Malam hari telah tiba. Sesuai rencana, Duke Gelael dan Raja Cordovan akan pergi menemui Panglima Suci di Kuil untuk meminjam artefak sakti milik Ratu Peri seperti yang telah diceritakan Sang Duke.
"Ksatria Gelael dan beberapa ksatria kerajaan saja yang menemaniku. Kalian semua, beristirahatlah di sini," perintah Markian pada rombongannya. Sir Albert bertanggung jawab untuk mengawal Raja kapan pun dan dimana pun. Tentu saja ia akan mengikuti tuannya. Rombongan Raja Cordovan akan aman di kediaman Duke Gelael karena penjagaan yang ketat.
"Mari, berangkat, Yang Mulia," Ajak Duke kemudian mengawal Sang Raja sampai ke kereta miliknya. Kereta kencana milik Markian diistirahatkan terlebih dahulu untuk perawatan karena begitu lama melintasi medan yang sulit. Kuda-kuda juga sudah lelah, sehingga, peminjaman moda transportasi dari Duke tentu akan meringankan tugas mereka.
Markian dan Duke menaiki satu kereta kuda.
"Mohon maaf, Yang Mulia. Demi keamanan dan efisiensi, apa tidak masalah jika kita berangkat menggunakan satu kereta?"
"Tidak masalah, Duke. Mari seperti itu saja,"
Mereka pun bertolak menuju kuil suci yang letaknya tak terlalu jauh dari Dukedom Gelael. Kuil suci memiliki wilayah teritorial tersendiri yang dijaga oleh Ksatria Suci. Lambang dari Kuil Suci adalah bendera putih dengan burung phoenix biru yang berada di tengah Bintang Kejora.
Jalanan yang gelap dan suram agak menghambat laju kereta kuda. Meski banyak bebatuan berserak, dan akar tanaman yang menjulang, kereta Duke tetap kokoh menggelinding tanpa gangguan yang berarti. Medan yang dilalui seakan menjadi makanan sehari-hari. Para kusir begitu lihai memainkan tali kekang sehingga membuat kuda-kuda bergerak dengan rapi.
"Silakan turun, Yang Mulia,"
Duke membukakan pintu kereta. Markian turun dengan kaki kiri terlebih dahulu, kemudian membungkuk dengan optimal. Tinggi tubuhnya agak menyulitkan diri sendiri ketika harus turun, dari kereta.
Mereka telah sampai di kawasan Kuil Suci. Sebuah wilayah yang tenang dengan tetumbuhan yang tertutup salju tipis. Banyak batuan besar yang menghampar pada jalan setapak menuju ke Gerbang Utama Kuil Suci. Hanya dalam beberapa. meter saja, mereka akan mendapati para Ksatria yang berjaga di depan gerbang.
"Salam pada Matahari Kerajaan Cordovan dan juga Tuan Duke Gelael, mari saya antar kepada Panglima Suci," sambut sang ajudan Panglima Suci dengan membungkuk hormat. Kedatangan Raja dan Duke sudah diinformasikan sebelumnya oleh ajudan Duke Gelael, sehingga kehadiran dua tamu penting itu pun tak ada kendala.
Ajudan Panglima Suci adalah seorang Paladin bernama Sir Bright, yang sudah mengabdi selama 5 tahun di kuil suci. Status Sir Bright yang awalnya bukan seorang bangsawan, membuat reputasinya diragukan. Namun, karena kemampuan berpedangnya yang luar biasa, Sir Bright lulus dalam ujian ksatria. Ketekunan dan bakatnya yang selalu diasah, membuat ketrampilan berpedangnya naik level dan dalam waktu singkat, ia bisa menguasai Teknik Pedang Aura. Teknik Pedang Aura merupakan kemampuan berpedang yang digunakan sebagai pelindung paling sakti di Kuil Suci. Teknik itu hanya bisa dikuasai oleh seorang Kepala Ksatria, atau biasa disebut Paladin. Praktis, Sir Bright menjadi seorang Paladin di usia yang terbilang muda, yakni pada umur 20 tahun.
"Ya. Mana Panglima Suci?" tanya Sang Raja sambil mengikuti Sir Bright yang sedang memandu arah. Mereka melewati lorong-lorong luas dengan bebatuan besar sebagai tiang. Suasana alami dan nyaman menyambut kedatangan mereka. Setelah berjalan beberapa menit lamanya, Sang Raja Cordovan baru sampai pada bangunan utama Kuil. Sebuah menara yang tidak terlalu tinggi, dengan perabot yang berwarna perak. Terdapat permadani yang membentang dari pintu masuk hingga ke balai serbaguna yang biasa digunakan sebagai tempat untuk menjamu tamu-tamu penting.
"Silakan tunggu di sini, Panglima sedang bersembahyang terlebih dahulu," Sir Bright mempersilakan Raja dan Duke untuk duduk di sofa balai utama. Dua cangkir teh panas dan camilan telah disiapkan. Panglima suci akan segera bergabung setelah menyelesaikan sembahyang.
*
"Salam pada Matahari Kerajaan Cordovan dan juga Tuan Duke Gelael," Panglima suci memberi hormat dan membungkuk. Raja dan Duke menyambut dan menjawab salamnya, kemudian mengajak Panglima untuk duduk bersama.
"Kami kesini sedang ada keperluan, Tuan Panglima," Duke Gelael membuka percakapan. Tentu saja, Panglima Suci sudah mengetahui duduk permasalahan secara garis besar. Namun, ia belum paham detail kasusnya karena baru akan dibicarakan malam ini.
"Ya, saya mendengarkan," sahut Sang Panglima dengan sikap tenang.
"Kami ingin meminjam Batu Peri untuk mencari calon ratu yang hilang," Duke Gelael tanpa basa-basi mengutarakan maksud kedatangan mereka.
"Bagaimana jika hilangnya calon ratu itu merupakan kutukan yang sudah terjadi?" Panglima skeptis untuk beberapa saat. Ia tak ingin buru-buru mengiyakan permintaan tamu-tamunya tersebut, meski seorang Raja sekalipun.
"LANCANG!" Markian murka. Duke Gelael buru-buru menenangkan keponakannya itu.
"Jaga ucapan anda, Tuan Panglima!" Duke memberi peringatan. Panglima bergeming.
"Bukan maksud saya untuk menyinggung, tapi bukankah tragedi seperti ini pernah terjadi?" Jawabnya membela diri. Markian memendam amarah dengan tinju terkepal. Ia tak bisa membela diri karena memang, mantan tunangannya, Lady Lily von Zenath, meninggal bahkan hanya seminggu setelah upacara pertunangan.
"Jangan tertipu rumor, Tuan. Anda tau bahwa itu hanya mitos!" Duke membela reputasi Raja. Hubungan antara anggota kerajaan dengan kuil suci memang buruk sejak ayah Markian meninggal. Dikarenakan, rumor kutukan penyihir yang santer dibicarakan semua orang ketika Markian lahir dari rahim ratu yang bangkit dari kematian. Iklim Cordovan pun memburuk, padahal sudah cukup buruk, sebelumnya. Selama lebih dari 50 tahun, Kerajaan Cordovan dilanda satu musim saja yakni musim dingin.
"Apa yang bisa anda tawarkan sebagai balasan?" tanya Panglima mencobs bernegosiasi.
"Pasokan senjata dan akses pelatihan ksatria kerajaan," Markian memberi tawaran yang tak bisa ditolak. Kuil suci yang memiliki satuan komando mandiri, memang selama ini kesulitan dalam pasokan senjata dan kurangnya pelatihan intensif seperti pasukan kerajaan. Panglima Suci mencoba berpikir sebentar, sebelum menyetujui penawaran Sang Raja.
"Baiklah, negosiasi kita selesai sampai di sini," ujar Sang Panglima. Ia kemudian memerintahkan Sir Bright untuk mengambil Batu Peri yang ada di kuil penyimpanan suci. Paladin itu pun pergi dan kembali lagi bersama sebuah bongkahan batu sihir berwarna biru yang memancarkan sinar temaram.
"Whoaa.. Baru kali ini saya melihat batu sihir secantik ini," Duke nampak terkesima. Batu Peri berpendar dengan sangat indah. Panglima Suci kemudian memeluk batu itu karena ukurannya memang besar.
"Ada kualifikasi yang harus dipenuhi untuk mendapatkan kekuatan dari Batu Peri, Yang Mulia," jelas Panglima dengan tatapan tajam. Sang Raja tampak tertegun. Ia tak mengerti kualifikasi apa yang dimaksud oleh Sang Panglima.
"Apa maksudmu? Mengapa harus ada kualifikasi?"
"Ratu Peri hanya memberi izin untuk pemakaian yang bersifat sangat mendesak. Karena, jika Batu Peri telah digunakan, ia akan tertidur kembali untuk mengumpulkan energi baru selama satu tahun penuh. Untuk itu, kami akan menilai apakah keperluan dari pemohon sangat mendesak atau tidak," Jelas Panglima yang membuat Markian tersinggung. Ia sudah akan hengkang dari Kuil Suci karena prosedur yang bertele-tele seperti ini, padahal Markian adalah Penguasa Cordovan. Kualifikasi apa lagi yang lebih tinggi dari permintaan raja mereka?
"Tuan Panglima, bukankah kita membutuhkan Ratu untuk menyeimbangkan kekuasaan kerajaan? Bagaimana mungkin pencarian seorang calon ratu tidak penting?" Duke mencoba membujuk Panglima dan mencegah Raja Markian keluar dari Kuil.
"Maaf, calon ratu saja tidak terlalu penting," ujar Panglima. Markian marah lantas menghunuskan pedangnya ke arah Panglima. Kemudian disambut oleh acungan pedang oleh Paladin, dan diteruskan oleh barisan ksatria kerajaan yang bersiap untuk membela Raja Mereka.
"Tenang, Yang Mulia! Kita tidak boleh bertengkar seperti ini!" Duke melerai. Situasi di balai pertemuan menjadi sangat panas! Namun, sebuah langkah kaki dan gumaman mantra memecahkan suasana.
"Dia telah datang. Dia akan bangkit. Temukan dan cegah kebangkitannya!" seorang pria tua dengan jubah putih dan jenggot yang panjang memasuki tengah-tengah perseteruan.
"Tuan Penasihat Agung!" seru Panglima. Mereka kemudian meletakkan senjata. Pria yang disebut sebagai penasihat agung itu berjalan tanpa melihat. Bola matanya terus memutar, dan badannya menggigil setengah bergetar. Pria itu kemudian pingsan!
...****************...
(bersambung)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments