Baru saja Elvira masuk ke ruang rawat suaminya, alangkah terkejutnya ia saat bertemu Anya yang sudah terlebih dulu berada disana, parahnya lagi Anya sedang menyeka wajah Daffin yang langsung membuat Elvira naik darah saat melihat perempuan lain berani menyentuh wajah suaminya.
“Kamu? Apa yang kamu lakukan disini?” tanya Elvira.
“Maaf, Bu Elvira. Saya hanya membantu menjagakan pak Daffin,” kata Anya memberi alasan.
“Apa? Menjagakan? Siapa yang mengizinkan kamu?” Pertanyaan Elvira sudah terdengar tidak ramah lagi.
“Pak Nevan,” jawab Anya.
“Keterlaluan,” umpat Elvira dengan marah. Ia tak habis pikir beraninya Nevan mengizinkan perempuan lain masuk ke ruangan ini.
“Maaf, Bu Elvira sepertinya berpikir berlebihan tentang saya.”
“Kemarin kamu menangis menghadap pintu ruangan ini, apa kamu menangisi suamiku? Hari ini kamu masuk kesini dan berani menyeka wajah suamiku? Apa wajar seorang sekretaris melakukan itu?”
“Saya rasa itu hanya sebuah bentuk perhatian. Saya hanya membantu menjagakan pak Daffin di saat Bu Elvira tidak bisa melakukannya,” ujar Anya yang mulai jengah dengan sikap Elvira kepadanya.
“Apa kamu bilang? Apa kamu berpikir mau menggantikanku?”
“Saya malah heran, kenapa sepertinya Bu Elvira sangat tidak terima ya? Padahal kan selama ini Bu Elvira sama sekali tidak peduli terhadap pak Daffin.”
Mendengar perkataan tersebut membuat Elvira tertegun, ia tak menyangka jika Anya berani bicara seperti itu kepadanya.
“Kenapa? Apa yang saya katakan tadi salah? Pak Daffin sendiri yang pernah cerita ke saya, kami selama ini berhubungan cukup dekat,” kata Anya yang tersenyum kepadanya.
“Beraninya kamu bicara seperti itu kepadaku?! Kamu harusnya tahu dimana batasan kamu!” Elvira mulai naik pitam.
“Memangnya apa ada yang membedakan saya dan kamu? Kita sama-sama orang yang berada di dekat pak Daffin. Bedanya, saya mencintai pak Daffin dengan tulus. Tidak seperti kamu yang tidak pernah mencintainya, kamu mungkin menikahinya hanya karena ingin menumpang hidup enak."
“Apa kamu bilang? Mencintai suami saya?” Elvira mengernyit heran tak percaya saat terfokus pada kalimat pernyataan itu.
Perubahan raut wajah perempuan di hadapannya saat ini jelas berbeda dari pertama mereka bertemu. Anya menyeringai melihat wajah Elvira yang saat ini sedang menyimpan kemarahan.
“Mungkin tidak perlu lagi saya rahasiakan. Asal Bu Elvira tahu, saya sebenarnya memiliki hubungan khusus dengan pak Daffin dan saya sangat mencintai pak Daffin dengan setulus hati saya. Sepertinya pak Daffin juga merasa nyaman bersama saya," ungkap Anya menegaskan lagi menambah sedikit imbuhan yang membuat darah Elvira seakan mendidih.
“Apa?”
Mengetahui ada perempuan lain di sisi Daffin membuat Elvira seolah tak dapat berkata-kata lagi melainkan hanya bisa berbicara lewat matanya yang sudah mulai berair. Karena perasaannya yang sedang sensitif, ia pun percaya begitu saja.
“Maaf saya harus mengungkapkan ini kepada kamu, tapi memang ini kebenarannya. Saya tidak bisa melepaskannya.”
“Cukup!” Elvira langsung menyela ucapan Anya, tak ingin mendengar lebih jauh lagi karena hatinya yang sudah cukup terbakar saat ini.
Baru saja ia mulai membuka hati untuk suaminya, namun sepertinya langsung terpatahkan karena sebuah pernyataan perempuan itu.
Saat perasaan amarahnya memuncak seperti ini membuat Elvira tiba-tiba merasakan pusing, kenyataan pahit macam apa ini yang baru didengarnya dari Anya.
Ia tidak percaya jika Daffin selama ini mengkhianatinya, rasa sesak di dalam dadanya itu mulai tidak terkendali hingga membuatnya seperti susah untuk bernapas.
Detik berikutnya, Nevan yang sehabis menemui dokter untuk menerima hasil laporan tentang kondisi Daffin langsung terkejut melihat kondisi Elvira yang terus memegangi kepalanya dan seperti menahan rasa sakit yang tak terhingga.
“Pak Nevan,” sapa Anya.
“Apa yang terjadi?” Nevan langsung mendekat kepada Elvira untuk memeriksanya.
“Saya juga tidak tahu, tiba-tiba saja Bu Elvira seperti itu,” jawab Anya polos.
