Sintia Mona, seorang wanita lajang yang berprofesi sebagai guru sejarah di salah satu sekolah elite yang berada di kota Fenwark.
Kecantikan serta kecerdasannya merupakan nilai tambah dari dirinya, disamping itu juga, Sintia merupakan wanita yang selalu tampil feminim dan dewasa. Sehingga tidak aneh jika banyak pria dari yang tua hingga yang muda sangat mengagumi dirinya.
Jika boleh jujur, Sintia adalah wanita yang sangat sempurna untuk menjadi pendamping hidup. Namun, banyak pria yang memilih mundur karena sifatnya yang begitu tegas dan keras kepala. Mereka khawatir akan masa depan jika memiliki pasangan seperti Sintia.
Namun, ada juga yang keras kepala dan terus berusaha untuk membuat hatinya jatuh ke dalam pelukan mereka. Walaupun, pada akhirnya pernyataan mereka selalu ditolak mentah-mentah disertai tatapan jijik.
Dan sekarang, Arvin sedang terkejut ketika melihat jendela status milik Sintia yang berbeda jauh dari penampilan luarnya. Apalagi, saat itu Arvin melihat isi hatinya yang kemungkinan bisa menggemparkan seisi sekolah.
"Bagaimana mungkin ini nyata!? Ternyata selama ini tampilan luarnya merupakan kepalsuan? Sulit dipercaya…" Gumam Arvin kebingungan sambil berjalan menuju suatu tempat untuk menikmati istirahatnya.
Sebelumnya, disaat Arvin sedang meletakkan bukunya di meja guru, dia menyempatkan diri untuk mengintip status milik Sintia. Namun, sesuatu yang mengejutkan terjadi dan menghantam wajah Arvin seperti sebuah bom.
<< Profil >>
Lv: 1
Hp: 200/200
Mp: 400/400
Nama: Sintia Mona.
Usia: 22 tahun.
Tinggi: 170 cm.
Berat: 55 kg.
<< Stat >>
Str: 9
Agi: 10
Vit: 10
Int: 20
<< Hobi >>
Belajar.
Berolahraga.
Mendengarkan musik.
Karate.
<< Kesukaan >>
Membeli barang menggemaskan.
Mengelus bulu kucing.
<< Isi hati >>
"Dia terlihat lebih dewasa daripada yang lain, tubuhnya pun sangat berisi, dan juga pintar. Lalu kenapa orang sepertinya terlihat sangat suram dan penyendiri? Apakah ini yang dinamakan tidak sadar diri? Tentu saja dalam artian yang baik."
***
Setelah melalui lorong yang begitu panjang, Arvin akhirnya tiba di atap sekolah. Dia terlihat sangat mencurigakan dengan langkah senyap dan juga gestur tubuh seperti seorang maling yang hendak membobol bank.
Namun tenang, semua ini dilakukan demi kebaikan dan masa depannya. Walaupun dia jarang sekali berkeluyuran di lingkungan sekolah, tetapi dirinya mengetahui rumor-rumor yang mengatakan bahwa atap sekolah merupakan tempat yang tak boleh digunakan oleh siapapun itu.
Jika ada seseorang yang tertangkap basah sedang menyelinap untuk menggunakan atap sekolah, maka pihak sekolah tidak akan segan-segan untuk memberikannya sebuah hukuman yang berat.
Aturan itu terdengar sangat normal, mengingat sekolah ini merupakan salah satu sekolah elite yang ada. Sehingga tidak heran jika peraturannya sangat ketat.
Sesampainya di atap, Arvin segera mengatur nafasnya yang tidak beraturan. Dia sangat khawatir jika sampai tindakannya diketahui oleh orang lain dan berakhir mendapatkan skorsing.
"Huh… untung saja tidak ada yang melihatku…" Gumamnya sambil mengelus-elus dada.
Setelah memastikan semuanya aman, Arvin berjalan sambil mengedarkan pandangannya untuk mencari tempat yang teduh. Namun, ketika dirinya menemukan tempat yang dimaksud, bisa terlihat seseorang sedang duduk dengan kepala dibenamkan diantara dua lututnya.
