Sementara itu Elvira menggunakan banyak tisu di toilet untuk sedikit membersihkan pakaiannya yang basah terkena cairan berwarna itu. Anehnya ia tidak menyimpan kemarahan karena ini juga bagian dari salahnya.
Saat sudah keluar dari toilet, Elvira tidak sengaja melintas di sebuah lorong dan di sebuah sudut ia melihat pelayan perempuan tadi sedang dimarahi oleh seseorang. Elvira pun mencoba mendekat ke sana.
“Maafkan saya Dara, saya terpaksa harus memecat kamu. Kalau tidak, saya mungkin akan dituntut oleh mereka,” ujar seorang pria paruh baya tersebut.
“Tapi Pak, saya sangat butuh pekerjaan ini. Saya masih harus membiayai pengobatan adik saya, saya mohon tolong jangan pecat saya.”
“Kesalahan kamu fatal, Dara. Kamu telah menumpahkan minuman ke pakaiannya istri seorang tamu kehormatan di sini. Kamu tahu, kalau sampai seorang pak Daffin Arkatama marah, restoran saya juga bisa kena imbasnya.”
Lalu pria itu segera pergi meninggalkan perempuan bernama Dara tersebut sendiri, ia terlihat menyeka air matanya.
Elvira lalu mengambil kesempatan untuk mendatanginya. Melihat kehadiran Elvira sontak membuat perempuan muda bernama Dara langsung berlutut di hadapannya.
“Bu, tolong maafkan saya. Saya mohon. Saya tidak sengaja melakukannya.”
“Sudah, berdiri. Sebenarnya saya juga salah, saya yang harus minta maaf.”
Perempuan itu kembali berdiri. “Saya benar-benar tidak sengaja.”
“Sepertinya kamu harus kehilangan pekerjaan karena kejadian tadi.”
“Itu sudah menjadi konsekuensi saya, Bu.”
“Kamu tidak sepenuhnya salah, saya tahu hal itu terjadi karena adanya ketidaksengajaan dari kita berdua.”
“Saya harus pergi sekarang. Oh ya, apa kamu benar-benar perlu pekerjaan?"
"Iya Bu.” Perempuan itu mengangguk dengan antusias.
“Kalau kamu mau, kamu bisa bekerja dengan saya. Saya mengelola yayasan sosial.”
“Saya mau, Bu. Saya mau kerja apa saja yang penting saya dapat pekerjaan.”
Elvira menyerahkan selembar kartu namanya yang berisikan alamat gedung kantor yayasan Mentari Kasih. “Kamu besok datang ke tempat itu dan bawa CV kamu.”
“Ini beneran Bu? Terima kasih ya Bu. Saya sungguh minta maaf atas kejadian tadi.”
“Iya, sudah saya bilang itu bukan sepenuhnya salah kamu. Kamu jangan pikirkan mengenai perkataan orang tadi, mereka bisa berkata seperti itu karena merasa memiliki kekuasaan. Bersikap lah kuat, atau orang akan terus meremehkan kamu. Kamu harus ingat hidup ini keras, bekerjalah dengan baik.”
“Iya Bu.”
...----------------...
Elvira segera pergi dari sana dan ketika ia sudah mengarah keluar, ada Daffin yang masih menunggunya.
Namun sepertinya Daffin sedang sibuk melayani permintaan maaf dari pihak penyelenggara acara tersebut.
Di perjalanan pulang, Daffin masih memasang wajah marah karena kejadian yang menimpa Elvira tadi.
“Heran, bisa-bisanya mereka mempekerjakan orang yang ceroboh. Mereka akan tahu akibatnya jika membuatku marah.” Daffin berujar terlihat kesal.
“Mas, aku beneran tidak apa-apa. Lagian, itu juga bagian dari salahku.”
“Salah kamu bagaimana?”
“Aku juga tidak sengaja tadi pas aku mau pergi ke toilet, aku tidak lihat ada pelayan itu.”
“Tapi sayang, tetap saja karena dia kamu mengalami hal seperti tadi dan kejadian tadi membuatku marah. Maaf ya kalau kamu harus mengalami hal ini,” sesal Daffin.
“Kok malah kamu yang minta maaf.”
“Aku kesal saja melihat kamu harus mengalaminya, kamu pasti merasa tidak nyaman.” Daffin lalu memegang tangan Elvira.
“Aku beneran tidak apa-apa, Mas.”
“Kita makan di tempat lain saja ya,” ajak Daffin.
“Iya, Mas.”
“Apa kamu perlu ganti pakaian dulu?”
“Tidak perlu.”
Daffin hanya terus memandanginya dengan senyum bahagia, ia sangat menyayangi Elvira dan ia tentu tidak ingin ada hal yang mengganggu kenyamanan istrinya itu.
Meski masih menyimpan duri dalam genggamannya, Daffin tetap berusaha untuk menjadi sebaik-baiknya suami untuk Elvira.
Hidupnya pun sekarang sudah jauh dari ketentraman karena ada sebuah rahasia yang terpaksa ia simpan dari istrinya, namun Daffin benar-benar sangat takut jika harus kehilangan Elvira.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Satu bulan berlalu, kehidupan pernikahan mereka terjalin sangat mesra bahkan kadang membuat Dewanti suka menggoda mereka karena saking gemasnya dengan tingkah mereka berdua.
Malam ini meja makan mereka kembali di isi oleh lengkapnya anggota keluarga tak terkecuali Nevan yang masih hadir di tengah-tengah mereka.
“Nevan, ini kamu beneran tidak akan kembali lagi ke Amerika kan?” tanya Meisya memastikan karena ia sudah sangat senang anak-anaknya selalu bisa kumpul bersama.
