Elvira memarkirkan mobilnya di halaman sebuah toko. Ia melirik sebentar ke arah papan nama toko tersebut yang bertuliskan Toko Kue Bu Widya.
Tadinya ia sempat berpikir keras sebelum memutuskan ke tempat ini, namun karena nurani yang sangat rindu itu akhirnya ia memberanikan diri.
Elvira langsung turun dari mobilnya dan terus berjalan beberapa langkah. Namun saat sudah hampir tiba di depan pintu kaca itu, ia menahan langkahnya karena ia merasa ragu untuk segera masuk ke dalam.
Akhirnya setelah dua tahun lamanya ia memutuskan meninggalkan keluarga ini, kini hari ini ia kembali menginjakkan kaki di depan tempat ini lagi yang terlihat sudah banyak berubah.
Mulai dari warna cat bangunan, hingga beberapa pot tanaman dan hiasan pajangan yang bertengger di area ini menambah kesan estetika bagi siapa saja yang melihatnya.
“Tokonya masih buka, ada yang bisa saya bantu?” sapa seseorang dari arah belakangnya.
Terdengar suara dari seorang wanita yang ia kenali sekaligus sangat ia rindukan. Hal tersebut membuat Elvira tak kuasa menahan air matanya, saat ini ia hanya merasa takut untuk berpaling menengok ke arah belakang memunculkan wajah di depan wanita itu.
“Permisi, apa perlu sesuatu?” tanya wanita paruh baya itu lagi yang merupakan pemilik toko kue sesuai namanya itu. Sepertinya ia baru kembali setelah pergi keluar.
Ia benar-benar tidak bisa mengenali siapa perempuan yang saat ini ada di depan dengan posisi membelakanginya.
Widya hanya memperhatikan rambut panjang hitam legam yang sedikit bergelombang itu serta betapa bagusnya pakaian yang sedang dikenakan orang ini.
Bahkan wangi pada tubuhnya yang beraroma khas wewangian bunga saja bisa tercium oleh Widya dari jarak beberapa langkah ini.
Elvira lalu perlahan memalingkan diri dan menampakkan wajahnya yang sudah menitikkan air mata ke hadapan Widya. Sontak saja Widya sangat terkejut saat mengenalinya.
“Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Widya dengan nada suara yang sudah terdengar berbeda dari sebelumnya yang sangat ramah.
“Bagaimana keadaan Ibu? Apa Ibu baik-baik saja?” terlihat betapa Elvira sangat mengkhawatirkannya.
“Apa kamu tidak melihat? Aku baik-baik saja. Kalau tidak ada yang ditanyakan lagi, sebaiknya kamu pergi.”
“Aku hanya ingin melihat keadaan Ibu. Tolong perhatikan makan Ibu, jangan sampai sakit.”
“Kamu tidak perlu mengkhawatirkan keadaanku, pulang saja ke rumah suami kamu dan hiduplah dengan baik di sana. Tempat kamu bukan di sini lagi.”
Setelah puas mengatakannya, Widya segera masuk tanpa memedulikan Elvira lagi.
Elvira yang merasa sudah cukup untuk melihat keadaan ibunya walau hanya sebentar saja dan bahkan mendapat penolakan, akhirnya memutuskan untuk segera pergi.
Sedangkan Widya ternyata masih memperhatikannya di balik kaca jendela, ia sebenarnya terharu ketika mendengar kalimat perhatian dari Elvira.
Namun melihat kehidupan Elvira sepertinya baik-baik saja, Widya memilih untuk tetap membiarkan Elvira jauh darinya apalagi saat ini kehidupan mereka sangatlah berbeda.
Elvira jelas telah jauh melangkah memanjat menara kehidupan penuh kekayaan dan kekuasaan, sedangkan ia dan Asty masih terus merangkak bertahan di titik mereka saat ini.
“Kamu lihat Mas Hilman, aku sudah menjaga putri kamu sejauh ini dan dia sudah memiliki kehidupan yang jauh lebih baik daripada saat bersamaku. Aku sudah memenuhi permintaan terakhir kamu. Akan jauh lebih baik baginya jika dia tidak akan kembali ke sini lagi.”
Widya berucap seolah sedang berbicara kepada mendiang suaminya dengan mata yang berkaca-kaca.
...----------------...
Elvira masuk ke dalam mobilnya dengan perasaan penuh sesak di dada, ia sudah mengira jika memunculkan diri lagi di depan wanita yang ia sebut ibu itu akan mendapat sambutan seperti ini.
Apa yang ia ketahui tentang kebenaran tentang dirinya selama ini sungguh sangat menyakiti hatinya, namun ia juga tidak bisa melepaskan begitu saja rasa kasih sayang yang tercipta dalam waktu kebersamaan dua puluh enam tahun lamanya saat bersama mereka.
Meski ia menyadari selama ini hubungannya memang tidak pernah baik dengan Widya dan tidak pernah ada kedamaian yang bersenandung saat mereka bersama.
Awalnya Elvira mengira Widya memang sengaja membedakan perlakuan antara kepadanya dan kepada Asty. Masih teringat jelas dalam ingatannya hampir setiap hari sejak ia kecil hingga dewasa bagaimana perlakuan Widya terhadapnya.
Elvira tidak pernah menjadi anak kesayangan ataupun kebanggaan ibunya, melainkan selalu Asty yang menempati semua itu.
Ibunya bahkan tidak pernah peduli apa saja yang ia perjuangkan termasuk dalam hal prestasi pada pendidikannya, semuanya sedikit pun tidak pernah mendapat perhatian apalagi apresiasi dari Widya. Semua yang dilakukan Elvira selalu ada celanya di mata Widya.
Hingga pada suatu malam, Elvira baru mengetahui sebuah kenyataan pahit tentang masa lalunya yang membuat dunianya seakan luluh lantak dalam sekejap.
“Elvira bukan anakku, aku tidak pernah melahirkannya!”
“Elvira bukan anak kandungku, dia anak dari seorang wanita yang memiliki hubungan gelap dengan ayah.”
“Kehadiran Elvira sejak dulu selalu menjadi duri bagi Ibu. Sejak kamu kecil dia sudah merebut semua yang harusnya jadi milik kamu, Asty!”
Kalimat-kalimat yang diungkapkan dua tahun lalu itu kembali terngiang, ia bahkan masih bisa mengingatnya dengan jelas, meski saat itu ia hanya tidak sengaja mencuri dengar pembicaraan antara Widya dan Asty.
Ia juga mengetahui jika mereka berdua memutuskan untuk menyembunyikan kebenaran itu darinya, namun tetap saja hal itu sangat membuatnya terpukul. Ia jadi mengerti mengapa Widya selalu memperlakukannya berbeda.
Ia kembali terisak mengetahui betapa menyedihkannya dirinya. Mengetahui kenyataan tentang asal usulnya, antara marah, kesal, rasa sesal, semua bercampur jadi satu hingga kekecewaannya sudah tidak berarah.
Tapi di satu sisi ia juga tidak bisa menyimpan kemarahan kepada ibu dan kakaknya. Sejak saat itu, Elvira mulai menutup diri dari keduanya karena ia sadar begitu banyak kebahagiaan mereka yang telah ia renggut dengan keberadaannya di tengah mereka.
Di saat yang bersamaan, Daffin datang dalam kehidupannya menawarkannya sejuta kebahagiaan.
...----------------...
Tiba-tiba ponsel Elvira berbunyi mengalihkan perhatiannya dari keterpurukannya saat ini. Ia memeriksa nama pemanggil yang ternyata adalah suaminya. Elvira buru-buru mengusap air matanya.
“Halo, iya Mas?” jawabnya.
“Sayang, kamu tidak lupa kan hari ini menemaniku menghadiri jamuan makan siang?” Terdengar suara Daffin di seberang telepon.
“Iya, Mas.”
“Ya sudah, sampai ketemu nanti ya.”
“Iya.”
“I Love you, Sayang.”
“Love you too, Mas.”
Elvira menutup teleponnya, lalu segera bersiap menyalakan mesin dan membawa mobilnya segera meninggalkan halaman bangunan tersebut.
...----------------...
Elvira yang baru masuk ke sebuah ruangan langsung melempar tas mahalnya ke sebuah sofa panjang lalu ia duduk di sampingnya.
Raganya sudah berada di sini akan tetapi pikirannya masih saja mengingat dan merindukan wajah ibunya yang tadi melakukan penolakan mentah-mentah saat ia mengunjunginya.
“Astaga, apa ini?”
Seorang perempuan berambut pendek lalu mengambilkan tas tersebut dan segera meletakkannya dengan hati-hati di atas meja.
“Harga satu tas ini saja bahkan bisa untuk membayar gaji semua karyawan di butik ku,” lanjutnya dengan gaya bicara yang terkesan sangat menyayangkan dengan tindakan Elvira yang asal lempar benda berharga mahal tersebut.
“Lily, kamu sudah menyiapkan semuanya?” tanya Elvira yang saat ini terlihat lesu.
“Tentu dong, sesuai permintaan dari Bu Elvira, the real pelanggan VIP-ku. Oh ya, aku belum mengucapkan selamat atas pelantikan kamu, apa aku harus mengirimkan bunga? Atau hadiah?”
“Terima kasih, itu tidak perlu.”
“Wah, kamu pasti akan lebih sibuk sekarang karena mengurus yayasan sosial yang besar itu. Terus sekarang apa masih mau menerima tawaran dari produk-produk bermerek itu?”
Elvira hanya menggelengkan kepala merasa ia tidak perlu lagi melakukan hal yang dulu pernah ia sukai saat awal-awal menikmati betapa indahnya hidup dalam kemewahan dan ketenaran menjadi istri orang kaya raya.
Kemudian perempuan muda yang bernama Lily itu menepuk tangannya beberapa kali memberi sebuah kode, segera beberapa orang karyawannya yang ada di ruangan itu langsung menunjukkan beberapa pilihan setelan dress di hadapan Elvira.
“Ini koleksi terbaru, eksklusif. Aku tahu kamu tidak akan perlu lagi melihat harganya kan?”
“Aku sedang tidak bisa berpikir jernih. Lily, tolong kamu pilihkan satu untukku karena siang ini aku harus menghadiri jamuan makan siang dari rekan bisnis suamiku.”
“Hmm, acara jamuan makan siang dengan rekan bisnis? Ini dia,” Lily mengambil sebuah setelan semi formal yang terlihat sangat elegan.
“Oke.” Elvira setuju.
“Yang lainnya mau diambil juga apa tidak? Ini eksklusif loh, aku belum memamerkannya pada pelanggan yang lain.”
“Kamu pandai menjual ya.” Elvira terkesan saat mengomentarinya.
“Harus dong, namanya juga bisnis. Kamu kan juga ahlinya, aku banyak loh membeli produk yang kamu promosikan dulu.”
“Hmm, bungkus saja semuanya.”
“Semuanya?” mata Lily terbelalak mendengarnya.
Elvira mengangguk walaupun masih dengan wajahnya yang lesu.
“Hari ini aku akan membuat siapapun tidak akan bisa memalingkan pandangannya dari kamu. Tapi wajah kamu kok lesu begitu? Lagi ada masalah? Mari kita poles sedikit ya.”
...----------------...
Setelah selesai dari butik milik Lily, Elvira memutuskan untuk langsung pergi lagi menuju kantor suaminya.
Sebuah mobil kini tiba di depan sebuah gedung pencakar langit milik perusahaan Arkatama grup, Elvira baru turun dari mobilnya dan langsung membuat beberapa orang penjaga di depan gedung tersebut terbelalak menyadari jika istri bos mereka tiba-tiba datang.
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
kimraina
Pasti sedih bgt dlm posisi itu 😿
2023-07-13
1
😺 Aning 😾
sakit, pasti sakit hati yahhh jd widya... sudah baik dia mau mbesarkan Elvira... klu ak blm tntu mau wkwkkwkwk mski ad pepatah anak tak berdosa. tp ak tidak terima 🤧
2023-06-18
1