Elvira memandang ragu ke sebuah bangunan kantor yang ada di hadapannya saat ini, meski harus melangkah dengan berat, ia pun akhirnya mencoba menghilangkan semua perasaan ragu saat memutuskan untuk tetap masuk ke dalam.
Butuh waktu berhari-hari baginya untuk memikirkan hingga ia kini membulatkan tekad mendatangi tempat ini berhadap jika ini adalah jalan terbaik baginya.
Kehadiran yang tiba-tiba di kantor seorang pengacara kenalannya yang juga cukup akrab dengan keluarga mereka membuat sang pemilik kantor firma hukum tersebut terkejut karena selama ini Elvira tergolong orang yang jarang mengunjunginya.
“Bu Elvira?” sapa seorang advokat wanita kepadanya. Ia pun lalu mempersilakan tamu istimewanya itu untuk duduk.
“Ada yang bisa saya bantu?” tanyanya sembari memperhatikan raut wajah Elvira yang terlihat sendu seperti sedang memikirkan sesuatu yang sangat berat.
“Ajukan gugatan cerai untuk suami saya,” ucap Elvira tiba-tiba yang sangat mengejutkannya.
“Cerai? Apa yang terjadi?” jelas saja wanita di hadapan Elvira saat ini merasa sangat terkejut.
Bagaimana bisa seorang istri dari Daffin Arkatama yang selama ini kehidupannya sangat diimpikan oleh banyak perempuan diluar sana bisa mengatakan hal demikian.
Melihat dan memperhatikan bagaimana hubungan yang ditunjukkan oleh keduanya selama ini, rasanya sama sekali tidak akan ada celah untuk mereka bisa mengatakan mengenai perceraian.
“Apa perkataan saya tadi kurang jelas?” tanya Elvira balik.
“Tapi kenapa? Apa yang sebenarnya terjadi?”
“Saya sudah tidak ingin bersamanya lagi,” ungkap Elvira.
“Bu Elvira, apa tidak bisa dibicarakan lagi dengan baik-baik? Lalu, bagaimana dengan ibu Dewanti dan ibu Meisya, apa mereka sudah mengetahui hal ini?”
“Mengenai oma dan mama mertua saya, nanti biar saya yang akan mengatakan kepada mereka setelah mas Daffin sepakat untuk menceraikan saya.”
“Bu Elvira, tolong pikirkan lagi. Mengakhiri hubungan pernikahan bukan lah keputusan yang main-main. Bu Elvira menikahi putra dari keluarga Arkatama yang terpandang, Bu Elvira tidak akan pernah menjalani kehidupan dengan kekurangan apapun, apalagi selama ini hubungan pernikahan kalian sangat banyak disorot dan dijadikan panutan bagi banyak orang.”
Wanita itu masih belum menyerah untuk memberinya nasehat yang mungkin akan membuat Elvira goyah dengan keputusannya.
“Lakukan saja sesuai perintah saya,” pinta Elvira lagi tetap dengan pendiriannya.
Meski sang pengacara itu sangat menyayangkan keputusan Elvira, tapi ia juga tidak bisa membantah keinginan kliennya ini.
...----------------...
Setelah selesai dari kantor pengacara, Elvira duduk sejenak di mobilnya yang masih terparkir di area halaman kantor tersebut.
Diliriknya sebuah map coklat yang terletak di kursi penumpang yang di dalamnya berisi surat gugatan cerai untuk suaminya membuat Elvira semakin merasa pilu.
Berapa kali pun ia memikirkan masalah ini berulang kali, ia merasa tetap tidak bisa lagi menghadapi semua ini. Baginya, hubungannya dengan Daffin yang semula berawal dari kesalahannya kini sudah hancur.
Tetap memilih bertahan pun seakan percuma karena rasa kekecewaan yang sudah merasuk jauh ke lubuk hatinya.
Meski Elvira tahu jika ini tidak akan mudah, namun baginya perpisahan mungkin adalah jalan yang terbaik untuknya dan Daffin.
Elvira segera menginjak pedal gas dan membawa mobilnya hingga beberapa saat kemudian ia sudah tiba di depan kantor Arkatama grup. Elvira segera turun dari mobilnya dan berjalan masuk.
...----------------...
Sementara itu, Daffin di ruangannya terlihat berdiam diri. Telinganya masih mendengar perkataan yang diucapkan Sakti saat menyampaikan beberapa laporan, namun pikirannya melayang entah kemana hingga ia tidak bisa berpikir dengan fokus.
“Pak Daffin, apa kamu mendengar ku?” tanya Sakti.
“Oh, iya. Lanjutkan,” sahut Daffin.
“Ini ada beberapa proposal bisnis yang diajukan oleh beberapa perusahaan.” Sakti meletakan tumpukan kertas tersebut di atas meja Daffin tepat di hadapannya.
Daffin lantas memeriksanya sebentar dan mengenali satu-satu nama perusahaan yang tertera pada lembar tersebut.
Tidak lama kemudian, Elvira tiba-tiba masuk ke dalam ruangan tersebut dan mengalihkan perhatian keduanya.
Daffin langsung berdiri dari kursinya melihat kedatangan istrinya setelah perang batin mereka selama beberapa hari ini.
Sedangkan Sakti yang langsung paham untuk memberikan waktu mereka berdua lalu segera permisi meninggalkan ruangan tersebut.
