Setibanya di kamar rawat Elvira, Sakti langsung menghadapnya. Ia melihat Elvira duduk tenang di ranjang rawatnya.
“Kamu selalu datang tepat waktu.” Elvira tersenyum senang melihat kehadiran Sakti. “Makanya aku suka mengandalkan kamu.”
“Ada yang bisa saya bantu, Bu?”
“Duduklah,” pinta Elvira, Sakti menurut saja dan langsung meraih kursi yang ada di samping ranjang.
“Sakti, sebelum aku mengenal suamiku, kamu sudah lebih lama mengenalnya. Aku hanya penasaran, sejauh mana kamu mengenalnya?”
Sakti sempat terdiam sejenak mencerna pertanyaan dari istri bosnya itu, ia sedikit penasaran kenapa Elvira tiba-tiba saja menanyakan hal tersebut kepadanya.
“Kami cukup dekat, saya mengenalnya dengan baik. Apa ada hal yang ingin Bu Elvira ketahui?”
“Itu, misalnya apa dia sering membicarakan tentang masalah pribadinya.”
“Selain masalah pekerjaan, tidak ada hal yang lebih banyak dibicarakannya selain bercerita betapa ia sangat mencintai Bu Elvira.”
Sakti melempar senyuman kepada Elvira, namun detik berikutnya ia lansung menyadari Elvira menunjukkan raut wajah tampak sedih.
“Kamu tahu, setitik kesalahpahaman bisa menimbulkan keraguan. Sedikit keraguan bisa saja akan menghancurkan sebuah kepercayaan. Aku hanya perlu meluruskan sebuah kesalahpahaman,” tutur Elvira.
“Apa terjadi sesuatu?” tanya Sakti nampak penasaran.
“Aku tidak yakin, aku berharap prasangka ku ini salah. Aku tahu dia sangat mencintaiku dan aku tidak pernah sedikit pun meragukan itu, tapi akhir-akhir ini ada sesuatu yang sangat mengganggu pikiranku.”
“Apa ada yang bisa saya bantu?”
Elvira menatapnya. “Aku ingin kamu menghubungi perempuan yang bernama Anya itu, ada hal yang perlu aku bicarakan dengannya.”
“Tunggu, Anya? Apa dia Anya sekretaris pak Daffin?”
“Iya.”
“Maksudnya, Bu Elvira mencurigai sesuatu terjadi di antara mereka?”
“Sudah ku katakan kan aku ingin meluruskan suatu kesalahpahaman. Aku tidak akan menuduh seseorang tanpa beralasan. Kamu yakin tidak mengetahui sesuatu?”
Sakti hanya menggeleng karena ia merasa tidak tahu.
“Aku tidak ingin berprasangka yang tidak baik terhadap suamiku, aku harap aku salah menerka. Tolong jangan bicarakan tentang hal ini kepada siapapun.”
“Baik, Bu.”
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Hari ini Anya masuk ke ruangan tempat Elvira dirawat. Anya memenuhi panggilan Elvira yang ingin bertemu dengannya. Elvira yang kini duduk di kursi roda terlihat sudah menunggunya, ia menghela saat napas menyadari kehadiran Anya.
“Kamu datang juga. Silahkan duduk,” ujar Elvira basa basi sembari mempersilakan.
“Tentu saja, karena Bu Elvira yang mengundang saya. Tampaknya keadaan Bu Elvira sudah jauh lebih membaik,” sahut Anya, lalu duduk di sofa.
“Seperti yang kamu lihat.”
Keadaan tampak hening dan tenang saat Elvira belum juga memulai pembicaraan, melainkan ia hanya berdiam diri sambil memandang ke arah Anya, perempuan berwajah cantik, penampilan rapi serta menarik untuk dipandangi.
Sedangkan Anya sesekali membalas menatapnya dan ia tidak memungkiri jika ia sempat mengagumi kecantikan Elvira yang seakan tidak luntur meski saat ini tidak terlihat memakai riasan wajah, melainkan hanya menggunakan baju pasien rumah sakit. Namun sepertinya hal itu tidak membuatnya sedikit pun kehilangan kepercayaan diri untuk bisa memenangkan hati Daffin.
Menghabiskan cukup banyak waktu sebelumnya untuk merenung membuat Elvira harus mempersiapkan diri untuk berhadapan dengan tamunya ini, ia sudah tampak lebih tenang karena lebih bisa mengelola emosinya dengan baik.
Hari ini ia harus mendapatkan jawaban dari semua kekeliruannya, ia tidak ingin lagi percaya begitu saja dengan perkataan perempuan ini.
“Apa ada hal yang ingin kamu sampaikan?” tanya Anya.
“Aku banyak merenung setelah mendengar perkataan kamu kemarin. Aku memikirkan bagaimana bisa aku begitu saja mempercayainya hingga aku tidak bisa mengendalikan amarah. Kamu pasti sangat terkejut melihat kondisiku kemarin.”
Anya masih mendengarkan apa sebenarnya yang hendak dikatakan oleh Elvira sambil mencerna setiap perkataannya yang terdengar santai.
“Karena kamu mungkin sudah cukup lama bekerja dengan suamiku, aku yakin kamu tahu bagaimana dia. Dia suka bersikap baik terhadap semua orang. Selain kekayaan, bagi kebanyakan perempuan dia juga memiliki wajah yang tampan. Aku tidak menampik jika banyak perempuan diluar sana yang menginginkannya. Tapi melihat bagaimana cara dia mencintaiku, aku tidak yakin masih ada tempat untuk perempuan lain dalam hidupnya.”
“Maksud kamu, kamu ragu dengan yang sudah kukatakan kemarin?” sambar Anya dengan emosi yang masih tertahan.
“Maksudku, yang kamu katakan itu berbanding terbalik dengan keadaan sebenarnya. Kamu mungkin sulit membedakan antara kebaikannya atau kah memang itu hanya cinta sepihak kamu yang tidak berbalas. Saranku, jangan mengharapkan lebih dari mencintai seorang pria yang sudah memiliki istri.”
“Jadi ini yang kamu harapkan? Oke, karena kamu sudah memancingku, aku harap kamu menyiapkan diri untuk melihat ini,” tantang Anya.
Anya lalu mengambil ponsel miliknya dari dalam tas, detik berikutnya ia menunjukkan sebuah foto dari ponsel tersebut kepada Elvira. Foto yang menunjukkan saat Daffin tertidur lelap dalam pelukannya saat mereka bersama dengan balutan selimut yang sama tanpa busana di sebuah kamar mewah.
“Perkataan ku bukan sekedar ucapan,” ujar Anya merasa menang melihat wajah Elvira yang sangat terkejut.
Sedangkan Elvira masih menahan amarahnya saat ia mulai merasa naik darah melihat foto tersebut dan mendapati kenyataan yang sungguh menyakitkan.
Matanya yang terbuka lebar hampir tanpa berkedip untuk beberapa detik itu kini terasa mulai perih seiring gejolak amarahnya, ia masih berusaha menahan diri dengan menggenggam erat tangannya sendiri.
Akhirnya Anya menunjukkan bukti yang menjawab keraguannya. Meski hatinya sangat sakit melihatnya, namun Elvira berdalih tetap kuat menyembunyikan sisi rapuhnya saat ini.
“Bagaimana? Apa ada yang ingin kamu katakan sekarang? Jangan marah kepadanya, cukup salahkan diri kamu sendiri. Aku hanya memberikan apa yang dia inginkan yang tidak dapat diberikan oleh istrinya sendiri. Sudah ku katakan, aku sangat mencintainya.”
Anya merasa puas karena telah meruntuhkan kesombongan Elvira dan membuatnya bungkam untuk beberapa saat tanpa Anya ketahui jika Elvira sedang mengumpulkan segala kekuatan untuk menyikapi kenyataan ini.
