Perjalanan menuju villa memakan waktu dua jam. Sungguh sangat melelahkan. Apalagi harus menyetir dalam keadaan mata sembab karena menangis terlalu lama.
Setelah dua jam perjalanan, Tere sampai di villa tersebut. Villa itu tampak terawat karena ada yang menjaganya. Lampu teras depan pun juga menyala.
Dengan rasa capek dan kekecewaan, serta kesedihan yang bertubi-tubi, Tere mengangkat kopernya dan memasuki villa itu. Ia segera menuju kamar untuk beristirahat. Tampaknya kamarnya agak berdebu, dengan langkah sigap Tere langsung membersihkan terlebih dahulu
"Nasib nasib, udah nangis sembab gini, capek perjalanan juga eh masih harus bersihin kamar dulu. Padahal niatnya langsung tidur". Tere mengambil sapu dan tidak lupa ia juga mengambil sprei untuk menjadi mengganti sprei lama.
Setelah hampir 20 menit beberes, akhirnya ia selesai. Dan ia merebahkan bobotnya ke ranjang empuk itu. Yang paling Tere suka dengan villa ini karena tempatnya tidak terlalu luas dan dekat dengan perkebunan. Jadi udara di sana sejuk. Tanpa menyalakan AC pun ia tidak akan mengalami kegerahan
Berulang kali ia memejamkan matanya, tetapi hasilnya nihil. Yang tadinya sangat mengantuk, tiba tiba saja ia tidak bisa tidur. Apa mungkin efek dari memikirkan kejadian tadi?
"Gapapa Re, kamu harus kuat. Buktikan bahwa kamu gak hanya numpang di rumah mas Dave. Buktikan kalau kamu bukan benalu yang suka merugikan". Tere yang berbaring di ranjang dengan posisi terlentang memegang guling pun bermonolog ria. Ia harus meyakinkan dirinya, bahwa ia bukan wanita yang dituduhkan Dave
"Aku memang bukan jodoh pilihanmu mas, tapi aku adalah takdirmu mas. Tetapi kamu terlalu denial akan hal ini. Setelah aku rawat kamu saat sakit ini balasanmu?! Kenapa sangat menyakitkan".
Tidak terasa bulir bening dari pelupuk matanya lolos begitu saja di pipi mulusnya. Ia bermonolog sembari merenungi nasibnya. Ia bingung akan bicara apa dengan orang tua dan mertuanya. Semua menjadi rumit. Karena dirasa dan dipikir ternyata membuatnya pusing. Ia mencoba berdzikir pada Allah. Dan lama kelamaan, Tere tertidur
*****
Keesokan harinya, saat fajar sudah menyingsing. Tere segera bangun dari tidurnya. Ia berencana akan bersih bersih bagian villa.
Di luar sudah ada mbok Asih. Mbok Asih adalah warga lokal yang bekerja untuk menjaga villa serta merawatnya. Ia tampak membersihkan halaman villa yang banyak dedauan jatuh.
"Eh, non Tere mampir kesini. Tumben non, biasanya SMS mbok dulu". Mbok Asih menghampiri Tere dan bersalaman dengan Tere yang mengembangkan senyumnya
" Iya nih mbok, saya mendadak pengen kesini. Malam jam 11 baru sampai langsung bersih bersih kamar habis itu tidur mbok. Saya kelelahan. Mangkanya bangunnya jam 6 lewat".
"Iya non, non belum makan to?". Mbok Asih memandang Tere yang masih duduk di kursi teras sambil memperhatikan mbok Asih.
" Belum bi, bahan makanan di kulkas kan gak ada. Jadi harus beli dulu". Jelas Tere mendengkus! Karena jarak antara supermarket dengan villa agak jauh. Mbok Asih yang mendengar celotehan Tere langsung paham.
" Mbok ada kok stok bahan. Non Tere mau mbok masakin atau masak sendiri?". Kali ini mbok Asih menawarkan bahan masakan. Daripada Tere capek capek harus ke supermarket
Dengan wajah yang antusias, Tere menganggukkan kepala. "Mau banget mbok, saya masak sendiri saja".
" Ya sudah, sebentar ya non. Mbok bawain dulu. Mbok pulang sebentar". Mbok Asih meletakkan sapu di dekat villa itu dan berlalu meninggalkan Tere.