“Elvira! Apa yang terjadi? Kamu tidak apa-apa? Bukankah aku menyuruhmu untuk tetap beristirahat?” tanya Nevan mulai panik.
Lalu tanpa pikir panjang lagi ia segera mengangkat tubuh Elvira lalu berjalan setengah berlari untuk membawanya kembali ke kamar rawatnya.
“Cepat panggilkan dokter!” perintah Nevan kepada salah seorang yang berjaga di depan pintu.
...----------------...
Tidak lama kemudian Elvira mendapat penanganan dari dr. Raldy yang tadi kebetulan berada di sekitar sana karena ia juga hendak memeriksa keadaan Elvira lagi. Tampaknya Elvira sudah terlihat mulai terlelap dengan tenang.
“Dia mengalami syok, tekanan darahnya sempat menurun drastis. Untungnya sekarang sudah mulai normal kembali. Ini mungkin bisa saja terjadi karena keadaannya yang belum pulih total setelah mengalami kecelakaan, tolong pastikan tetap memperhatikan kondisinya dan biarkan dia lebih banyak beristirahat,” ujar Raldy sembari memeriksa cairan infus yang sudah terpasang kembali pada tangan Elvira.
Nevan pun mengiyakan saja dan membiarkan Raldy meninggalkan ruangan. Sementara itu Anya yang masih berada di ruangan Daffin segera berpamitan saat bertemu Sakti.
Ia tak menyangkal juga memiliki ketakutan jika sesuatu yang buruk terjadi kepada Elvira, terlebih Elvira mengalami hal itu setelah mendengar penuturannya.
...----------------...
Selang beberapa jam kemudian, Elvira mulai membuka matanya setelah terbangun dari tidurnya yang lelap. Ia mendapati dirinya yang kini terbaring dengan jarum infus yang kembali terpasang di tangannya.
"Kamu sudah bangun?” tanya Nevan yang baru menghampirinya.
“Jangan bicara denganku lagi!” tukas Elvira memalingkan wajahnya dari Nevan.
“Apa keadaan kamu sudah lebih baik sekarang?”
“Ku bilang jangan bicara denganku lagi! Keluar dari sini sekarang,” usir Elvira dengan emosi.
Nevan hanya bisa terheran melihat sikap Elvira kepadanya, tapi mengingat kondisi kesehatan Elvira saat ini membuatnya harus lebih menahan diri untuk tidak mendebatnya.
Nevan lalu pergi melihat keadaan Daffin. Saat melihat kakaknya itu, ia mengingat tadi sempat bertemu dengan dokter yang menangani Daffin dan dokter mengatakan jika belum terlihat tanda-tanda kemajuan apapun dari perkembangan kondisinya.
Bisa dikatakan saat ini Daffin dinyatakan koma. Hal ini membuatnya sangat sedih, dalam benaknya ia berharap jika kakaknya itu bisa tetap bertahan dan berjuang untuk segera bangun kembali.
...----------------...
Sedangkan Elvira yang kini hanya sendirian di kamarnya masih terlihat suntuk. Setelah menyuruh Nevan pergi, ia juga tidak mengizinkan siapapun masuk untuk mengganggunya karena ia hanya merasa ingin sendiri. Saat kembali memikirkan pengakuan Anya pada waktu itu membuatnya tidak bisa tenang.
“Mas Daffin? Perempuan itu? Tidak, tidak mungkin dia berselingkuh di belakangku.” Elvira bicara sendiri menyangkalnya sembari mengingat perlakuan Daffin selama ini kepadanya.
Jika ia ingat-ingat kembali selama ini perlakuan serta kasih sayang dan perhatian yang diberikan oleh suaminya itu harusnya tidak ada celah sedikit pun untuk Daffin bisa berselingkuh darinya.
Sulit dibayangkan, Elvira mulai merasa takut jika sebenarnya kasih sayang suaminya sudah berubah padahal saat ini ia sudah mulai membuka hati untuk mencintainya.
Tiba-tiba, pintu ruangan tersebut terbuka membuat Elvira segera menoleh.
“Oma?” Seutas senyuman mengembang di wajahnya seketika saat melihat Dewanti kini mengunjunginya.
“Hei sayang, Oma tadi habis ketemu dr. Raldy, dia menjelaskan tentang kondisi kamu tadi. Sekarang bagaimana keadaan kamu?” tanya Dewanti tampak khawatir sembari memberinya pelukan.
“Oma, kondisi aku sudah membaik kok, apalagi sekarang ada Oma disini.”
“Tapi kenapa kamu sendiri saja? Nevan kemana? Oma kan sudah menyuruhnya untuk memperhatikan kamu juga."
“Aku tidak apa-apa kok Oma, kan ada perawat yang merawatku.”
“Hmm kamu ini. Oh ya, ini Oma bawakan untuk kamu. Kamu pasti selalu mencarinya,” kata Dewanti sambil menyerahkan ponsel milik Elvira.
“Ya ampun.” Wajah Elvira semringah ketika mendapat kembali ponselnya.