Elvira memandangnya sebentar dengan perasaan sedih yang mendalam, lalu segera menyerahkan map yang dibawanya untuk dilihat Daffin.
“Apa ini Sayang?” tanya Daffin penasaran.
“Buka lah.”
Daffin lalu membukanya dan mengambil dokumen yang ada di dalamnya, detik berikutnya tatapan matanya langsung berubah nanar saat membaca isi dari dokumen yang diberikan oleh istrinya itu.
“Tidak, aku tidak mau. Aku tidak akan pernah berpikir untuk menceraikan kamu!” tegas Daffin yang menolak mentah-mentah permintaan Elvira yang tertera pada dokumen tersebut.
“Tapi kamu harus melakukannya, Mas. Aku rasa ini adalah jalan terbaik untuk kita, aku rasa aku tidak bisa lagi meneruskan hubungan bersama kamu. Jadi, aku mohon ceraikan aku,” pinta Elvira.
“Tidak Sayang, sudah ku katakan aku tidak akan pernah menceraikan kamu! Aku lebih baik mati daripada harus berpisah dengan kamu!” tolak Daffin dengan matanya yang sudah berkaca-kaca.
Lalu ia melempar kertas tersebut ke atas meja kerjanya.
“Mas, tapi aku sudah tidak bisa lagi meneruskan hubungan kita!”
“Tidak! Elvira, jangan lakukan ini kepadaku. Kamu boleh memarahiku atau pun menghukum ku sesuka kamu, tapi tolong jangan pernah berpikir untuk meninggalkanku seperti ini.”
Daffin memohon kepadanya dan tidak segan-segan untuk bersimpuh di kakinya, akan tetapi Elvira langsung memegang kedua bahunya memintanya untuk berdiri kembali.
Setelahnya, Daffin langsung memegang tangan Elvira dengan erat sambil menatapnya nanar mengisyaratkan jika dirinya tidak mau berpisah dengan istrinya itu. Meski Elvira sebenarnya tidak tega melihat tatapan kesedihan itu, namun ia akan tetap bersikukuh pada pendiriannya.
“Maaf Mas, keputusanku sudah bulat. Aku ingin kita pisah,” pinta Elvira lagi yang mulai terisak sambil mencoba melepaskan pegangan tangan Daffin dari tangannya, namun Daffin juga bersikeras tidak mau melepas tangannya.
“Sayang, aku tidak mau berpisah dengan kamu. Aku sangat mencintai kamu, aku akan berikan segalanya yang aku punya untuk kamu. Tolong jangan lakukan ini padaku, kita masih bisa kan memperbaiki semuanya? Tolong beri aku kesempatan lagi.”
“Aku sudah pernah memberi kesempatan untuk hubungan kita, Mas. Tapi aku rasa kali ini aku tidak bisa lagi, kenyataan ini sangat sulit untuk ku terima. Aku akan segera mengajukannya ke pengadilan.”
Elvira lalu melepas tangannya dari pegangan Daffin lalu segera beranjak pergi.
“Aku tidak akan pernah menceraikan kamu sampai kapan pun!” tegas Daffin sekali lagi dengan penekanan pada setiap kata-katanya, penegasannya itu membuat Elvira menahan langkahnya.
“Sekeras apapun kamu berusaha, aku tidak akan pernah menceraikan kamu!”
Nada bicara Daffin kali ini terdengar seperti sebuah paksaan untuk Elvira yang membuatnya membalikkan tubuh menghadap ke arah Daffin lagi.
Elvira mendapati tatapan mata suaminya yang kini menegaskan jika Daffin tidak main-main dengan ucapannya.
Setelah Daffin merasa permohonannya yang tidak digubris oleh Elvira membuatnya harus bertindak seperti ini karena ia merasa memiliki hak untuk melakukannya.
Daffin lalu mengambil kembali kertas yang berisi surat gugatan cerai itu dan merobeknya di hadapan Elvira.
“Mas!” Elvira memandangnya protes karena Daffin terkesan tidak mau mengerti dengan perasaannya.
“Maafkan aku, tapi aku punya hak untuk ini. Aku hanya ingin kamu tahu kalau aku sangat mencintai kamu dan aku tidak akan melepaskan kamu untuk alasan apapun. Aku tidak mau lagi mendengar kata perceraian,kamu bisa menghukum ku saja atas semua perbuatan ku terhadap kamu,” tutur Daffin yang menyadari tatapan kemarahan dari Elvira atas tindakannya ini.
Tanpa ingin berkata-kata lagi, Elvira lalu memilih untuk meninggalkannya ruangan tersebut dengan penuh rasa kecewa dan marah yang sudah tidak berarah.
Hari ini rasanya ia hanya ingin pergi untuk menenangkan diri mencoba meredam amarahnya karena sikap Daffin terhadapnya.
Saat berada di lift tiba-tiba Elvira merasakan pusing pada kepalanya dan merasa badannya mulai terasa lemas, sebenarnya ia sudah merasakan badannya yang mulai terasa tidak nyaman sejak kemarin dan Elvira berpikir mungkin saja ia kelelahan karena akhir-akhir ini terlalu berpikir berat.
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Fatisya
halim pula ni jangan2
🤔🤔🤔
2023-07-04
1