'Siapa itu?' Batin Arvin khawatir jika orang itu merupakan staf sekolah, tetapi dirinya kembali tenang ketika melihat jendela status orang tersebut.
"Huh, kukira dia staf sekolah. Ternyata sama sepertiku…" Gumam Arvin, kemudian memutuskan untuk mencari tempat lain tanpa mempedulikan orang tersebut.
Namun, ketika kakinya hendak untuk melangkah. Terdengar suara terkejut dari seseorang yang membuat dirinya dengan spontan berbalik, dan melihat seorang wanita tengah menatapnya dengan mata terbelalak.
"Eh?" Suara wanita itu terdengar sayup.
"..."
Arvin terus menatapnya tanpa mengatakan sepatah katapun, yang membuat suasana menjadi canggung.
"Aaah!!" Setelah tersadar dari lamunannya, wanita itu langsung bangkit, kemudian berlari cepat ke arah Arvin dengan ekspresi panik.
"... Kamu! Apa kamu berniat untuk melaporkanku!?" Tanya wanita itu mendesak Arvin sambil mengguncang tubuhnya tanpa ampun.
"S-sebelum itu… tolong berhenti mengguncang tubuhku! Aku tidak bisa menjawab dengan jelas jika terus seperti ini!" Pinta Arvin sambil berwajah masam.
Menyadari akan kesalahannya, wanita itu segera melepaskan tubuh Arvin dengan wajah tersipu malu. Setelah itu, Arvin yang masih berwajah masam mulai menjawab pertanyaannya,
"Kau mempertanyakan sesuatu yang sudah pasti." Jawab Arvin dengan santai, namun wanita itu tidak memahami maksud Arvin.
Melihat wanita di depannya yang hanya memiringkan kepala sambil berwajah polos, Arvin menghela nafas berat.
"Begini, anggap saja aku sebagai anggota OSIS yang bersangkutan langsung dengan peraturan sekolah, tetapi setelah menginjakkan kaki di atap sekolah, maka diriku telah melanggar aturan sekolah tanpa terkecuali. Jadi, untuk apa aku melaporkanmu jika saja kita berdua sama-sama melanggar peraturan sekolah?"
Setelah mendengar penjelasan dari Arvin, perlahan-lahan wajah polos wanita itu berubah menjadi seperti memahami maksud Arvin. Namun, wajahnya kembali tersipu ketika melihat ekspresi Arvin yang masih datar.
"Apa kau mengerti? Jangan bilang kalau kau tak memahaminya setelah aku menghabiskan energi untuk menjelaskannya?" Tanya Arvin menaruh curiga atas wajah tersipu nya.
"T-tidak-tidak! Aku memahaminya… benar… aku memahami maksudmu…" Jawabnya semakin lama suaranya semakin rendah.
Arvin merasa bersalah ketika melihat wajah murung nya. Dengan perasaan bersalah Arvin mengajaknya untuk kembali duduk ditempat yang teduh. Dan tentunya wanita itu langsung mengikutinya dengan langkah kecil.
"Jadi, kenapa kau berada di sini? Pastinya alasan kau berbeda denganku, bukan begitu?" Tanya Arvin setelah mereka berdua duduk ditempat yang teduh.
"Y-ya…" Jawab wanita itu ragu-ragu.
"Hmm… baiklah, bagaimana kalau kita berkenalan dulu? Tidak enak jika terus memanggil dengan kata 'Kau'." Usul Arvin sambil menjulurkan tangan ke arahnya.
Nampak awalnya ragu-ragu, pada akhirnya wanita itu menerima uluran tangan Arvin, "B-baiklah… namaku Maria… salam kenal…"
"Oke, salam kenal, namaku Arvin." Sahut Arvin sambil tersenyum lembut, "Jadi, apakah Maria juga mengalami masalah sama sepertiku?" Lanjutnya kembali memandangi langit cerah.
"Eh?"
Mendapatkan respon sesuai keinginannya, Arvin melanjutkan, "Ya, kau tau? Aku telah dipecat dari pekerjaanku, sedangkan aku sangat membutuhkan pekerjaan tersebut. Mengingat tidak ada siapapun yang bisa ku andalkan setelah ibuku. Sungguh masalah yang sangat rumit dan terkesan kejam untuk anak semudah diriku."
Maria mendengarkannya dengan seksama dan menyahut, "M-mungkin aku terkesan tidak sopan… tetapi, aku yakin Arvin pasti bisa menyelesaikan semua masalah tanpa putus asa! Aku tidak mengetahui kondisimu sepenuhnya… tetapi, aku bisa mendukung serta berdoa untukmu!"
Saat ini, Arvin bisa melihat kesungguhan di mata Maria yang membuatnya sangat tersentuh, hingga secara tidak sadar dia telah tersenyum tulus.
"Haah… aku jadi merasa kasihan denganmu." Ucap Arvin secara tiba-tiba, membuat Maria sedikit penasaran.
"M-memangnya kenapa?"
"Tidak~ kau tak perlu tahu itu~" Balas Arvin dengan nada mengejek.
Setelah itu, pembicaraan perlahan mulai mencair. Maria juga telah menceritakan permasalahan yang dialaminya, walaupun dari awal Arvin telah mengetahuinya melalui sistem.
Namun, Arvin tetap mendengarkannya dengan seksama dan memberikan solusi serta dukungan yang setidaknya sedang dibutuhkan oleh Maria.
Dengan begitu hubungan mereka semakin dekat. Namun sebelum membahasnya lebih lanjut, kini Arvin harus menghadapi sesuatu yang tak kalah penting dari sebelumnya.
"Bu, apa anda yakin akan terus menyandera tas saya?" Tanya Arvin kepada Sintia yang sedang berdiri di ambang pintu rumahnya.
"Tentu, ini hukuman atas pelanggaran yang telah kau lakukan." Sintia menjawabnya dengan santai.
Saat ini, Arvin sedang berada di halaman rumah Sintia untuk mengambil kembali tas nya yang telah disita oleh wanita itu.
Semua itu dikarenakan dirinya yang telah melanggar peraturan, tetapi itu semua tidak ada sangkut pautnya dengan atap. Sebab, pelanggaran yang sedang dibahas itu berbeda dengan sebelumnya.
Tas nya disita karena Arvin terlambat kembali ke kelas, padahal bell pulang sudah berbunyi dari belasan menit yang lalu. Alasan kenapa dia sampai terlambat, tidak lain karena keasikan mengobrol dengan Maria, dan mungkin saja wanita itu terkena hukuman yang sama.
Arvin langsung berlari menuju rumah Sintia setelah diberitahukan oleh teman sekelasnya bahwa tasnya telah disita. Itulah alasan mengapa mereka bisa berdebat sampai sekarang.
"Ibu yakin akan terus melakukan itu?" Tanya Arvin dengan ekspresi serius.
"Kenapa? Apa kau ingin mengancam sesuatu, atau mungkin… akan menyogok? Aaah… asal kau tahu, aku tidak ak—"
"Ibu suka mengelus bulu kucing sambil memeluknya dengan bahagia!"
"Baiklah, tunggu sebentar, aku akan segera membawanya…" Sahut Sintia dengan suara yang cepat, kemudian berbalik dan masuk ke dalam rumahnya.
Arvin tersenyum sinis dan menganggap bahwa perdebatannya telah dimenangkan olehnya. Akan tetapi…
"E-eh? Ibu sedang membawa apa itu? Mengapa sapu, bukan tas ku… mungkinkah!?" Wajah Arvin tiba-tiba berubah menjadi kusut ketika melihat sapu yang hendak melayang ke arahnya.
"Tidaak!!!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
Hades Riyadi
Lanjutkan Thor 😀💪👍👍👍
2023-05-08
0
Hades Riyadi
Like and Coment 😛😀💪👍👍👍
2023-05-08
0
Al^Grizzly🐨
Thor ini bukan zaman jadul lagi..umur 25 perawan tua...ini zaman modern...yg aku tahu umur 25 itu cewek yg baru kelar kuliah S1 atau S2...jika Umur 25 perawan tua...berarti mereka yg baru saja mengambil Izasah Wisudanya sudah calon perawan tua dong...perawan tua itu umurnya 30an ke atas thor...kalau masih 25 yah itu masih cewek...bukan calon perawan tua.
2023-05-07
2