Tim Pemburu Kecil sedang istirahat di gua dan akan kembali pulang besok. Kakek Zhang sedang pergi mencari makanan untuk mereka karena dari tadi belum sempat makan.
Kakek Zhang kembali dengan membawa seekor ayam hutan ditangannya.
“Itu apa, Kek?” tanya Dou Dou.
“Ini adalah seekor ayam hutan yang tadi berhasil kakek tangkap. Kita bisa bakar ayam ini untuk kita makan bersama,” jelas Kakek Zhang.
“Apakah tidak apa-apa?” tanya Xiao Dan.
Mereka semua khawatir dan takut jika makan ayam itu, karena teringat kejadian yang menimpa Dou Dou kemarin.
“Tenang saja ini tidak berbahaya melainkan bisa mengenyangkan perut,” canda Kakek Zhang.
"Ah Kakek bisa aja ha-ha-ha," ucap Xiao Dan sambil tertawa kecil.
“Kakek sudah pernah makan ini berkali-kali, lihat kakek tetap sehat kan?” candanya lagi.
Mereka tertawa bersama dan sepertinya mereka juga sudah melupakan misi serta tujuannya.
“Emm.... gimana kalau kita bakar saja, aku sudah lapar kalian tidak lapar apa?” saran Cheng Mai pada lainnya.
“Ehh lapar lapar, aku juga sudah lapar lebih baik kita bakar sekarang,” jawab Dou Dou antusias.
“Ok mari, mari kita buat api dulu," ujarnya. "Xiao Dan tolong ambil ranting kayu disitu,” pinta Kakek Zhang.
“Kau buat apinya sekalian," suruhnya.
“Baiklah!” jawab Xiao Dan sigap.
“Yang lainnya bantu juga ya,” pinta Kakek Zhang pada lainnya.
“Siapp Kek!" jawab mereka bertiga sambil memberi hormat padanya
Cheng Mai dan Jin Mei menyiapkan bumbu seadanya untuk ayamnya. Sedangkan Dou Dou membantu Kakek Zhang membersihkan ayamnya juga. Sementara Xiao Dan membuat apinya.
“Api sudah siap Kek!” lapor Xiao Dan.
“Bumbu juga sudah siap!” lapor Cheng Mai dan juga Jin Mei.
“Ok kami akan membawa ayamnya,” jawab Kakek Zhang menyahuti.
Dou Dou dan Kakek Zhang kembali. Dou Dou membawa ayamnya kepada Cheng Mai untuk diberi bumbu. Ayam sudah dibumbui. Sekarang siap untuk dibakar. Tidak perlu tunggu terlalu lama ayam sudah matang dan siap dimakan kami.
“Hmm harumnya (mengendus aroma ayamnya)," ucap Cheng Mai.
“Apakah ini sudah, Kek?” tanya Xiao Dan.
“Sudah. Itu sudah matang,” jawab Kakek Zhang.
“Hoooreeeee!” sorak mereka berempat.
Mereka semua makan dengan lahap sambil bercanda. Kami juga menikmati langit malam bertabur bintang yang indah. Kakek Zhang tersenyum melihat kebersamaan mereka “Senang rasanya melihat mereka akur kembali," gumamnya pelan.
Saat sedang asyik makan.
Tiba-tiba....
Terdengar suara ribut-ribut tak jauh dari tempat mereka berada.
“Apakah kalian mendengar sesuatu?” tanya Xiao Dan pada teman-temannya.
“Hemm.... sepertinya aku juga dengar tapi dimana ya?” tanya Cheng Mai juga.
“Aku juga, kira-kira suara apa ya?” tanya Dou Dou juga.
“Entahlah seperti ada yang sedang berkelahi,” duga Jin Mei.
“Kakek juga dengar, ayo kita cari tahu suara apa itu?” ajak Kakek Zhang.
Mereka semua mengangguk setuju.
...🎑🎑🎑🎑🎑🎑...
Ditempat yang tak jauh dari tempat Cheng Mai dan teman-temannya.
Memang benar disitu sedang ada perkelahian. Bukan perkelahian antar manusia tapi dengan hewan. Ya Cheng Xin, Sing dan Bos Yang sedang melawan babi hutan kembali. Mereka bertemu babi hutan yang sebelumnya menyerang mereka.
“Kenapa kita selalu bertemu babi hutan?” ujar Sing mengeluh karena kesal.
“Diam lah kita sebaiknya fokus untuk menyerangnya,” pinta Cheng Xin sambil menghindari babi hutan.
“Ayo lawan babi itu! Jangan menyerah!” perintah Bos Yang.
(Melambaikan tangan) “Aku sudah tak sanggup babi itu terlalu kuat,” ucap Sing menyerah.
Bos Yang juga terpental jatuh karena di tabrak babi itu, dan membuat pinggangnya encok.
Kakek Zhang, Cheng Mai dan lainnya menemukan sumber suara dan berlari kearah sumber suara tersebut. Mereka mendapati ayahnya Cheng Mai tengah berusaha menyerang hewan buas itu sendirian. Hewan tersebut tampak ganas dengan mata merahnya dan tubuhnya yang berukuran melebihi babi biasa. Sebab dilihat dari ayah Cheng Mai yang kewalahan melawannya.
“Hah apa itu Ayah?” tanya Cheng Mai tak menduganya.
“Ayahhhh...,” panggilnya.
“Chenggg Maiii!” panggil Cheng Xin sambil menengok sedangkan dirinya dalam posisi tak aman. Dirinya sedang menahan mulut babi hutan menggunakan sebatang kayu yang berukuran cukup besar.
“Ayah tenang saja kami akan menolong ayah,” kata Cheng Mai merasa cemas.
“Jangan ini berbahaya,” larang Cheng Xin.
Senamun dilarang Cheng Mai dan lainnya tetap melawan karena tidak tega melihat ayahnya yang sudah kehabisan tenaga.
“Keluarkan senjata yang sudah kakek berikan!” instruksi Kakek Zhang cepat.
Cheng Mai dan Jin Mei sudah memegang tombak, Xiao Dan dan Dou Dou memegang panah yang sudah diberikan Kakek Zhang. Kami semua siap menyerang. Kakek Zhang memegang obor yang sudah diberi api untuk dilempar kearah babi hutan.
“Hey mangsamu disini,” pancing Kakek Zhang.
Babi hutan tersebut berbalik kearah Kakek Zhang.
Jin Mei dan Dou Dou langsung menyerangnya namun langsung terpental karena tabrakan babi hutan yang lumayan keras.
Saat tiba saatnya Cheng Mai menyerang babi tersebut, tak sengaja dirinya terjatuh dan membuat babi itu memiliki kesempatan. Suasana semakin menegangkan, sedih, bercampur haru menjadi satu.
“Tidaaaak...!” teriak Cheng Xin karena melihat anaknya akan diserang.
Cheng Xin tak bisa bangun dan menolong anaknya karena kakinya terluka.
Xiao Dan yang melihatnya dengan sigap langsung mencegat babi itu. Di panah kannya babi hutan itu oleh Xiao Dan. Babi hutan itu kesakitan, itu kesempatan Xiao Dan untuk menolongnya.
“Kamu tidak apa-apa?” tanya Xiao Dan merasa khawatir.
“Aku baik-baik saja. Terimakasih Dan,” jawab Cheng Mai sambil berdiri.
“Syukurlah!” ucap Xiao Dan lega.
Langit yang tadi dipenuhi bintang tiba-tiba mendadak turun hujan. Memang benar pulau terlarang juga terkenal dengan iklim yang tidak menentu. Akibat turunnya hujan, mereka jadi tak bisa melawannya karena gelapnya malam dan derasnya hujan.
Suasana semakin menegangkan dan bingung.
“Kita tak bisa menyerangnya, serahkan ini pada kakek! Kalian pergi selamatkan diri kalian!” perintah Kakek Zhang.
“Lalu bagaimana mana dengan Kakek?” tanya Cheng Mai khawatir.
“Jangan pikirkan kakek pikirkan keselamatan kalian!” perintah Kakek Zhang sambil terus melempar obor kearah babi hutan.
“Pergilah ke tempat peristirahatan kita, kakek akan menyusulnya nanti. Tunggu kakek disana,” pesan Kakek Zhang.
“Tapi...,” ucap Cheng Mai ragu.
“Pergilah!” suruh Kakek Zhang kembali.
Jin Mei pergi memapah Cheng Mai, Bos Yang dan Sing membantu Cheng Xin, sementara Xiao Dan memanah terus untuk mengalihkan perhatiannya. Xiao Dan lalu mundur perlahan dan pergi meninggalkan Kakek Zhang.
(Mundur ke belakang) “Jaga diri Kakek, kami akan menunggumu. Terimakasih," ucap Xiao Dan lalu berlari.
Kakek Zhang menoleh dan mengangguk pada Xiao Dan dan yang lainnya.
Entah bagaimana nasib Kakek Zhang nanti semoga saja ia selamat.
... 💰💰💰💰💰💰...
Mereka pergi ke gua kembali. Karena disana dirasa cukup aman untuk berlindung.
Mereka sekarang sudah ada didalam gua dengan keadaan basah kuyup. Cheng Mai tanpa basa-basi langsung memeluk ayahnya karena telah menemukannya dalam keadaan selamat. Dirinya melepaskan rindu kepada ayahnya. Aku tak melakukan semua itu tadi karena keadaan yang tidak mendukung. Susana menjadi haru dan sedih melihat mereka sudah saling bertemu. Teman-temannya merasa lega sebab Cheng Mai telah bertemu dengan ayahnya kembali.
(Memeluk dan menangis) “Ayah kau baik-baik saja kan, ayah terluka, dimana luka ayah?” tanya Cheng Mai spontan.
“Hu-hu-hu ayah baik-baik saja, ayah hanya terluka sedikit,” jawab Cheng Xin sambil mengelap air mata anaknya.
Cheng Mai kembali memeluknya.
Tiba-tiba Cheng Xin melepaskan pelukan anaknya karena teringat sesuatu. Suasana sedih pun hilang. Kenapa anaknya bisa sampai disini? Mungkin itu yang dipikirkannya.
(Melepaskan pelukan) “Ehh tunggu dulu,” ucap Cheng Xin tiba-tiba yang membuat anaknya heran.
"Kenapa ayah?” tanya Cheng Mai lalu teringat sesuatu yang dilupakannya juga.
(Terdiam) “Aduh gawat ayah pasti akan bertanya kenapa aku disini? Habislah aku,” pikir Cheng Mai dalam hati.
“Kenapa kamu dan teman-temanmu bisa ada disini? Bukankah kalian sedang berlibur bersama?” tanya Cheng Xin panjang.
(Mengusap air matanya) “E.... anu.... aku berbohong pada ayah soal itu. Aku sebenarnya tidak ingin membohongi ayah, tapi jika Cheng Mai beritahu pasti ayah memarahi Cheng Mai,” jelas anaknya sambil menggaruk-garuk belakang kepalanya.
“Kamu masuk kamar ayah?” duga Cheng Xin mendadak.
“Iya he-he-he aku sebenarnya melihat ayah menaruh peta itu pada saat Cheng Mai keluar kamar. Di keesokan harinya Cheng Mai memasuki kamar ayah dan melihat sebuah peta di laci ayah. Lalu karena rasa penasaran anakmu kambuh pada akhirnya aku mengambil foto peta itu dan mencetaknya. Maafkan Cheng Mai ayah karena berbohong,” jelas Cheng Mai panjang diakhiri dengan senyuman.
“Jadi kamu mengambil foto itu disaat ayah sedang pergi. Pantas saja saat ayah bilang kamu ke kamar ayah kamu langsung menghindar,” jelasnya setelah menganalisa.
“He-he-he ayah marah ya,” goda Cheng Mai.
(Menyentil) "Dasar bocah nakal beraninya berbohong pada ayah,” marah Cheng Xin gemas.
“Maaf ayah maaf Cheng Mai tak akan mengulanginya lagi,” ucap Cheng Mai memohon
(Menyentil lagi) Cheng Mai kali ini menghindar, “Dasar bodoh, ayah tak marah, ayah malah bangga karena kamu berani dan sudah menolong ayah,” puji Cheng Xin sambil mengelus rambut anaknya.
“Benarkah!” balasnya tak percaya.
“Ngomong-ngomong kamu tak ingin perkenalkan teman-temanmu pada ayah," ujar Cheng Xin mengganti topik.
“Oh iya perkenalkan teman-teman Cheng Mai, yang berkacamata itu Jin Mei namanya, dan yang berbadan gempal itu namanya Dou Dou,” jelasnya sambil menunjuk kearah kedua temannya itu.
“Lalu yang tadi menolong mu siapa namanya?” tanya Cheng Xin mulai penasaran dengan sosok tampan penyelamat putrinya.
“Oh itu namanya Xiao Dan dia murid terbaik dikelas,” jawab Cheng Mai tersenyum. Sementara Xiao Dan mengangguk ramah pada Cheng Xin.
“Nak Xiao Dan terimakasih telah menolong dan melindungi putriku,” ucap Cheng Xin beralih padanya.
(Mengangguk) “Tak masalah paman itu adalah tugasku,” balas Xiao Dan.
“Tugas apa? Kalian tidak ada apa-apa kan?” tanya Cheng Xin curiga.
“Bukan itu maksudnya, Xiao Dan kan kapten di tim kami jadi ia sebagai kapten harus selalu siap membantu,” jelas Cheng Mei untuk menghindar.
“Oh begitu, tapi dilihat-lihat dia lumayan tampan juga,” goda Cheng Xin pada anaknya.
Cheng Mai hanya membalas dengan senyuman.
“Ayah aku obati luka ayah ya,” tawar Cheng Mai pada ayahnya.
(Mengangguk) “Ayah boleh meminta temanmu juga untuk mengobati teman ayah,” pintanya pada Cheng Mai.
“Ok siap tak masalah, tapi siapa teman ayah itu?” tanyanya.
“Oh iya ayah lupa itu namanya Sing Kwang panggil saja Paman Sing dan itu bosnya namanya Bos Yang,” jawabnya memperkenalkan kedua rekannya.
“Halo anak-anak!” sapa Paman Sing.
“Halo salam kenal paman,” jawab kami berempat satu-satu.
Cheng Mai mengobati luka ayahnya, sedangkan Jin Mei dan Dou Dou membantu paman Sing dan bosnya.
“Nak Jin Mei dan Nak Dou Dou terimakasih sudah mau obati luka paman,” ucap Paman Sing.
“Terimakasih ya,” ucap Bos Yang juga.
“Cheng Mai, ayah belum tanya yang tadi bersamamu dan membantumu itu siapa? Yang bapak tua itu?” tanya Cheng Xin karena teringat kejadian tadi.
“Oh itu namannya Lao Zhang kami memanggilnya Kakek Zhang, beliau telah banyak membantu kami," jawab Cheng Mai sambil membalurkan perban yang dibawanya. “Semoga Kakek Zhang baik-baik saja,” ucap pelan dirinya penuh harap.
“Ayah doakan semoga beliau selalu dilindungi,” harap Cheng Xin.
“Kakek Zhang itu siapa?" tanya Sing pada Xiao Dan yang duduk disebelahnya.
“Dia adalah penunggu pulau ini dan telah banyak membantu kami,” jawab Xiao Dan.
(Mengangguk) “Oh begitu!” ucap Sing mengerti.
Disaat Cheng Mai sedang mengobati luka ayahnya. Xiao Dan menghampiri mereka.
“Cheng Mai!” panggilnya.
Cheng Mai menoleh.
“Bukankah kamu terluka juga istirahatlah biar aku yang melanjutkannya,” tawar Xiao Dan.
“Eh iya anak ayah juga terluka sana istirahatlah sembuhkan lukamu,” suruh Cheng Xin pada anaknya.
“Tapi ayah ini hanya luka kecil kok,” tolak Cheng Mai.
“Jangan seperti itu, menurut lah! Biar Xiao Dan yang membantu ayah,” suruh Cheng Xin kembali.
“Baiklah!” jawabnya terpaksa.
Cheng Mai menurut dan pergi untuk mengobati lukanya.
“Nak Xiao Dan terimakasih!” ucap Cheng Xin.
“Sama-sama,” balas Xiao Dan tersenyum.
... 🌨️🌨️🌨️🌨️🌨️🌨️...
Diluar, hujan masih cukup deras. Tampak Kakek Zhang tengah pingsan setelah berhasil mengalahkan babi hutan. Babi hutan itu mati karena sudah terlalu lelah, dan sudah mengeluarkan banyak darah akibat panahan Kakek Zhang yang terlalu kuat. Kakek Zhang terbangun dan langsung menuju gua namun dirinya sepertinya terluka cukup parah sehingga tidak kuat berjalan. Kakek Zhang perlahan berjalan dan minta tolong. Dan pada akhirnya tak sengaja dirinya bertemu Ban Ban, salah satu antek Gou Gou yang sedang mencari makanan.
Ban Ban menghampiri Kakek Zhang.
“Kakek kenapa? Apakah terluka?” tanya Ban Ban merasa khawatir.
