Bab 17

Boleh aku pakai kan?" Athur mencoba menawarkan untuk memasangkan kalung itu

"Hah?!", ucap Tere tertegun. Dengan kesadaran penuh akhirnya Tere menganggukan kepalanya.

" Boleh kak". Tere menyingkap rambutnya yang digerai dan memperlihatkan jenjang lehernya yang mulus itu.

Sedangkan dengan sigap, Athur mengambil kalung liontin itu dari kotak beludru itu dan berjalan ke arah Tere, serta memasangkan pada Tere.

Entah kenapa jantung Athur berdisco ria saat mendekat ke arah Tere. Ia memasangkan kalung itu dengan perasaan yang gugup.

"Sudah". Athur selesai memasangkan dan terlihat Tere memegangi liontin itu dan tersenyum. " Bagus banget kak, cantik juga. Makasih ya kak". Tere begitu kegirangan saat memandangi kalung liontin yang sudah menempel di lehernya.

"Iya sama sama. Aku juga sudah mengirimkan kalung ini ke Amelys. Dan mungkin dia belum menerimanya. Biasanya pengiriman dari sini sampai ke luar negeri membutuhkan banyak waktu".

Tere mengangguk. Tidak lama dari itu, makanan mereka sampai juga. Mereka menikmati makanannya terlebih dahulu. Sesekali mereka mengobrol ringan.

"Kakak sudah lama ya bekerja di rumah sakit jadi dokter spesialis itu?". Tere yang masih memotong steaknya, ia memberanikan diri untuk mengobrol dengan kakak sahabatnya.

" Ya baru 2 tahun ini sih Re. Tapi alhamdulillah pasienku dah banyak. Bahkan ada yang menunjukku menjadi dokter pribadi keluarga konglomerat ". Athur menjawab itu sambil memotong steaknya juga. Tere manggut manggut.

Di sisi lain Tere merasa sangat bangga pada Athur. " Hebat kakak, aku salut deh. Oiya, Amelys masih lama ya di Zurich?". Yang semula bahas Athur, sekarang Tere melompat pembahasan ke Amelys. Tidak baik jika dia terlalu penasaran dengan sosok Athur.

" Enggak lama sih Re, mungkin beberapa bulan lagi. Karena Amelys sudah selesai. Mungkin 4 bulan lagi. Apa kamu mau ikut saat menjemput Amelys?". Athur menatap Tere dengan mata berbinar penuh harap. Ia ingin Tere juga ikut.

"Boleh kak, kabari saja ya. Aku harus menyambut sahabatku pulang ke Indonesia". Tere bahkan tidak masalah jika harus menjemput dengan keluarga Amelys. Ia tidak canggung karena memang dulu sudah sangat dekat.

Setelah obrolan lama itu, akhirnya mereka selesai menyantap hidangan. Keduanya memutuskan untuk pulang.

" Mau aku ikuti dari belakang? Soalnya aku khawatir kamu kenapa napa Re". Athur yang sudah sampai pintu mobil, ia menawarkan diri untuk mengikuti Tere dari belakang. Tetapi ajakan itu ditolak oleh Tere, kalian tahu kan alasannya?! Hehehehe

"Ja-jangan kak, aku baik baik saja kok. Nanti aku akan kabari kak kalau ada apa apa. Seriusan deh aku gapapa sendiri". Tere mengangkat tangannya dan membentuk huruf V sebagai ciri dia lagi serius.

" Benar nih gapapa? Ini udah jam setengah sembilan malam loh". Bukan Athur namanya jika ia tidak bernegosiasi akan hal ini. "Benar kak. Percaya sama aku".

Tere terus meyakinkan Athur untuk tidak mengikutinya. Dan terbukti, Athur pun menuruti kemauan Tere. " Ya sudah kalau begitu, nanti sampai rumah langsung kabari aku ya Re". Athur melemparkan senyum manisnya, perhatiannya bak seperti seorang kekasih tercinta. Tere menganggukan kepalanya.

****

Akhirnya Tere tiba di rumahnya. Ia bergegas membuka pintu dengan kunci cadangan rumahnya. Lampu sudah padam hanya menyisakan lampu temeram yang masih menyala.

"Syukurlah mas Dave sudah tidur". Tere bisa bernafas lega. Bak takut ketahuan suaminya, Tere melepas high heelsnya dan berjalan jinjit sambil menenteng high heelsnya.

" Baru beberapa langkah saja, Tere berhasil kepergok. Lampu kembali menyala terang. Tanda Dave ternyata menunggu kedatangan Tere.

"Kenapa lu nentengin high heelsnya? Biar gak ketahuan gitu hah?!". Dave ternyata sudah duduk di sofa dengan angkuhnya. Sontak Tere terlonjak. Dia memejamkan matanya. " Mampus lah ketahuan mas Dave pulang jam segini. Bisa jadi tempe bacem aku", batin Tere

Dave kemudian beranjak dari sofanya. Dan ia mendekati Tere yang masih mematung.

"Mas Dave, aku bisa jelasin loh. Aku pulang jam segini karena tadi jalanan macet". Tere mencebikkan bibirnya. Ia menunjukkan puppy eyesnya juga. Tapi itu sudah tidak mempan untuk Dave

" Alasan klise". Dave menatap nyalang ke arah Tere, yang ditatap hanya menunduk tidak berani mendongakkan kepalanya.

"Maaf", cicit Tere. " Lu tahu kan, tugas dan posisi lu disini apa?". Dave kembali menekankan posisi dan tugas Tere yaitu sebagai istri di atas kertas sekaligus pembantu.

"Iya mas, aku istrimu. Aku seharusnya tidak keluar dengan orang yang bukan mahram ku. Maafin aku mas. Aku siap menerima konsekuensi atas apa yang aku lakukan. Aku terima". Tere begitu pasrah, raut mukanya menunjukkan rasa bersalahnya pada Dave.

" Istri? Bukan bukan. Lu salah mengartikan ini. Lu masih punya otak kan? Lu tahu juga kan kalau lu hanya sebatas istri di atas kertas. Oiya kalau lu lupa, lu cuma gue anggap tidak lebih dari seorang pembantu. Gue tahu kok, pembantu itu juga perlu jadwal liburnya. Tapi gak kaya lu yang libur sembarangan. Pembantu macam...... "

Sebelum kata kata Dave makin menusuk hati Tere. Tere langsung memotong pembicaraan itu. Hatinya terasa sakit saat Dave menyebutnya dengan sebutan 'pembantu'. Apa serendah itu posisi Tere di hadapan Dave?!

"Mas, cukup. Cukup mas berkata tidak mengenakkan untukku. Aku mengerti mas punya segalanya. Mas kaya, mas tampan, mas segala galanya. Tetapi bukan seperti ini cara mas memperlakukan aku. Kita sah di mata hukum dan agama mas. Yang artinya kita adalah suami istri. Dan mengenai perjanjian kontrak itu. Aku mohon, mas akhiri saja. Kita mulai dari awal".

Tere berbicara penuh penekanan. Ia mengatur emosinya. Nafasnya kian memburu membuatnya gampang tersulut emosi kalau tidak ditahan dulu. Sementara itu Dave hanya tersenyum smirk.

"Apa? Mengakhiri perjanjian? Apa lu mimpi di alam baka?! Hah?! Itu gak akan terjadi. Dan gue menekankan pada lu sekali lagi. Gue gak akan mau hidup dengan lu yang notabene hanya menumpang di kehidupan gue"

Dave yang sudah tersulut emosi langsung berlalu meninggalkan Tere yang masih mematung. Buliran bening dari pelupuk matanya sudah tidak bisa dibendung lagi.

Rasanya sakit dan itu bertubi tubi sakitnya. Ia dituduh hanya menumpang hidup pada Dave. Sungguh bukan keinginan Tere selama ini. Tere dengan keputusan matangnya, ia akan meninggalkan rumah malam ini juga. Ia bergegas masuk ke kamar dan mengemasi barang barangnya.

Dengan perasaan yang campur aduk dan tangisan yang terisak, ia menggeret kopernya dan pergi meninggalkan Dave. Kali ini dia bukan akan pergi ke rumah orang tuanya. Tetapi ia akan pergi ke sebuah villa yang ia beli 1 tahun yang lalu hasil kerjanya dulu.

"Mungkin dengan ini kamu akan puas mas Dave. Selamat tinggal kenangan". Tere memacu mobilnya menuju villa jam 9 malam, seorang diri.

...Jika kalian ingin double update hari ini, silahkan komen ya. Nanti author bakalan buatin double update buat kalian....

Terpopuler

Comments

Lisa Halik

Lisa Halik

😪😪😪😪

2023-05-13

0

Ria

Ria

lanjut dong thor

2023-04-29

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!