuu, wakakakakak! Ya tapi seru sih kalau aku jadi Raja," Putra terbahak karena geli mendengar cerita ibunya.

"Terserah kamu lah, kalau kamu dikejar sama Pengawal Eterny, bilang-bilang ibu ya. Bisa jadi itu saat terakhir ibu ketemu kamu,"

"Ya kalau seandainya benar aku ini calon Raja ya aku ubah aja peraturannya. Gampaang laaah, hihihihi,"

"Rakyat bisa ngamuk kalau tahu rajanya adalah anak haram yang dikandung dari pelacur korban perkosaan yang dilakukan Pangeran mereka sendiri! Mana mau mereka terima kenyataan kalau Sang Pangeran jalan-jalan di Jalan Jaksa dengan keadaan mabuk, ngeliat ibuk yang baru pulang dari club lalu menggeret ibu ke gang sempit?"

Putra tegang mendengar perkataan ibunya. "He? Gimana bu?"

"Ya itulah yang terjadi! Ibu baru tahu kalau ibu mengandung anak Pangeran waktu datang utusan dari Eterny yang bilang anak di perutku ini harus diserahkan ke mereka saat lahir nanti! Ya ibu kabur aja! Enak aja yang hamil susah payah aku, mereka yang ambil! Belum rasa trauma akibat dilecehkan!"

"Bu pelan-pelan dong! Aku beneran nggak ngerti!" desis Putra tak sabar.

Tapi ponsel Putra kemudian berdering. Ia mengintip layarnya, tertera nama Artemis di sana. "Sebentar bu…" desis Putra sambil mengangkat teleponnya.

"Jongos, lo dimane?! Sembelit lo?! Buru ke sini kita mau atur strategi!!" seru Artemis kesal.

"Bang, jangan ngatur strategi di depan ICU dong! Gue nemu ruangan kosong buat kita meeting!"

"Heh? Dimane?!"

Putra melirik ibunya dan menempelkan telunjuknya, memberi kode kalau ibunya jangan berisik.

"Di kamar pasien lantai 3. Di sini cuma ada ibu-ibu habis operasi belom sadar. Kita bilang aja jenguk dari keluarganya, di area ini bebas jam jenguk soalnya. Bang Temmy butuh ruang di RS yang biar gampang juga ngawasin anak-anak kan?"

"Ya bener sih! Ya udah kita ke sana! Tuh ibu-ibu pasien lagi koma kan ya?!"

"Iya kok, lagi belom sadar dari operasi," Putra mengerling ke ibunya. Lalu menutup teleponnya dan menyeringai.

"Kamu mau ngapain lagi bocah semprul?" Nuraeni memukul anaknya pakai bantal.

"Wekekekekek!" Putra terkekeh geli, "Nih Buk, biar sekalian tahu anaknya ngapain aja selama ini. Kulibatkan ke meeting gangster sekalian!"

****

Artemis melongok ke dalam kamar dengan sekat-sekat untuk isi 3 orang itu, lalu melihat Putra berbaring santai di salah satu ranjang kosong sambil menyesap kopi panas.

"Masuk Bang!" sapa Putra sambil mengangkat tangannya.

Artemis menatap salah satu bilik paling ujung yang tertutup rapat, lalu menghampirinya dan mengintip ke dalam.

Nuraeni terbaring tidur di sana, dengan selang infus dan wajahnya yang masih pucat.

"Wiiih, udah nyediain kopi segala lu! Pake arsenik nggak nih?" tanya Ivander sambil duduk di pinggir ranjang dan mengambil salah satu gelas plastik.

"Gampang nyari arsenik di sini mah," desis Putra, "Tapi itu kan malah nyusahin gue sendiri,"

"Kan enak kalau kita nggak ada, lo nggak digebukin,"

"Masalahnya nyingkirin mayat orang-orang segede lo yang bikin gue pusing! Lo semua nggak masuk ke koper! Khihihihihi,"

"Nah itu baru lucu, khehehehehe!" kekeh Ivander sambil menyesap kopinya, "Waah, baru agak tenang nih gue, di bawah Chaos banget! Kacau lah!" desis Ivander sambil membuka laptopnya.