“Ya anak muda zaman sekarang mana bisa lepas dari hp-nya.”
“Makasih ya, Oma. Oma memang paling mengerti,” ucap Elvira.
q
Setelah beberapa saat, Dewanti pun menyudahi kunjungan hari ini kepada cucu menantunya itu. Elvira menghela napas ketika Dewanti sudah keluar dari kamarnya.
Raut wajahnya kembali muram dengan berbagai pikiran yang berkecamuk di kepalanya. Ia berpikir keras sembari mengafirmasi diri untuk tetap tenang menghadapi situasi hatinya saat ini.
...----------------...
Sedangkan Dewanti yang baru keluar dari ruangan Elvira, kini ia menjumpai seorang wanita paruh baya yang sepertinya baru selesai dari menjenguk Daffin.
“Meisya, kamu belum menjenguk menantu kamu,” tegur Dewanti kepada wanita berpenampilan modis itu yang merupakan menantunya di keluarga Arkatama.
“Untuk apa aku menjenguknya? Aku tidak pernah menganggapnya sebagai menantuku. Dia hanya bisa membawa kesialan bagi putraku. Buktinya sekarang, Daffin masih belum juga sadarkan diri. Harusnya perempuan itu saja yang mengalaminya.”
“Jaga bicara kamu! Ini sudah berapa lama, kamu masih belum juga bisa menerima kehadirannya. Dia sudah menjadi anggota keluarga kita, dia istri yang sangat dicintai oleh Daffin.”
“Ma, sampai kapan pun aku tidak akan mau menerimanya. Bagaimana bisa keluarga terpandang seperti kita memiliki menantu dari kalangan biasa seperti dia, asal usulnya saja tidak jelas. Daffin hanya kecintaan dengannya sampai sering menentangku.”
“Meisya, apa pentingnya status sosial? Daffin sendiri yang memilihnya untuk menjadikannya istri, lagipula selama ini Elvira selalu bersikap baik dan menghormati kamu. Setidaknya kamu peduli sedikit lah tentang keadaannya sekarang, dia juga mengalami luka parah karena kecelakaan itu.”
“Aku tidak perlu melakukannya,” pungkas Meisya merasa malas menanggapi lebih jauh perkataan Dewanti.
Sejak kehadiran Elvira di keluarga mereka, ia merasa Dewanti sudah berubah dan bersikap selalu mendebat ucapannya karena Dewanti yang lebih suka membela Elvira dan bisa menerima kehadiran Elvira dengan tangan terbuka.
Berbeda dari Dewanti, Meisya masih tidak bisa menerimanya. Hanya karena memilih Elvira, Daffin bahkan sering menentangnya dan menolak mentah-mentah perjodohan yang sudah disiapkannya.
Di sisi lain, Meisya yang merasa keluarga mereka adalah keluarga kaya raya yang terpandang tidak seharusnya menerima keberadaan orang yang status sosialnya seperti Elvira yang berada jauh dibawah kasta mereka.
Selama ini Meisya hanya menginginkan menantu dari keluarga yang setara dengan mereka, tapi karena Daffin yang bersikeras memilih istrinya itu, Meisya akhirnya terpaksa menerima pernikahan mereka meski hatinya menentang keras.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Saat itu Nevan sedang minum bersama Sakti di sebuah kafe di rumah sakit tersebut. Selama kedua kakaknya menjalani perawatan pasca kecelakaan itu, Nevan termasuk yang paling sibuk ditugaskan oleh Dewanti untuk mengurus mereka dan sesekali ditemani oleh Sakti.
“Apa Oma sama Ibu Meisya masih di atas?” tanya Sakti.
“Iya,” jawab Nevan, namun sepertinya ia masih memikirkan sesuatu yang tampak mengusiknya.
“Ada apa?” tanya Sakti sembari mendekatkan minumannya.
“Apa dia juga tidak mengizinkan kamu untuk masuk ke kamarnya?” tanya Nevan.
Sakti langsung paham mengenai pertanyaan yang mengacu membahas soal Elvira itu.
“Iya,” jawab Sakti.
“Apa yang sebenarnya terjadi padanya, dia tampaknya sangat marah kepadaku.” Nevan tak habis pikir.
“Aku telah turut bersamanya dua tahun belakangan ini, menurutku dia salah satu orang yang sulit untuk ditebak,” ungkap Sakti.
Tiba-tiba Sakti mendapat sebuah pesan di ponselnya dan ia mengangkat alis usai membaca pesan singkat tersebut.
“Ada apa?” tanya Nevan penasaran.
“Benar-benar susah ditebak kan? Ini orangnya mengirim pesan memberiku sebuah perintah.”
Bersambung ...
......................
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
mama zha
semangat bestie ceritanya
2023-07-14
2
kimraina
Sekate kate yee ni wanita . . Tp klo bener sakit nyeuletit pasti 😭
2023-07-04
1
😺 Aning 😾
Aduh duhhh... gak bisa bayangin aku. sakitnya seperti apa.
2023-06-06
1