Dewanti mendelik saat memeriksa beberapa dokumen laporan perusahaan yang dibawakan oleh Sakti hari ini kepadanya.
Meski sudah lama tidak ikut andil dalam mengurus kerajaan bisnis keluarga ini sejak kepergian suaminya, namun Dewanti tetap menjadi yang paling berwenang karena perannya sebagai pemilik sekaligus pimpinan tertinggi di perusahaan yang selama ini ia wakilkan kepada putranya hingga kini dipegang oleh cucunya, Daffin.
“Ada banyak sekali proyek yang harus Daffin kerjakan, sementara orang yang terpenting di perusahaan seperti dia saat ini masih terbaring di rumah sakit.” Dewanti menghela napas berat.
Selain keadaan cucunya yang ia khawatirkan, ia juga harus memperhatikan kondisi perusahaannya.
“Kita akan tunggu beberapa hari untuk melihat kondisi Daffin, baru saya akan mengambil keputusan,” ujar Dewanti kepada Sakti.
“Oma.” Nevan tiba-tiba datang dan duduk di sampingnya.
“Nevan, kamu mau pergi ke rumah sakit?”
“Iya Oma. Sebenarnya ada yang ingin aku sampaikan kepada Oma.”
Lalu Dewanti mendengarkan penuturan dari Nevantentang beberapa keterangan dokter yang menyatakan kondisi Daffin mengalami koma.
Mata Dewanti langsung berkaca-kaca saat mendengarnya, Nevan yang melihatnya merasa tidak tega. Ia tahu omanya sangat menyayangi Daffin, tapi ia harus menyampaikan kenyataan ini. Nevan pun memegang erat tangan Dewanti untuk memberi dukungan moral.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Beberapa hari kemudian.
Dewanti ditemani Sakti dan beberapa orang lainnya memasuki lobby kantor perusahaan Arkatama grup, kehadirannya yang sudah cukup lama tidak mengunjungi gedung ini cukup menggemparkan jajaran dewan direksi perusahaan karena tiba-tiba menyuruh mereka berkumpul.
Usianya boleh dikatakan tua, tetapi tidak dengan semangat dan aura kondisi tubuhnya yang tetap bugar. Orang-orang yang melihat kehadirannya pun masih bisa merasakan aura kepemimpian yang dimilikinya.
Memasuki ruangan yang telah disediakan, Dewanti selaku pimpinan tertinggi dan pemilik perusahaan menemui mereka semua yang sudah tiba lebih awal. Dewanti lalu berdiri di atas podium dan menyampaikan beberapa hal, terutama mengenai kondisi CEO mereka.
“... Setelah menunggu kurang lebih lima belas hari ini, belum juga ada perkembangan kondisi dari Daffin Arkatama, tidak ada kepastian kapan dia akan bangun dari masa komanya. Untuk itu, segala sesuatu yang berkaitan dengan urusan perusahaan sementara akan saya pegang secara langsung.”
Setelah memberi pernyataan, Dewanti langsung meninggalkan ruangan tersebut yang saat ini dipenuhi oleh keriuhan dari para orang di dalamnya karena kabar yang mengejutkan tentang keadaan CEO mereka tersebut.
...----------------...
Saat ini Dewanti sedang berada di ruangan CEO, ia memeriksa beberapa dokumen yang biasa ditujukan kepada Daffin.
Meski usianya kini tidak lagi muda dan tidak enerjik seperti dulu, ia masih bisa mengatasi beberapa masalah yang terjadi terkait pekerjaan. Tiba-tiba Sakti dan Anya masuk dengan membawakan beberapa dokumen untuknya.
“Ini laporan yang Ibu minta,” kata Sakti yang langsung meletakkannya di atas meja.
“Kamu sekretaris Daffin?” tanya Dewanti kepada Anya yang terlihat gugup saat melihat wibawa Dewanti.
“Iya, Bu,” jawab Anya.
Perasaannya saat ini sangat tidak karuan karena merasa tidak ada apa-apanya dibanding dengan keluarganya Daffin, apalagi saat ini ia melihat wajah Dewanti yang sangat serius.
Ia terus memikirkan bagaimana jika wanita tua ini mengetahui tentang hubungannya dengan Daffin, belum lagi Meisya sudah mengetahui hal ini.
Sebuah pintu ruangan baru terbuka dan semuanya mengalihkan perhatian ke arah sana, rupanya Nevan yang baru datang segera masuk untuk bergabung bersama Dewanti.
Nevan tampak melihat ke arah Anya sebentar dan ia masih tidak menyangka jika kakaknya bisa memiliki hubungan khusus dengan perempuan ini.
“Nevan, syukurlah kamu sudah datang,” sapa Dewanti.
“Maaf ya Oma, aku tadi baru dari rumah sakit.”
“Iya, tidak apa-apa. Sini, coba kamu periksa beberapa dokumen ini. Oma mau minta pendapat kamu.”
“Iya Oma.”
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Di kediaman keluarga Arkatama.
Elvira yang sedang sendiri tiba-tiba tersadarkan akan kehadiran Dewanti yang baru pulang.
“Elvira, bagaimana keadaan kamu?” tanya Dewanti.
“Aku merasa sudah sangat sehat, Oma. Loh, Oma tadi pergi ke kantor?” Elvira penasaran karena melihat Dewanti memakai pakaian formal.
“Iya, kamu tahu sendiri kan tentang kondisi Daffin saat ini. Bagaimanapun Oma harus memastikan pekerjaannya tetap berjalan lancar. Oma juga jadinya bisa bernostalgia di kantor, ingat masa-masa dulu waktu masih mengurus perusahaan.”
“Tapi Oma jangan sampai kelelahan loh.”
“Kamu tidak perlu khawatir, ada Nevan yang turut membantu Oma di perusahaan sekarang. Oh ya, Oma tinggal ke kamar dulu ya. Oma merasa sangat gerah, mau mandi.” Dewanti pun segera melangkah kembali menuju kamarnya.
Elvira yang masih menyimpan gundah di hatinya masih menyesali akan keadaannya yang menyedihkan seperti ini. Ia bahkan tidak bisa menjaga dan merawat suaminya yang sedang terbaring di ranjang sakit.
“Aku harus kembali bisa berjalan,” gumam Elvira sendiri. Lalu ia mencoba berdiri walau masih saja terasa susah.
“Ayolah, aku sudah pernah melakukannya beberapa kali.” Elvira menyemangati diri sendiri.
Selanjutnya ia bertekad untuk bisa berjalan setelah berhasil menapakkan kaki di lantai. Elvira berpegangan pada sebuah meja yang ada di dekatnya dan ia mulai melangkah perlahan, akan tetapi karena kakinya masih saja terasa sakit untuk berjalan.
Ia pun hilang keseimbangan dan tidak sengaja menyenggol sebuah guci keramik yang ada di atas meja tersebut. Hasilnya Elvira jatuh bersama benda tersebut, ia mendapati tangan kirinya terluka akibat terkena serpihan tajam benda itu.
...----------------...
Nevan yang saat itu sudah ikut pulang bersama Dewanti kebetulan berada di sekitar sana sambil bicara di telepon tiba-tiba dikejutkan oleh suara dari sebuah sisi bagian rumah, terdengar seperti suara benda yang pecah jatuh ke lantai.
Nevan buru-buru menutup teleponnya dan segera mendekat mencari lokasi sumber suara, ternyata sudah ada Elvira yang terjatuh di lantai di antara serpihan pecahan keramik yang berserakan di sekitarnya.
“Kak Elvira,” gumam Nevan tampak khawatir, lalu ia segera berlari menghampirinya.
“Dasar tidak berguna!” cecar Elvira terhadap dirinya sendiri, ia pun terisak karena meratapi keadaanya.
“Kamu tidak apa-apa?” suara Nevan yang baru datang mengejutkannya.
Melihat tangan Elvira mengeluarkan darah ia pun dengan sigap membantu mengangkat tubuh Elvira dan membawanya ke sebuah sofa.
“Ya ampun, Nyonya Elvira!” teriak Mirah yang baru datang melihatnya.
“Bibi, tolong bantu bersihkan itu ya,” pinta Nevan.
“Baik Tuan.”
“Tunggu di sini sebentar.” Nevan pergi meninggalkannya sebentar lalu kembali lagi dengan membawa sebuah kotak obat.
Kemudian ia membantu membersihkan cairan merah di tangan Elvira dan mengoleskan obat luka hingga membalutkan perban.
Nevan terheran karena dari awal ia membersihkan luka tersebut, Elvira tampak sama sekali tidak kesakitan dan tidak menunjukkan reaksi apapun selain hanya berdiam diri padahal luka di telapak tangannya itu cukup banyak.
“Kamu tidak apa-apa kan? Harusnya ini cukup sakit.” Nevan merasa khawatir.
“Aku tidak apa-apa, terima kasih,” jawab Elvira.
“Oke.” Nevan segera berdiri hendak mengembalikan kotak tersebut ke tempat asalnya.
“Nevan, tunggu!” tahan Elvira.
“Ya?”
“Apa hari ini kamu ke rumah sakit lagi?”
“Iya, mungkin aku akan menginap di sana malam ini.”
“Aku ikut!” pinta Elvira.
“Kenapa? Apa kamu merasa tidak tenang?”
“Aku hanya terus kepikiran dengannya.”
“Kamu tenang saja, aku juga tidak akan mengizinkan perempuan itu untuk menemui kak Daffin. Apa kamu merasa bisa lebih tenang sekarang?” ujar Nevan seperti memahami keinginan Elvira.
“Sebenarnya bukan hanya itu, aku hanya merindukan ingin bertemu dengannya.”
“Oma pasti tidak akan mengizinkan. Oma kan sudah bilang agar kamu tetap fokus pemulihan kamu sendiri.”
“Aku sudah merasa jauh lebih baik.”
“Kamu baru kehilangan cukup banyak darah,” ledek Nevan melirik ke tangan Elvira yang sudah dibalut perban.
“Astaga, ini bukan apa-apa.”
“Tapi kalau Oma melihatnya, Oma pasti akan sangat panik. Tetaplah di sini, aku yang akan menjaga kak Daffin,” pungkasnya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Malam itu Nevan duduk sendiri di sebuah kursi lorong rumah sakit. Ia nampak lelah namun masih berusaha terjaga. Nevan sejenak menekuk wajah merenungkan tentang keadaan kakaknya yang belum juga sadarkan diri, belum lagi tentang kehadiran Anya yang menguak rahasia hubungannya dengan Daffin yang membuat keadaan jadi runyam.
Tiba-tiba seseorang menghampirinya dan membuatnya menoleh.
“Mau minum?” tanya Raldy yang memberikan sebuah minuman kaleng untuknya.
“Tadi aku membeli dua,” kata Raldy yang sekarang ikut duduk di sebelahnya. Kebetulan hari ini ia shift malam.
“Terima kasih,” ucap Nevan sambil mengambil minuman itu lalu menenggaknya.
“Bagaimana keadaan pak Daffin?” tanya Raldy.
Nevan hanya menggelengkan kepalanya mengisyaratkan belum ada perubahan. Akan tetapi Nevan malah jadi penasaran terhadap pria di sebelahnya ini.
“Ngomong-ngomong, kamu sepertinya kenal baik dengan kakak iparku. Aku dengar kalian sudah lama saling kenal.”
“Iya, kami memang sudah lama saling mengenal dan berteman dengan baik,” jawab Raldy dengan pembawaannya yang tenang.
“Apa kamu tertarik dengannya? Aku hanya ingin meluruskan kesalahpahamanku terhadap kamu.”
Raldy tertawa kecil mendengar pertanyaanNevan tersebut.
“Menurut kamu? Ayolah, siapa yang tidak tertarik dengan perempuan cantik seperti Elvira? Pria normal mana saja pasti akan tertarik dengannya,” gurau Raldy. Ia lalu menyadari wajah Nevan yang masih tampak serius.
“Jangan salah paham, kami hanya berteman baik. Aku juga tahu jika dia mencintai suaminya, sepertinya tidak akan ada tempat lagi untuk orang lain di hatinya. Aku hanya salah satu penggemarnya.”
Nevan menatapnya dengan heran sebelum akhirnya dikejutkan oleh Sakti yang sedang berlari terbirit-birit mencari keberadaannya.
“Sakti, ada apa?” tanya Nevan yang melihat Sakti sedang dalam keadaan terengah-engah.
“Aku menelepon berkali-kali tapi tidak kamu jawab. Pak Daffin ...” Sakti menahan ucapannya karena sambil mengatur napas.
“Kenapa dengan kak Daffin?” tanya Nevan mulai panik. Pikirannya sudah kemana-mana takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
“Apa terjadi sesuatu?” Raldy turut penasaran.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments