Anya baru sampai di sebuah restoran tempat di mana ia ada janji untuk menemui seseorang hari ini setelah tadi mendapat pesan di telepon.
Setelah menemukan keberadaan orang tersebut, ia langsung merasa gugup karena yang dia temui saat ini adalah Meisya. Beberapa tahun bekerja di Arkatama grup membuat Anya sedikit banyaknya mengenali anggota keluarga itu.
“Kamu mengenal saya bukan?” tanya Meisya.
“I-iya, Bu Meisya,” jawab Anya terbata seperti sudah tahu akan kesalahannya.
“Saya akan langsung saja, kamu bisa jelaskan ini?” Meisya memperlihatkan sebuah foto yang ia letakkan di atas meja.
Mata Anya langsung terbelalak sempurna saat mengetahui itu adalah foto dirinya dan Daffin. Ia tidak menyangka bisa ketahuan mamanya Daffin secepat ini.
“Saya ...” Anya sangat ragu ingin mengatakan yang sebenarnya.
“Kamu punya hubungan khusus dengan putra saya?” tanya Meisya lagi memastikan.
“Maafkan saya, Bu. Saya sudah lancang.” Anya sudah mulai gemeteran takut ia akan dimarahi habis-habisan.
“Sejak kapan? Berapa lama kamu berhubungan dengan putra saya?”
“Sebenarnya itu hanya hubungan singkat yang terjalin karena kami sering pergi bersama saat keluar kota untuk pekerjaan.”
“Lalu?”
“Maafkan saya, Bu. Saya menyimpan perasaan yang mendalam kepada pak Daffin, maaf karena saya telah lancang mencintainya,” ungkap Anya.
“Apa Elvira sudah mengetahui hal ini?”
“Iya, Bu.”
“Jadi dia sudah tahu.” Meisya tersenyum sinis mendengarnya.
Ia tak menyangka jika menantunya itu sudah mengetahui hal ini dan belum mengungkapkan apapun.
Tapi ia cukup merasa lega karena hal itu berarti Dewanti juga belum mengetahui hal ini, bisa bahaya jika Dewanti sampai mengetahuinya. Mama mertuanya itu pasti akan sangat kecewa dan marah besar karena cucunya telah melakukan perbuatan yang dianggap sangat tidak terpuji di keluarga mereka itu.
“Kamu tahu kan betapa memalukannya ini? Beraninya kamu memotret saat kalian bersama dan menerornya dengan terus mengiriminya pesan, kenapa kamu terus mengejarnya?!”
“Maafkan saya, saya hanya tidak bisa melepaskannya. Saya sangat mencintainya, saya rasa wajar saya ingin bersamanya. Saya hanya mencoba memberikan apa yang tidak bisa diberikan oleh istrinya,” jawab Anya membela diri.
“Apa maksud kamu?” Meisya penasaran.
Anya merasa jika sepertinya Meisya tidak mengetahui bagaimana sebenarnya hubungan Daffin dan Elvira selama ini. Anya mulai berpikir mengambil kesempatan karena ia tidak mau sepenuhnya disalahkan dan dianggap mengganggu rumah tangga Daffin dan Elvira.
“Istrinya tidak pernah mencintainya walau pak Daffin sangat mengharapkan cintanya, karena itu saya berpikir dia mencari pelarian,” ungkapAnya.
“Keterlaluan! Apa sebenarnya yang dia rencanakan. Memangnya dia siapa berani melakukan hal itu kepada putraku, putraku sanggup memberikan semua yang dia miliki.” Suara Meisya terdengar kecewa dan marah.
“Dia bahkan sanggup menentangku hanya karena perempuan itu,” lirih Meisya dalam hatinya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Elvira yang saat itu sedang berada di ruang kerja suaminya berharap menemukan sesuatu. Setelah berpikir keras, ia memilih untuk menyembunyikan masalah perselingkuhan Daffin dan Anya, ia tidak ingin Dewanti dan Meisya mengetahuinya.
Akan tetapi saat terpikir untuk menemukan ponsel milik Daffin, Elvira tidak melihatnya bahkan ia mencoba mencari ke berbagai sudut tempat tersebut ia tetap tidak bisa menemukannya.
Merasa tidak menemukan apapun, Elvira yang masihbergantung dengan kursi rodanya langsung keluar dari ruangan tersebut.
Ia menghela napas sejenak lalu membawa dirinya ke sebuah pojok ruangan hingga ia sampai di depan kolam renang.Ia menatap ke arah langit malam yang gelap, hanya ada terlihat sedikit bintang.
Pikirannya masih saja tidak bisa lepas dari memikirkan Daffin yang kini masih berada di ruang perawatan rumah sakit.
Saat itu Meisya yang baru pulang ke rumah melihat keberadaan menantunya itu. Masih dengan rasa marahnya, Meisya lalu menghampirinya.
“Mama,” sapa Elvira.
“Kamu, apa sebenarnya yang sedang kamu rencanakan? Beraninya kamu memperlakukan putraku seperti itu?! Apa kamu merasa hebat karena telah menaklukkan putraku hingga dia kehilangan akal karena cintanya kepada kamu?!” Meisya mengeluarkan segala amarahnya begitu saja.Ia lalumenghela napas dengan kasar melihat Elvira bungkam menerima api amarah darinya.
“Harusnya dari awal aku sudah tahu tujuan kamu yang sebenarnya. Aku sempat tertipu dengan kepolosan wajah kamu, aku pikir tidak akan terlalu jadi masalah saat kamu menikahi Daffin memang karena kamu mencintainya, ternyata kamu benar-benar penipu handal.”
“Ma, aku ...” Suara Elvira terdengar lirih mencoba menjelaskan sesuatu, akan tetapi Meisya sepertinya tidak akan membiarkannya membela diri sedikitpun.
“Kamu sadar betapa selama ini kamu hanya bertahan karena rasa cinta Daffin, kamu bisa memiliki semua kekayaan serta kehormatan karena cinta dari Daffin. Apa itu sebabnya kamu mulai ketakutan saat mengetahui jika perasaan Daffin juga bisa berubah terhadap kamu?!”
Meisya menyadari tatapan mata Elvira yang sangat terkejut karena ia sudah mengetahui semuanya. Lalu Meisya melempar selembar fotopada Elvira, foto yang sama dengan yang diperlihatkan oleh Anya waktu itu.
“Kenapa? Apa yang terjadi pada ekspresi wajah kamu? Apa ada sesuatu yang kamu pikirkan tentang foto itu?” Menghadapi lemparan pertanyaan itu membuat Elvira seakantak bisa menjawabnya.
“Kamu pikir aku belum tahu kalau ternyata Daffin memiliki perempuan lain? Kamu tahu itu artinya apa? Perasaan cinta Daffin mungkin sudah berubah dan berpaling dari kamu. Bersiaplah untuk keluar dari kehidupan putraku. Ingat, kamu bukan apa-apa tanpa cinta dari Daffin. Kamu yang harusnya berlutut dan memohon cintanya! Beraninya kamu memanfaatkan perasaan putraku yang tulus,” pungkas Meisya sebelum akhirnya ia meninggalkan Elvira sendiri.
Perkataan dari mama mertuanya itu sungguh sangat menyakiti hati Elvira ditambah lagi saat melihat kembali foto itu, kekecewaan dan kebencian yang mulai merasuk rasanya tidak bisa terbendung lagi.
Elvira yang merasa tidak bisa lagi mengendalikan diri akhirnya meneteskan air mata, ia menangis sesenggukan sambil meremas foto tersebut dengan kuatmenyesalkan kenapa ini harus terjadi di saat hatinya sudah terbuka sepenuhnya untuk Daffin.
“Kak Elvira?” terdengar sebuah suara memanggilnya dengan penuh rasa khawatir.
Ternyata Nevan yang baru pulang ke rumah malam ini melihatnya menangis sendiri.
“Kamu kenapa?” Nevan mendekat ke arahnya lalu menyadari ada sebuah kertas yang sedang dipegang Elvira, ia lantas mengambilnya dan melihat foto tersebut.
“Apa-apaan ini?” Nevan sangat terkejut melihatnya.
Akan tetapi saat ini lebih ingin memperhatikan keadaan kakak iparnya itu yang sepertinya sangat pilu.
Nevan merasa bingung saat menghadapi seorang perempuan tengah menangis seperti ini, ia tidak tahu harus berbuat apa. Nevan pun mencoba hendak membelai kepala Elvira akan tetapi ia merasa sangat ragu untuk melakukannya.
“Aku tidak apa-apa,” sahut Elvira tiba-tiba membuat Nevan segera menjauhkan tangannya.
“Kamu malam ini tidur di rumah? Apa Sakti yang menjaga mas Daffin?” tanya Elvira lagi yang kini sudah menyeka air matanya.
“Iya. Ini sudah malam, kenapa masih berada di luar?”
“Aku akan masuk sekarang,” ujar Elvira menghindari pembicaraan lebih lanjut.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Keesokan paginya.
Dewanti menghampiri Meisya dan Nevan yang sudah duduk bersama di meja makan menikmati sarapan mereka.
“Loh Nevan? Kamu pulang ke rumah rumah? Oma sampai tidak tahu,” sapa Dewanti.
“Iya, Oma. Aku datang tadi malam, mungkin saat Oma sudah di kamar,” sahut Nevan.
“Bagaimana perkembangan kondisi Daffin?” tanya Dewanti sembari ikut duduk bersama.
Nevan hanya menjawabnya dengan menggelengkan kepala mengisyaratkan jika belum ada perkembangan yang signifikan pada kondisi kakaknya.
“Ya Tuhan, kenapa kamu harus mengalami semua ini Daffin,” gumam Dewanti tampak sedih.
“Kita terus berdoa saja ya, Oma.”
“Iya Nevan. Oh ya, Bi Mirah!” panggil Dewanti ketika melihat keberadaan Mirah di sekitar mereka.
“Iya, Nyonya?” sahut wanita itu.
“Apa Elvira belum keluar dari kamarnya?”
“Belum ada, Nyonya.”
“Dia harus memperhatikan makannya. Kamu antarkan saja sarapan untuknya, pastikan dia makan dan meminum obat yang sudah diresepkan dokter.”
Mendengar perintah dari Dewanti, Mirah langsung bergegas mengerjakannya.
“Mama kenapa sih? Tidak perlu lah berlebihan memperhatikannya,” sahut Meisya marah.
“Kamu yang kenapa? Wajar kan Mama memperhatikannya? Dia juga cucu Mama, menantu kamu. Kamu sendiri bagaimana? Apa bisa kamu memperhatikannya walau sedikit saja? Kamu bahkan tidak mau menjenguknya saat di rumah sakit.”
“Untuk apa aku memperhatikannya? Menantu apanya? Dia menantu yang tidak pernah ku harapkan.”
“Meisya!”
“Aku mau pergi dulu,” pungkas Meisya lalu ia segera meninggalkan tempat tersebut.
“Mama kamu selalu saja begitu, Nevan. Menghadapinya memang perlu kesabaran yang ekstra. Beruntung, kakak ipar kamu tetap bertahan di rumah ini padahal Oma yakin dia juga menyimpan kesedihannya sendiri saat menghadapi mama kamu,” ungkap Dewanti.
“Iya, Oma.”
...----------------...
Saat itu Elvira masih berada di kamarnya, ia duduk di tempat tidur sambil memandangi ke arah foto pernikahannya dengan Daffin yang ada di dinding kamar.
Ia tak hentinya merutuki diri sendiri kenapa disaat dirinya sudah mulai mencintai sumainya, kenyataan pahit ini harus datang kepadanya.
“Harusnya aku tidak perlu membuka hati untuk kamu, akan lebih susah melepaskan kamu di saat perasaanku sudah semakin dalam,” gumamnya sendiri sembari memandang wajah Daffin pada bingkai foto dengan nanar.
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
😺 Aning 😾
klu in sduah berat El...
namanya mundur wez kadong ajor... maju wz kadong tatu 😭
2023-06-17
1