Perempuan itu melempar senyum ke arah Elvira dan segera menambah langkah untuk menghampiri.
“Bu Elvira,” sapanya dengan ramah.
“Kamu?” Elvira ingat pernah melihatnya beberapa kali berada di kantor suaminya.
Karena jarang mau mengurusi pekerjaan Daffin, Elvira memang tidak mengetahui siapa saja orang yang bekerja dengan suaminya, kecuali Sakti si asisten pribadi sekaligus orang kepercayaan Daffin.
“Saya Anya, sekretarisnya pak Daffin.” Perempuan cantik yang memiliki rambut panjang itu memperkenalkan diri.
“Oh, sekretaris? Ada urusan apa?” tanya Elvira.
“Saya hanya ingin mengetahui bagaimana perkembangan kondisi pak Daffin, Bu.”
“Lalu kenapa belum masuk?”
“Saya kebetulan baru saja sampai,” jawab perempuan yang bernama Anya tersebut.
Tiba-tiba pandangan Elvira teralihkan oleh Nevan yang baru datang entah darimana.
“Ada urusan apa?” tanya Nevan kepada Anya.
“Saya Anya, sekretaris pak Daffin. Saya mau mengetahui perkembangan kondisi pak Daffin karena sejak pak Daffin kecelakaan banyak sekali pembatalan dan perubahan jadwal pertemuan dengan beberapa rekan bisnisnya,” ujar Anya menjelaskan.
"Nanti kita bahas," sahut Nevan.
Lalu ia mengalihkan pandangan kepada Elvira. “Kamu kenapa keluar? Bukan kah sudah kuingatkan untuk tidak meninggalkan ranjang rawat kamu."
“Aku hanya ingin menemui suamiku,” jawab Elvira santai.
“Suster, tolong antar Ibu Elvira kembali ke ruang rawatnya,” pinta Nevan, dan langsung diiyakan oleh perawat tersebut.
...----------------...
Sebuah pintu ruangan terbuka dan ada seorang yang masuk membuat perhatian Elvira teralihkan. Masih berada di kursi rodanya sejak tadi kembali ke kamar rawatnya, ia menoleh dan sudah ada Raldy yang datang sepertinya mau memeriksa keadaannya.
“Kamu sendirian? Bagaimana keadaan kamu hari ini? Sudah merasa jauh lebih baik?” tanya Raldy dengan ramah tanpa menghilangkan senyuman.
“Aku merasa bosan disini, Kak,” ujar Elvira menyahut dan membuat pria itu menatapnya lagi. Sungguh ia terkesan karena Elvira tidak pernah melupakan panggilan itu untuknya.
Raldy kembali melempar senyuman seraya berkata, “Lama tidak bertemu. Senang bisa bertemu kamu lagi, sepertinya kamu hidup dengan baik sejauh ini.”
“Aku juga senang bisa bertemu Kak Raldy lagi.”
Raldy berjongkok dan mensejajarkan posisi dengan Elvira. “Syukurlah kamu bisa melewati masa-masa kritis kamu setelah kecelakaan itu, kamu bertahan dengan sangat baik.”
“Bagaimana kabar Ibu dan Kak Asty?” tanya Elvira tiba-tiba, kali ini dengan raut wajah yang sendu kala mengingat dua nama itu.
Sejak mengambil keputusan untuk menikah dengan Daffin, Elvira memutuskan hubungan dengan ibu dan kakaknya itu. Elvira berpikir karena hal itu mereka mungkin akan sangat membencinya dan sudah melupakan semua tentangnya.
Raldy adalah orang yang paling dekat dengan keluarga mereka, ia menjalin pertemanan dengan Asty—kakaknya Elvira sejak bertahun lamanya dan sedikit banyaknya Raldy mengetahui tentang yang terjadi pada keluarga mereka.
Raldy bahkan mengetahui selama ini tidak pernah tercipta hubungan yang baik antara Elvira dan ibunya.
“Mereka baik-baik saja. Apa kamu tidak ada niatan untuk menjenguk ibu Widya? Sekitar satu mingguan yang lalu ibu kamu dirawat disini karena maagh akut yang dideritanya.”
“Ya ampun, ibu. Apa dia tidak pernah memperhatikan kesehatannya.” Elvira sangat terkejut sekaligus sedih mendengarnya.
Ia pergi bukan untuk melupakan mereka, tapi ada hal yang benar-benar membuatnya merasa harus meninggalkan serta hidup jauh dari mereka serta membiarkan mereka terus membencinya.
Elvira kini merasa benar-benar sangat jauh dengan keluarganya itu. Meski ia telah mengetahui sebuah kebenaran tentang mereka, ia tetap tidak bisa semudah itu menghilangkan mereka dari hidupnya. Apalagi mendengar kabar jika ibunya sempat sakit sungguh membuat batinnya merintih karena mengkhawatirkan keadaannya.
“Kalau kamu ada waktu, sesekali jenguk lah kesana. Aku yakin, mereka juga sangat merindukan kamu meski mereka tidak pernah menghubungi kamu. Aku juga yakin mereka sebenarnya hanya menahan diri sama seperti kamu.” Raldy menyarankan.
“Aku bahkan tidak tahu apakah aku masih pantas memunculkan diri di hadapan mereka, aku hanya ingin mereka melupakanku,” lirih Elvira sembari menahan genangan air di sudut matanya.
Seseorang baru membuka pintu ruangan dan terlihat Nevan masuk namun ia dikejutkan dengan pemandangan di depannya antara dua insan tersebut yang tampak akrab.
Raldy segera membawa diri untuk berdiri dan menyapanya, sedangkan Elvira buru-buru menyeka air matanya sembari membuang muka. Merasa sudah cukup memeriksa pasiennya, Raldy segera permisi.
“Kamu sudah selesai dengan sekretaris itu?” tanya Elvira basa basi.
“Iya, aku kesini hanya memastikan kamu sudah berada di kamar rawat kamu. Istirahat lah, bukannya kata dokter kamu harus banyak istirahat.”
“Nevan, aku bosan berada disini. Aku ingin jalan-jalan,” ujar Elvira.
“Nanti saja.” Nevan lalu mendekat ke arahnya, ia menatap Elvira dengan penuh selidik. “Kamu mengenal dekat dokter itu?”
“Tidak juga," jawab Elvira singkat.
Namun detik ini ia melihat pandangan Nevan penuh selidik terhadapnya, Elvira berpikir akan mengaku saja. "Hanya saja aku memang mengenalnya.”
“Oh ya? Kenapa aku melihatnya agak berbeda?” Nevan masih belum puas dengan jawaban kakak iparnya itu.
“Aku memang mengenal baik dengannya. Kami sudah mengenal sejak lama sebelum aku menikah dengan kakak kamu."
“Aku tahu kamu tidak mencintai kak Daffin.” Sorot mata pria berwajah tampan itu kini menatapnya dengan tatapan sangat dingin. “Bukan berarti kamu bebas bersama pria lain.”
“Aku tidak ada hubungan apa-apa dengannya selain hanya sebatas mengenal.” Elvira menegaskan.
Namun Nevan segera meninggalkannya tanpa peduli penegasan dari Elvira.
"Apa? Dia bicara seolah paling tahu tentang hubunganku dengan mas Daffin." Elvira menggumam sendiri sembari melirik ke arah pintu yang sudah tertutup kembali.
...----------------...
Hari kembali berganti.
Hari ini Elvira merasa kondisinya sudah jauh lebih baik. Sambil duduk di kursi roda, yang ia memperhatikan ke arah pria yang baru selesai menyimpan ponselnya sehabis menerima panggilan.
Dari yang Elvira dengar dari kejauhan, sepertinya pria itu baru saja membahas mengenai urusan pekerjaan di kantor.
Sakti, dia adalah orang kepercayaan Daffin sekaligus merupakan teman dekat Daffin karena kebersamaan mereka yang sudah lama terjalin. Sejak Daffin di rumah sakit, dia adalah orang yang paling sibuk mengurus pekerjaan di perusahaan. Dia termasuk orang yang turut dekat dengan Elvira dan paling tahu bagaimana dulu Daffin berusaha mendapatkan Elvira.
“Sakti,” panggilnya.
“Iya, Bu.”
“Kamu sudah sarapan?” tanya Elvira.
“Belum, Bu. Nanti saja.”
“Kamu saparan saja. Aku tidak apa-apa sendirian."
“Tapi Bu.”
“Tidak apa-apa, kamu bersantai saja sambil sarapan. Jangan sampai kamu sakit karena kelelahan berjaga disini, kamu kan juga masih harus mengurus beberapa urusan di perusahaan.” Ucapan Elvira nyaris terdengar sebagai bentuk perhatian.