Tere yang tidak mau bermalas malasan segera bangkit dari duduknya. "Lebih baik aku bersih bersih villa dulu deh sambil nungguin mbok Asih kembali bawa stok bahan makanan". Tere pun mengambil sapu dan menyapu seluruh villa.
Keringat mulai bercucuran karena ia juga sudah mengepel lantai villa itu. " Fyuhh.... capek juga. Mending sih capek badan. Daripada capek hati". Tere seakan menunjukkan sarkasnya untuk Dave yang menyakitinya
"Non, ini bahan makanannya. Maaf ya, mbok adanya ini. Tapi insya Allah lengkap". Mbok Asih mengeluarkan stok itu dari tas belanjanya. Ada sayur mayur, sosis, bawang bawangan, daging ayam, dan beras. Mungkin itu sudah lebih dari cukup untuk Tere
" Wah, banyak sekali mbok, makasih banyak ya. Totalnya berapa?".
"Gak usah non, mbok ikhlas kok". Mbok Asih mengulas senyum lebarnya. Ia memang berhati tulus. Tetapi bukan Tere namanya jika tidak tahu terimakasih. Ini mengeluarkan uang ratusan ribu sebanyak 5 lembar.
" Udah mbok, terima ini. Saya sangat berterima kasih sama mbok. Karena baik banget bantuin saya". Tere menyodorkan uang itu dan meraih tangan mbok Asih untuk menerimanya
"Makasih ya non, kalau begitu mbok tinggal dulu ya. Mbok masih ada kerjaan dari tetangga cuci sama setrika baju". Mbok Asih pamit dari hadapan Tere.
Saat ini waktunya masak. Tere hanya membuat nasi gila. Ya yang penting orangnya gak ikutan gila hehehe. Menu yang tergolong simpel tapi rasanya enak.
****
Di rumah baru Dave, ia mulai menjalankan aktivitasnya ke kantor. Mungkin Dave belum terlalu memperhatikan kehadiran Tere yang sudah tidak menunjukkan batang hidungnya. Ia beranggapan mungkin Tere di kamar.
Dave berangkat ke kantor dan segera memacu mobilnya. Tetapi ia tersadar, mobil Tere sudah tidak ada di garasi.
"Tumben bocah tengil udah keluar saja. Hmm biarin saja". Dave mencoba tidak menggubris hal itu.
Sesampainya di kantor, ia disibukkan oleh kegiatan yang cukup padat. Fisiknya yang baru saja pulih harus rela bekerja keras lagi. Tapi tidak apa, Dave menyukainya
" Maaf Pak, nanti kita ada meeting dengan Adinata Group sekitar jam 10 pagi di cafe Mountain's ". Baron memberi tahu Dave tentang jadwal meetingnya bersama klien hari ini. Dan dijawab anggukan oleh Dave. Setelah itu Baron keluar.
*****
Hari yang sangat melelahkan, Dave pulang ke rumahnya. Ia memasukkan mobil ke garasi. " Nih bocah kok belum pulang sih dari tadi. Malah keluyuran". Dave mendengkus kesal dan segera menuju ke kamar Tere yang ternyata tidak dikunci. Begitu masuk, kamar Tere begitu rapi. Ia curiga bahwa Tere tidak akan pulang ke rumah hari ini.
Ia langsung membuka lemari pakaian Tere. Dan alangkah terkejutnya mendapati ternyata pakaian Tere sudah tidak ada sama sekali. Dave yang sudah capek, menyugar rambutnya secara kasar. "S*AL! Kemana perginya bocah tengil itu. Dia pikir gue bakal nyariin dia?! Jangan harap". Dave mungkin bisa bicara seperti itu, tetapi nyatanya perasaanya tetap khawatir. Entah itu karena takut mamanya tahu atau memang ia sudah ada rasa.
Ia mengecek ponselnya. Ternyata tidak ada izin sama sekali dari Tere.
Entah kenapa gesture Dave seakan mengkhawatirkan Tere. Ia mendial nomor Tere.
"Ahhh tidak diangkat". Dave gusar karena panggilan teleponnya tidak dijawab oleh istrinya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments