Sedikit khawatir

Mendengar ucapan Sintia yang secara tiba-tiba membuat Arvin tertegun tak bisa bereaksi. Ingin rasanya Arvin tidak mempercayai hal itu dan menganggap bahwa perkataannya hanya omong kosong, namun wajah tenangnya itu membuat semuanya goyah.

Dengan badan kaku Arvin melangkah menghampiri Sintia, kemudian duduk di sampingnya sambil menyembunyikan Kelereng Surga di genggaman tangannya.

"Saya tidak tahu apa yang anda maksud, tetapi untuk saat ini saya hanya bisa percaya kepada anda." Sahut Arvin mencoba untuk tenang, kemudian menoleh dan melanjutkan, "Jadi, apa yang akan anda jelaskan saat ini?"

Sintia awalnya enggan untuk memberitahukan semuanya, namun karena situasi yang mendesak, maka tidak ada jalan lain selain memberitahukan semuanya kepada Arvin yang telah berperan sebagai pusatnya.

"Kau tahu? Aku telah melihatmu menghabisi Kevin dan teman-temannya. Walaupun aku juga mengetahui alasan dibalik tindakanmu itu. Namun, apakah itu akan menjadi bukti yang cukup untuk menjelaskan bahwa kau tidak bersalah?"

Tubuh Arvin seketika berkeringat ketika mendengar pengakuannya. Ditambah dengan jantung yang kembali berdetak cepat. Membuat kondisinya menjadi lebih buruk karena semua kekhawatiran itu.

"... Maksudku, mulai sekarang kau harus berhati-hati! Sudah cukup bagiku untuk melindungi mu. Aku sudah tidak bisa menahan kedua orang tua Kevin untuk melakukan tindakan, kebetulan mereka juga sudah mengetahui identitas 'Pelaku' yang telah membuat anaknya sekarat." Jelas Sintia membuat kekhawatiran Arvin menjadi hilang.

"Fyuuh, kupikir ibu akan memutus hubungan denganku. Ternyata hanya masalah itu saja, toh…" Ucap Arvin merasa bersyukur.

Melihat Arvin yang bertingkah seperti tidak memiliki masalah, membuat Sintia merasa sedikit kesal sekaligus kebingungan dengan sikapnya itu.

"Kau benar-benar mengkhawatirkan itu!?" Tanya Sintia dengan intonasi yang lebih tinggi.

"Tentu saja. Saya lebih mengkhawatirkan anda daripada tindakan yang akan mereka lakukan kepada saya. Memangnya apa yang salah?" Arvin bertanya dengan ekspresi tenang.

Merasa ada yang tidak beres, Sintia segera mencengkram erat bahu Arvin sambil melototi nya dengan tatapan yang mengerikan.

"Kau sedang dalam bahaya, dan kau malah mengkhawatirkan itu!? Dimana kau meletakkan otakmu itu!" Tanya kembali Sintia diambang batas kesabarannya.

Sebenarnya saat ini Sintia berencana untuk menjelaskan situasi yang kemungkinan akan membahayakan keselamatan Arvin. Dia sendiri tidak ingin jika sampai melihat atau mengetahui Arvin sampai terluka.

Entah mengapa perasaan itu selalu mengganggu dirinya belakang ini, sehingga membuat Sintia tak memiliki pilihan lain selain menjelaskan semuanya kepada Arvin, dengan harapan Arvin akan memahami maksudnya.

Namun, apa-apaan ini? Mengapa pemuda itu dengan santainya mengabaikan keselamatannya yang sedang terancam? Apakah semua usaha Sintia untuk melindunginya itu percuma?

"Tenanglah dulu, bu!" Arvin memegang erat kedua tangan Sintia, kemudian menatap matanya sebelum melanjutkan ucapannya, "Aku tidak terlalu khawatir dengan itu, dikarenakan saat ini aku merasa bahwa ancaman mereka tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kehilangan ibu. Jadi, kumohon jangan terlalu mengkhawatirkan ku…"

Mendengarnya, wajah kesal Sintia berangsur-angsur berubah menjadi merah padam yang tampaknya efek dari perasaan salah tingkahnya.

"K-kau!" Sintia dengan cepat menepis tangan Arvin dan segera berbalik untuk membuang muka.

Namun, tingkahnya saat ini justru membuat Arvin kebingungan. Paling tidak sebelum melihat layar hologram yang mengungkapkan isi hatinya secara langsung.

[K-kenapa dia bisa mengatakan sesuatu yang memalukan dengan mudahnya!! D-dan juga kenapa aku malah merasa salah t-tingkah seperti… Aaaaah!!]

Melihat isi hatinya yang bisa dilihat dengan jelas membuat Arvin merasa bersalah, entah kenapa dia merasa telah melakukan dosa besar karena bisa melihat isi hati seseorang dengan mudahnya.

'Maaf Bu, kukira anda tidak akan menanggapinya dengan serius… Tapi sudahlah, biarkan dia sibuk dengan kesalahpahaman itu.' Batin Arvin sudah tidak tahu harus bereaksi seperti apa lagi.

Ketika Sintia masih sibuk dengan perasaannya, Arvin pergi dengan langkahnya yang senyap dan meninggalkan Sintia tanpa berpamitan. Itu memang terasa tidak sopan, tetapi Arvin merasa tidak tega jika harus merusak kebahagiaannya itu.

Hingga beberapa menit kemudian, Sintia yang telah selesai dengan perasaannya segera berbalik dan hendak untuk berkomentar atas tindakan Arvin.

Namun, hal itu terhenti ketika dirinya mendapati situasi sekitar yang telah kosong dan hanya menyisakan tanah, pohon, serta daun-daun yang berguguran.

"Sial, sekarang dia benar-benar membuatku semakin kesal!" Gerutu Sintia sambil mencengkram kuat tangannya sendiri.

Merasa tidak nyaman sendirian di tempat yang sepi, Sintia segera beranjak dari duduknya, kemudian pergi dengan wajah kesal yang telah berubah menjadi ekspresi tegas yang selalu dia pasang setiap di lingkungan sekolah.

***

Setelah selesai dengan sekolahnya, Arvin kini terlihat sedang merenung di kamarnya ketika memikirkan ucapan Sintia sebelumnya. Dia merasa sedikit khawatir dengan tindakan mereka yang tidak bisa dia prediksi.

"Haah… Pada akhirnya aku telah ketahuan dan berakhir seperti ini. Tapi mau bagaimana lagi, situasi ini sudah tak bisa dihindari. Lebih baik bagiku untuk bersiap menghadapi situasi yang kemungkinan besar akan membahayakan keselamatan ku!"

Setelah berhasil meyakinkan dirinya sendiri, Arvin segera beranjak dari kasurnya, kemudian pergi ke kamar mandi sebelum berangkat kerja.

Sebelumnya, ketika Arvin hendak untuk pulang, dia sempat mengkhawatirkan kondisi Maria setelah kejadian itu. Namun, kekhawatiran itu dengan cepat menghilang ketika mengetahui bahwasanya Maria telah dibawa untuk melakukan rehabilitasi.

Hingga pada akhirnya Arvin hanya perlu memikirkan satu masalah dan satu tujuan, tanpa membaginya menjadi beberapa bagian lagi. Tentu saja dia juga mengharapkan hasil terbaik untuk masalah yang akan segera dia hadapi di masa depan.

Mari kita kembali lagi kepada Arvin yang singkat ceritanya sudah tiba di minimarket tempat dia bekerja. Dan seperti biasa, dia memasuki minimarket sambil menyapa temannya yang sedang berjaga, namun kali ini bukan Santoso.

"Sudah mau selesai?" Tanya Arvin kepada temannya itu.

"Ya, kebetulan aku akan pergi berkencan dengan kekasihku malam ini!" Jawab teman wanitanya itu.

Arvin tertawa menanggapi ucapan temannya itu, "Haha, kau selalu bisa membuatku iri!" Ucap Arvin sambil menepuk pundak temannya.

Wanita itu tampak tidak senang ketika melihat Arvin yang seperti terpaksa untuk menanggapinya, "Makanya jangan jadi orang yang tertutup! Terima saja nasibmu yang mengenaskan itu, haha!"

"Astaga, kau begitu kejam padaku yang malang ini…"

Disaat mereka sedang bercanda, tiba-tiba saja datang sekelompok orang berpakaian preman yang memasuki minimarket dengan menendang pintu kacanya hingga pecah.

Hal itu berhasil membuat mereka berdua terkejut, dengan wanita itu yang segera bersembunyi di belakang tubuh Arvin karena merasa ketakutan.

Sementara itu, Arvin yang tetap tenang melihat para preman itu menghampirinya sambil memasang wajah yang sok mengintimidasi.

"Apa kau Arvin?" Tanya salah satu preman bersikap arogan.

"Ya, saya sendiri. Ada perlu apa kalian dengan saya?" Tanya Arvin masih menanggapinya dengan tenang.

Melihat sikap Arvin yang tak menunjukkan sedikitpun perasaan takut membuat para preman menjadi kesal, dan dengan cepat mereka menodongkan senjata mereka tepat ke wajah Arvin.

Hal itu membuat teman Arvin semakin ketakutan. Dengan sentuhan kecil, wanita itu memberitahukan ketakutannya kepada Arvin yang tak sedikitpun merasa perasaan seperti itu.

"Kau bocah tengik! Lebih baik kau ikuti kami dengan tenang seperti anjing atau mungkin… kau menginginkan perlakuan lebih?" Tanya pemimpin preman sambil menyeringai tipis dan ditanggapi tawaan oleh anak buahnya.

Walaupun begitu, Arvin tak sedikitpun menggubris perlakuan mereka dan malah berkata, "Tuan pelanggan, diharapkan bagi kalian untuk segera pergi meninggalkan minimarket dikarenakan tubuh kalian yang mengeluarkan bau tidak mengenakkan!" Ucapnya sambil tersenyum lembut.

Terpopuler

Comments

Hades Riyadi

Hades Riyadi

Lanjutkan Thor 😀💪👍👍👍

2023-05-28

0

Hades Riyadi

Hades Riyadi

Selalu tinggalkan jejak petualang baca 👣👣👣😀💪👍

2023-05-28

0

Only One

Only One

gapapa Thor. Meskipun gua nggak pantes ngomong begitu karena gw bacanya pas bab nya sudah banyak.wkwkwkwk

2023-05-04

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!