“Tolong....tolong kakek, Nak!” suara Kakek Zhang terdengar lemas.
“Baiklah aku akan menolong mu,” ucap Ban Ban setuju.
“To-tolong antarkan kakek ke gua sebelah sana. Mereka sudah menunggu kakek,” pinta Kakek Zhang sambil menunjuk arah gua.
Tak lama Kakek Zhang pingsan kembali. Ban Ban jadi bingung ia harus membawa kakek itu kemana? Ke gua atau ketempat bosnya berada.
“Aku bawa saja ke Bos pasti Bos sudah menunggu ku,” gumam Ban Ban.
Akhirnya dengan berat hati Ban Ban membawanya ke tempat mereka. Dirinya terpaksa membawanya kembali bersama karena tempat dirinya lebih dekat. Sebab dengan tubuh kerempengnya pasti tak bisa membawa Kakek Zhang sendirian ke gua yang di maksud.
Kakek Zhang dipapah menuju ke tempat gubuk tua tempat Gou Gou istirahat dan Ban Ban melupakan tugasnya. Gawat Kakek Zhang dibawa perompak, kira-kira dirinya ditolong apa malah ikut disandera ya.
Ban Ban datang menghampiri bosnya. Gou Gou marah karena anak buahnya tidak membawa makannya.
"Bos...!" panggilnya.
“Kau sudah kembali. Mana makanannya,” ucap Gou Gou menagih. “Maaf Bos aku melupakannya demi menolong Kakek ini,” jawab Ban Ban sambil masih memapah Kakek Zhang. Lalu dirinya pergi merebahkan Kakek Zhang di sebelah Miss Fan.
(Melemparkan sesuatu) “Dasar bodoh tak berguna kau melupakan makanan demi menolongnya, apa untungnya coba?” ucap Gou Gou marah padanya.
“Kakek ini meminta aku mengantarnya ke gua sebelah sana sepertinya ada rombongan lain disana,” jelas Ban Ban sambil menunjuk ke arah gua berada.
“Maafkan aku Bos,” ucapnya memohon.
Gou Gou terdiam.
“Kau yakin dengan apa yang kau bicarakan tadi?” tanyanya memastikan kembali.
“Iya Bos” jawab Ban Ban.
“Baiklah kita akan antar Kakek itu besok!” perintah Gou Gou cepat.
Gou Gou melotot pada Ban Ban. “Tapi....i-iya Bos aku mengerti” jawab Ban Ban terpaksa setuju.
“Ayo kita minum sekarang untuk merayakannya,” ajak Gou Gou.
“Bos memangnya punya arak?" tanya Bon Bon bingung.
“Bodoh. Itu ada di tasmu, aku sudah menaruhnya," jawab Gou Gou sambil menunjuk tas yang dipegang Bon Bon.
Bon Bon lalu mengecek kedalam tasnya ternyata memang ada arak. “Oh iya bos ada,” kata Bon Bon setelannya.
“Keluarkan! Kita malam ini minum sampai puas,” suruh Gou Gou senang. Ia merasa senang karena mendapat mangsa lagi untuk dimanfaatkan.
“Baik Bos, terimakasih. Bos memang yang terbaik,” puji Bon Bon. “Ayo minum!” ajaknya lagi kepada semuanya.
Mereka minum dengan senang dan membiarkan Miss Fan dan Kakek Zhang terikat didalam gubuk.
Pikirkan licik Gou Gou muncul, ia lagi-lagi hanya akan memanfaatkan keadaan saja.
Bersambung.....⛰️⛰️⛰️
... ...
...“Menyerah bukan berarti kalah. Menyerah demi perasaan teman itu yang terbaik. Ingat saling tolong menolong lah dimana pun kalian berada karena itu kewajiban kita”...
... ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
✤͙❁͙⃟͙Z͙S͙༻Stargirl✨
Yap! tenaga memang harus di pulihkan lebih dulu, lagian kalau perut lapar belum di isi tentunya akan mengakibatkan gagal fokus ya kan.
2023-11-24
2
Aku kamu tak terpisahkan
Ayam hutan itu halal dan bisa di makan saat di hutan
2023-11-24
0
@Yayang Risa Saling 💖❣️💗💕💞
Cheng Mai dan teman temannya sebaiknya kalian menyerah karena pulau itu sangat berbahaya
2023-11-24
1