Pesona Sang Pemilik Sistem
Malam terasa sangat sunyi, disertai dengan angin malam yang berhembus tak tentu arah. Saat ini, suhu cuaca menurun secara drastis hingga mencapai 0° Celcius.
Hal tersebut yang menyebabkan semua orang malas untuk berkeliaran di luar rumah, dan lebih memilih untuk menghangatkan tubuh di depan api unggun, tidur dengan lapisan selimut yang menggunung, atau mungkin…
Lupakan.
Berbeda dengan orang lain, saat ini, di tempat yang begitu sepi terdapat seorang pemuda sedang berjalan menyusuri trotoar dengan mantel tebal melapisi tubuhnya.
Pemuda tersebut bernama Arvin Faresta, seorang pemuda yang masih berusia kurang dari dua puluh tahun dan kini sedang menjalani kehidupan sebagai siswa sekaligus pekerja paruh waktu di sebuah minimarket.
Biasanya Arvin akan kesulitan membagi waktu antara pekerjaan dan juga sekolahnya. Tetapi, berhubung saat ini sedang menikmati liburan yang diberikan oleh sekolah, Arvin bisa sedikit santai dan fokus terhadap pekerjaannya tanpa diganggu oleh pemikiran lain.
Arvin sendiri merupakan anak sebatang kara yang bersyukur masih bisa menempati rumah warisan dari mendiang ibunya. Namun disisi lain, Arvin kesulitan untuk mencari uang, berjaga-jaga jika saja uang tabungan milik ibunya akan habis.
"Huh, dinginnya…" Keluh Arvin sambil menggosok kedua lengannya.
Saat ini, bisa terlihat mulut Arvin yang selalu mengeluarkan asap di setiap hembusan nafasnya. Itu menandakan betapa dinginnya suhu cuaca di daerahnya.
"Cuaca saat ini tidak seperti biasanya. Walaupun musim dingin, biasanya tak akan sedingin ini. Apakah ini pertanda bahwa es di Kutub Utara sedang mencair karena pemanasan global? Haha, tidak mungkin." Ucapnya membuat lelucon untuk menghibur dirinya sendiri.
Namun, ketika Arvin sedang sibuk dengan memperhatikan jalan yang sedikit gelap, tiba-tiba saja ada objek kecil yang melesat cepat ke pipinya.
Arvin yang tak sempat menghindar terpaksa harus menjadi pendaratan bagi objek tersebut. Namun, yang membuat dirinya terkejut adalah fakta bahwa objek tersebut sangat dingin, sehingga menyebabkan Arvin spontan menyapunya hingga terbang ke arah yang lain.
"Astaga! Sesaat aku menyangka sedang diserang oleh Kutub Utara karena telah membuat mereka sebagai objek lelucon. Tetapi, apa-apaan barusan itu? Kenapa terasa sangat dingin, dan bentuknya mirip sesuatu yang kukenal…"
Karena merasa penasaran, Arvin mencoba untuk mencari objek kecil tersebut dengan pandangan yang sedikit dibutakan oleh pencahayaan yang tidak sempurna.
"Ayolah, ayolah, aku telah kebelet kecing… jangan sampai membuatku terkencing di celana saat ini juga!" Keluhnya, namun masih tetap melakukan pencarian sambil merangkak seperti bayi.
Butuh beberapa menit hingga pada akhirnya Arvin berhasil menemukan objek tersebut. "Akhirnya dapat juga, kau sialan!"
Tanpa basa-basi, Arvin langsung membawanya ke tempat yang lebih terang untuk melihatnya secara jelas. Namun, ketika berhasil melihat objek tersebut, tangan Arvin langsung bergetar hebat, wajahnya memucat, jari-jari tangannya seperti membeku—
"Sial! Kenapa dia bisa sedingin ini sampai-sampai membuat tanganku menjadi seperti es!" Kesal Arvin kemudian mengangkat objek tersebut tinggi-tinggi.
"Jika dilihat secara jelas, ini bukanlah objek yang kubayangkan. Tetapi, lebih mirip seperti seorang peri? Tapi, apakah itu mungkin?" Gumam Arvin mencoba untuk menelitinya lebih dalam.
Namun, terjadi sesuatu yang membuat dirinya kembali terkejut, bahkan bisa dibilang dirinya terperanjat ketika melihat peri tersebut bergerak layaknya makhluk hidup.
"A-apa!?" Teriak Arvin secara tidak sadar.
Teriakannya terdengar sangat melengking dan menggema di sepanjang jalan, sehingga membuat dirinya mendapatkan teguran dari beberapa orang yang merasa terganggu olehnya.
"Hei! Siapa itu!? Tolong jangan teriak di malam hari! Anakku sedang tidur nyenyak!"
"Berisik woy!"
"Aah sialan! Jangan teriak-teriak, internet ku jadi bermasalah karena kau!"
Mendengar semua keluhan tersebut, Arvin merasa malu sekaligus kesal dengan keluhan terakhir.
"Maaf, maaf, maafkan saya!" Lirihnya meminta maaf, "Apa-apaan, kenapa Internet nya yang bermasalah malah aku yang terkena imbasnya!?" Kesalnya dalam diam.
Setelah memastikan semuanya sudah diam, Arvin memutuskan untuk segera pulang dan memasukan peri tersebut ke dalam kantung mantelnya, sambil sesekali Arvin coba untuk menghangatkan kembali tubuh peri menggunakan gosokan tangannya.
Perjalanan pulang berjalan normal, tak ada masalah sedikitpun, dan perlahan tubuh Arvin mulai beradaptasi dengan suhu saat ini. Sehingga, pada saat sampai di dalam rumah, ia langsung membuka mantelnya kemudian pergi ke dapur untuk menyeduh susu jahe favoritnya.
Setelah selesai membuat apa yang dia inginkan, Arvin membawanya ke atas meja, kemudian kembali memfokuskan diri pada peri yang masih tidak sadarkan diri walau suhu tubuhnya telah naik.
"Aku cukup penasaran, apakah tadi hanya halusinasi ku saja, atau mungkin dia benar-benar bergerak?" Gumam Arvin dalam kebingungan sambil mencoba menyentuh ringan tubuh peri tersebut.
"Hei~, tolong sadarlah…" Ucap Arvin dengan suara lembut layaknya seorang ayah kepada putri tercinta.
Tak mendapat sedikitpun respon, Arvin mulai mengalihkan perhatiannya pada ponsel dengan harapan peri tersebut bisa sadarkan diri dengan sendirinya.
Ketika sedang menyibukkan diri dengan bermain sosial media, Arvin tiba-tiba teringat akan sesuatu yang membuat dirinya pergi ke kamar ibunya untuk mengambil secarik kain tipis.
"Dengan tubuh sekecil itu, maka kain seperti ini mungkin bisa membantu menghangatkan tubuhnya…" Ucap Arvin kemudian meletakkan kain tersebut di atas tubuh peri.
Setelah itu, Arvin kembali fokus bermain pada ponsel nya sambil sesekali meminum susu jahe miliknya. Hingga beberapa saat kemudian, terdapat pergerakan dari si peri yang berhasil menyadarkan Arvin dari fokusnya.
"Apa barusan dia bergerak? Hei, tolong bangun wahai peri yang agung~"
Tak seperti sebelumnya, kini Arvin mendapatkan respon berupa suara lemas. Walaupun itu lebih terdengar seperti suara orang yang baru bangun tidur. Tetapi, hal tersebut lebih dari cukup untuk menjawab rasa penasaran Arvin.
"Dia benar-benar hidup!" Saat ini, Arvin terlihat sangat bersemangat sambil menunggu kesadaran peri kembali sepenuhnya.
"Emm… emm… aku sedang dimana…?" Gumam si peri bersuara rendah.
Si peri mencoba mengedarkan pandangannya, melihat sekeliling dengan seksama dan mencoba untuk mengingat-ingat. Namun, pandangannya terkunci ketika melihat sesosok pemuda biasa sedang menatapnya seperti anak kecil.
"... T-tuan?" Tanya peri ragu-ragu.
Mendengar itu, Arvin hanya tersenyum lembut, kemudian melambai kecil ke arah peri tersebut. "Aku bukanlah tuan mu, aku hanya kebetulan menyelamatkanmu dari kedinginan." Jelasnya tidak berniat untuk berbohong.
"Ah, ya. Mana mungkin tuan masih hidup…" Si peri tampak murung dengan ekspresi sedih terpasang di wajah mungilnya.
Arvin tersenyum tipis ketika melihatnya, entah mengapa dia merasakan sesuatu yang hangat di dalam dirinya ketika melihat peri tersebut. Namun, mengabaikan hal itu, Arvin menjulurkan jari telunjuknya dan berkata:
"Hei, bagaimana kalau kita berteman? Namaku Arvin Faresta, kau?" Ajaknya lembut.
Mendengar sesuatu yang tiba-tiba seperti itu, si peri hanya bisa tertegun tanpa mengetahui harus bertindak bagaimana. Tetapi karena merasa tak enak, si peri menerima telunjuk Arvin, kemudian digoyangkan beberapa kali.
"Aku tak tahu harus menjawab apa, tetapi aku tak memiliki nama. Salam kenal Arvin…" Balas Si peri merasa canggung.
"Eh? Kau benar-benar tidak memiliki nama?" Tanya Arvin kebingungan, merasa tidak percaya, namun ekspresi si peri membuat keraguannya menghilangkan.
"Hmmm, kalau seperti itu, bagaimana jika kau kuberi nama saja? Apa kau tak keberatan?" Usul Arvin serius.
Untuk sesaat si peri merenung dengan serius, dia tidak ingin mengecewakan semangat Arvin, namun disisi lain dirinya juga belum terlalu mempercayainya.
"Apa kau tak mau?" Arvin bertanya ketika melihat keraguan terpancar di wajah si peri. "Tetapi itu tidak masalah, kau jangan terlalu memaksakan diri untuk melakukan itu demi diriku." Lanjut Arvin sambil tersenyum.
Melihat reaksinya yang terlalu baik membuat keraguan si peri mulai tergoyahkan. 'Dia tidak terlihat seperti orang yang jahat, tidak masalah jika aku menerima tawarannya. Namun, apakah itu benar-benar tidak masalah? Walaupun dia terlihat mirip seperti tuan, tetapi jelas mereka adalah orang yang berbeda...' Batin peri merasa bimbang.
Setelah merenung sejenak, si peri mengangguk yang membuat Arvin seketika bahagia. "Apa kau menerima nya!?"
Si peri mengangguk untuk kedua kalinya atas jawaban darinya terhadap pertanyaan Arvin.
"Terimakasih peri. Baiklah, aku akan segera memberikanmu sebuah nama—" Sebelum Arvin menyelesaikan perkataannya, si peri dengan cepat memotong.
"Tunggu dulu! Aku ingin menjelaskan beberapa situasi yang mungkin akan terjadi ketika kau memberikanku sebuah nama!!" Tegas peri dengan ekspresi serius.
Arvin yang mendengar itu seketika kembali diam, "Tentu, apa itu?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
Tiana
wah udah up
2023-04-26
1
Ra dhiraemon
Hai kk izin mampir ya
2023-04-26
2
Tiana
nyimak dulu
2023-04-25
1