Griffin masuk ke dalam ruangan sambil terpincang-pincang, "Lah ini ada ruangan kosong, si Baron belum dapet ruangan tuh! Katanya VIP penuh!"

"Kagak usah VIP-VIP an lah! Yang penting dapet perawatan layak, dapet obat, bisa tidur nyenyak. Tuh kampret ketembak di pinggang soalnya!" sahut Artemis, "Masukin aja ke sini!"

"Gue urus administrasinya bentar," kata Ivander sambil beranjak dan membawa kopinya untuk turun ke bawah.

"Gue ikut Van, mau minta anti nyeri," desis Griffin sambil terseok-seok keluar dari kamar menyusul Ivander.

Artemis duduk di depan Putra dan menyesap kopinya, lalu menghela nafas panjang.

Tampak lututnya bergoyang-goyang tanda gugupnya pria itu. Artemis memang sering ngeyel ke Bossnya namun bukan berarti ia tidak Loyal. Bahkan kalau disuruh masuk jurang oleh Damaskus ya ia mau saja walaupun awalnya protes dulu.

Karena selain Damaskus ia tidak memiliki orang yang bisa dipercaya lagi.

Jadi itu yang membuat Putra tertarik dengan sosok ini.

"Bang…" desis Putra dengan berbisik.

"Apa lagi? Mau ngasih masalah apa lagi lo?" gumam Artemis menggerutu.

"Widiyanti Ega itu… Istrinya Anthony Ega?"

"Ya jelas lah,"

"Hm, gue kasih tahu Bang Temmy sesuatu, tapi keep dulu dari Boss. Mungkin ini bisa dijadikan pencegahan suatu saat nanti,"

"Apa?" Artemis mengangkat wajahnya dan menatap Saputra.

"Bang, gue ini bukan ayah biologis dari janin di perut Nadine,"

"Bukan rahasia lagi, kita udah duga. Mana mungkin Nadine sebego itu mau sama orang kampung kayak lo!!" sahut Artemis, "Yang bikin kita kesel, lo tuh bohong sama kita dan maunya lo tuh ngaku dari mulut lo sendiri! Makanya kita gebukin sampe lo kapok dan ngomong!"

"Nggak bisa Bang, gue terikat perjanjian sama Nadine. Selama dua tahun gue harus jadi suaminya dan sebagai gantinya dia transfer untuk biaya pengobatan nyokap gue!"

"Oh, gitu?" Artemis mengernyit, "Kenapa jadi ribet gitu?"

"Janin di kandungan Nadine tuh harus ada bapaknya, orang yang jauh dari perhatian publik agar netizen nggak cari tahu. Makanya dia pilih orang random kayak gue. Keberadaan gue kan nggak diketahui masyarakat,"

"Kalo sampe tampang lo diketahui publik, dia langsung ngecap jelek si Boss,"

"Malah sebaliknya dong Bang, jadi malah makin takut sama Pak Dama. Menantunya mantan Napi, orang sinting pula,"

"Lah bener juga yak!"

"Malah jadi masalah kalau tahu siapa ayah biologis si Janin,"

Artemis kini memusatkan perhatiannya pada Saputra, "Siapa ayah biologis anaknya Nadine?"

"Anthony Ega,"

"Hah…?" Artemis kini dilanda kekagetan tingkat tinggi, "Kita lagi cari mati sih ini…" gagapnya dengan wajah yang langsung pucat.

Terpopuler

Comments

May Keisya

May Keisya

betul pisan

2024-01-26

0

iin

iin

Sungguh anak yg berbakti. Emaknya diajak meeting gangster 🤣🤣🤣🤣

2024-01-17

0

Rafanda 2018

Rafanda 2018

binggung bacanya

2023-11-02

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!