Akan tetapi ia juga sebenarnya mencari cara agar bisa segera keluar dari ruangan ini. Karena ia sudah tahu pasti jika saat ini Sakti dalam menjalankan perintah dari Nevan yang selalu saja melarangnya keluar dari ruangan ini yang bagi Elvira sungguh membuatnya bosan.
“Baik, Bu. Tapi Bu Elvira tidak apa-apa, kan?” Sakti kembali ingin memastikan.
“Iya, Sakti. Sana, pergilah makan yang banyak.”
Elvira tersenyum lebar sesaat setelah batang hidung Sakti sudah tidak terlihat lagi oleh pandangannya. Elvira hendak menggerakkan sendiri kursi rodanya akan tetapi terasa sedikit kesusahan karena masih ada selang infus di tangannya.
Ia lalu menatap kesal ke arah tiang penyangga kantong infus di sampingnya yang sebenarnya tidak bersalah. Karena ia hendak kabur dari sini, Elvira langsung saja melepas jarum infus yang melekat ditangannya dengan penuh hati-hati, ia mendesis sakit karenanya.
...----------------...
Sementara itu Anya hari ini kembali menjenguk bosnya sedang berada di ruang perawatan, datang dengan dalih mengantarkan beberapa berkas perusahaan yang dipinta oleh Nevan kemarin.
Ia sangat senang bisa melihat Daffin bahkan saat ini ia sedang membantu menyeka wajah Daffin dengan sebuah handuk kecil untuk membuat kulitnya tetap bersih.
“Kamu tahu, Daffin. Meski hubungan kita bagi kamu hanya untuk sesaat, aku tidak bisa semudah itu melupakan apa yang pernah terjadi diantara kita. Sulit sekali melepaskan kamu begitu saja,” ungkap Anya seolah sedang bicara kepada Daffin meskipun ia sadar jika Daffin tak dapat mendengarnya.
Anya menghela napas dan menyeka air matanya yang mau menetes. Ia teringat akan manisnya senyuman Daffin ketika sedang menatapnya juga perlakuan Daffin yang sangat lembut kepadanya.Akan tetapi ia tidak menyangka jika sikapDaffin akan berubah secepat itu.
Saat bekerja pun, Daffin hanya memeperlakukannya layaknya seorang karyawan biasa hingga Daffin tidak pernah mau bicara dengannya diluar tentang pekerjaan.
Anya mengambil ponselnya dan membuka sebuah ruang obrolan pribadinya dengan Daffin, terlihat banyak sekali pesan yang di kirimkannya selama ini namun seakan tidak berarti apapun bagi Daffin, bahkan lelaki itu tidak pernah mau untuk membalasnya setelah memutuskan hubungan mereka secara sepihak.
Anya tersenyum sinis melihat rentetan pesan miliknya yang tak berbalas di ruang obrolan pesan tersebut, ia tak ubahnya seperti seorang peneror yang mengganggu Daffin.
Namun ia baru menyadari sesuatu, mengingat jika hari itu berdasarkan info adalah hari di mana Daffin dan Elvira mengalami kecelakaan, Anya tertegun sejenak melihat isi pesannya yang terkirim pada jam yang berdekatan dengan kejadian itu.
Anya lalu memandang lagi ke arah Daffin dan menyesali tindakannya, ia benar-benar tidak tahu jika saat itu Daffin sedang dalam perjalanan. Ia hanya dapat kabar jika Daffin mengambil cuti dua hari untuk pergi berlibur dengan istrinya dan itu membuat Anya sangat kesal.
Anya kembali menyimpan ponselnya, ia berharap jika teror telepon dan pesan darinya waktu itu sama sekali tidak ada kaitannya dengan penyebab kecelakaan Daffin. Anya lalu menghela napas sejenak untuk menenangkan diri dan meneruskan untuk menyeka wajah Daffin dengan penuh kelembutan dan kasih sayang.
Tak berselang lama Elvira sudah tiba di kamar Daffin. Ya, tujuan awalnya ketika keluar dari kamarnya hanyalah pergi melihat suaminya.
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
mama zha
mampir say
2023-06-25
1
Author DE LILAH
bener daffin... jgn mau diperbudak kapital wkwkw
2023-05-30
1
Berbieliza
aku udah mmpir
2023-05-26
1