“Seberapa pun kamu mencintai suamiku, kamu tidak akan pernah mendapatkan apa yang kamu inginkan. Kamu mungkin merasa dengan bisa bersamanya sudah bisa memilikinya, kamu mungkin tidak tahu apa sebenarnya arti diri kamu baginya. Percayalah, meski dia terlihat senang saat bersama kamu, yang terjadi sebenarnya adalah hanya kesenangannya sesaat. Bagaimanapun juga, dia akan tetap kembali kepada istrinya, kamu tidak berarti apapun baginya.” Elvira angkat bicara di tengah keperihan batinnya.
“Haruskah ku buat dia meninggalkan kamu? Hah!” Anya tampak tersulut emosi mendengar perkataan Elvira yang terdengar meremehkannya.
“Dia tidak akan bisa meninggalkanku, tidak akan ada tempat untuk kamu di antara kami berdua.”
“Jangan terlalu percaya diri!”
“Aku mengatakan yang sebenarnya. Jadi, bisakah kamu menjauh dan meninggalkannya?” tanya Elvira terdengar seperti sebuah permintaan karena saat ini ia sangat berusaha menahan diri agar tidak tersulut emosi.
“Sayangnya aku tidak bisa,” jawab Anya.
“Kamu bilang, perasaan kamu sangat tulus kepadanya. Bisakah kamu mengalah saja untukku? Biarkan dia bersamaku tanpa kamu harus mengganggunya karena aku yang lebih berhak memilikinya.”
“Apa? Kamu benar-benar membuatku muak!” ketus Anya meninggikan nada suaranya.
“Aku sudah pernah bilang, harusnya kamu tahu dimana posisi kamu seharusnya. Silahkan bertahan dengan sesuatu yang kamu sebut cinta atau apalah itu, tapi harus kamu tahu aku tidak akan pernah membiarkan kamu menghancurkan rumah tanggaku. Makin keras kamu berusaha, aku juga akan bersikeras mempertahankannya.”
“Kamu bertahan hanya karena cinta dari Daffin. Kita lihat saja nanti seberapa kuat kamu bertahan saat menyadari jika cintanya telah berubah. Apa yang bisa kamu lakukan jika hatinya sudah berpaling?”
Setelah puas mengatakan itu kepada Elvira, Anya segera pergi meniggalkan Elvira yang sedang menahan keperihan di hatinya.
Begitu perempuan itu sudah menghilang dari pandangannya, air mata yang tadi tertahan kini mengalir dengan deras di pelupuk mata Elvira. Puas menahan diri selama di hadapan Anya, kini Elvira bisa melepas semua rasa yang sejak tadi berkecamuk di dalam dadanya.
Elvira menangis dengan sesenggukan menyadari betapa tak kuasanya ia menghadapi kenyataan. Tidak ada yang memahami betapa rapuhnya ia saat ini meski ia bisa terlihat setegar karang saat di depan orang lain.
Hal ini yang selalu Elvira takutkan saat ia memutuskan membuka hatinya untuk mencintai seseorang, hatinya yang belum siap terluka justru harus dihadapkan pada sebuah pengkhianatan dan karena rasa cinta yang sudah merasuk di dalam dadanya lah yang membuatnya menjadi lemah seperti ini. Ternyata ia tidak sekuat yang ia bayangkan.
Sembari menyeka air mata yang sudah membanjiri pipinya, Elvira juga menyimpan kemarahan yang besar karena pengkhianatan Daffin.
Ia pikir selama ini Daffin sangat mencintai dan bersedia menunggunya,tapi Elvira rasanya tidak bisa menerima pengkhianatan ini begitu saja mengingat sikap yang ditunjukkan Daffin kepadanya tempo hari.
Sejujurnya dari hatinya yang paling terdalam, ia juga mulai takut jika seandainya Daffin sudah tak menginginkannya lagi padahal selama ini Elvira selalu bergantung padanya.
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Setia R
kenapa ya, dimana-mana pelakor tak tahu malu?
2023-07-26
1
kimraina
Ini foto bener apa rekayasa ya 😭 sedih kalo bener 😭
2023-07-04
1
😺 Aning 😾
semakin kesini aku semakin emosi.
2023-06-17
1