Meisya pun sepertinya juga mulai mengurangi kata-kata menohoknya terhadap Elvira karena melihat kehidupan Daffin yang baik-baik saja bersamanya.
“Menurut Mama?” tanya Nevan balik melempar pertanyaan.
“Apanya? Nevan sekarang bekerja denganku, anggapannya aku sedang menyewa seorang konsultan pribadi yang profesional dari Amerika. Aku harus membayarnya lebih agar dia tidak bisa kembali lagi ke sana!” celetuk Daffin terdengar kesal menyindir Nevan yang diiringi gelak tawa dari Dewanti.
“Kakak sendiri yang menawarkan ku pekerjaan kan? Aku harus profesional, masa cutiku sudah lama selesai. Jadi anggap saja aku sekarang lagi bekerja untuk Arkatama grup,” balas Nevan tanpa rasa bersalah.
“Lihatlah dia! Sekarang dia jadi sangat perhitungan seperti itu. Dia seperti merampokku, Oma,” ujar Daffin mengadu kepada Dewanti.
“Daffin, dia kan adik kamu. Berikanlah apa yang dia inginkan,” bela Dewanti terhadap Nevan.
“Sayang, bisa kah kamu membelaku?” rengek Daffin kepada Elvira terdengar manja.
“Mm, untuk urusan ini, aku rasa aku tidak bisa membela kamu, Mas. Karena Nevan juga seperti adikku, jangan lah perhitungan dengan dia, bukan kah kamu yang paling menginginkan dia agar tetap di sini? Meski kamu sering mengomelinya, tapi aku tahu kalau kamu sangat menyayanginya,” sahut Elvira.
“Kamu sudah dengar pembelaan dari kakak ipar kamu? Bersikap baiklah terhadapnya.” Daffin memperingatkan Nevan.
“Iya, Kak.”
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Di kantor Arkatama grup.
Anya menghampiri Daffin di ruangannya dan seperti biasa ia selalu mendapati sikap Daffin yang dingin terhadapnya. Tidak seperti Anya yang merasa hari-harinya menyenangkan karena masih bisa bertemu Daffin, justru Daffin malah merasakan sebaliknya.
Meski ia masih bisa menjalani hari-harinya dengan bahagia saat bersama istrinya, namun di sisi lain ia juga selalu merasa tertekan jika harus kembali mengingat kenyataan yang ada saat ada perempuan lain yang mengandung benih darinya.
Selama hari-harinya itu jua lah, ia selalu berpikir mencoba mencari jalan keluar dari permasalahan ini, namun seakan sangat sulit menemukan cara yang tepat hingga otaknya terasa menemui jalan buntu memikirkannya.
“Apa lagi yang ingin kamu katakan?” tanya Daffin dingin.
Lalu ia beranjak dari kursinya dan berpindah duduk di sofa, sementara Anya masih berdiri kaku menatapnya. Detik berikutnya ia langsung memberi Daffin selembar kertas.
“Ini laporan hasil pemeriksaan bulanan kandunganku, calon bayi kita dalam keadaan sehat,” kata Anya terdengar senang.
Daffin melihat sekilas isi kertas yang merupakan keterangan dari dokter kandungan yang memeriksa Anya.
“Daffin, bukan kah selama satu bulan ini aku bisa membuktikan janjiku jika aku tidak akan pernah mengusik keluarga kamu terutama istri kamu. Buktinya rahasia kita bisa terjaga dengan rapi tanpa membuatnya curiga sedikit pun. Tidakkah kamu bisa melihat bagaimana ketulusanku yang bersungguh-sungguh mencintai dan mengharapkan kamu?” tutur Anya kali ini terdengar lirih.
“Kamu tidak akan pernah bisa mendapatkan hatiku, aku mungkin masih bisa menghargai kamu karena kamu ibu dari anak ini. Tapi kita tidak akan pernah bisa bersama.”
“Setidaknya nikahi aku. Biarpun hanya sebagai status istri kedua dan tidak mendapat perhatian dari kamu, aku rela.”
“Anya, itu tidak akan mungkin!” tolak Daffin dengan tegas.
“Kenapa tidak mungkin? Kita akan memiliki anak, aku janji keluarga kamu tidak akan pernah mengetahui hal ini dan aku tidak apa-apa harus hidup dengan mengharap cinta dari kamu. Aku juga berjanji jika anak ini nantinya tidak akan diketahui oleh mereka, aku akan merawatnya dengan baik asal kamu mau menikahiku.”
Daffin terlihat berpikir keras sembari mencerna perkataan dari Anya.
“Coba kamu pikirkan bagaimana nanti dia akan tumbuh jika tidak memiliki status yang jelas padahal dia memiliki ayah biologisnya. Bagaimana juga mengenai aku? Apa yang bisa aku katakan kepada keluargaku? Kita melakukan kesalahan ini berdua, kenapa hanya aku yang menanggungnya sendiri.” Anya tak hentinya mencoba meruntuhkan kerasnya hati Daffin.
Sementara itu di luar pintu ruangan sudah ada Elvira yang tiba-tiba disapa oleh Sakti yang sepertinya baru keluar dari sebuah ruangan lain.
“Bu Elvira disini? Kenapa tidak ada yang memberitahu saya,” sapa Sakti.
“Aku meminta mereka tidak memberitahu kedatanganku, aku hanya ingin memberi sedikit kejutan untuk mas Daffin. Hari ini aku sudah memesan tempat khusus untuk makan siang bersamanya.”
“Oh begitu? Ya sudah, biar sekalian saya antar ke ruangan pak Daffin,” ajak Sakti yang langsung menuntunnya berjalan hingga membukakan pintu ruangan Daffin.
Hal itu membuat Daffin dan Anya sangat terkejut karena kedatangan Elvira yang tiba-tiba malah memergoki mereka berdua dalam ruangan.
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments