(Ilustrasi Raja Zanzabir III & Ratu Elsha)
Wah, Kastilku jadi meriah.
Tidak berlebihan kan menyebut Istana Pelangi sebagai Kastil Putri Isyana? Karena cuma aku satu-satunya anggota kerajaan yang tinggal di sini saat semua kakakku sudah menikah.
Aku sangat gembira bisa makan bersama Baginda Raja dan Ratu, meski tengah mengambek. Minimal, makan bersama seperti ini bisa menjadi penghiburan ketika sedang frustasi hendak jadi warga negri kutub.
Membayangkan jadi ratu negri asing bersama dengan suami antah-berantah yang bahkan wajahnya pun tak kuketahui membuatku merinding.
Kalau dipikir-pikir, aku juga tak sudi melihat wajahnya, kalau reputasinya aja udah sejelek itu.
"Sekarang, mari ikut ayah, nak," Baginda menggandengku menuju ke Istana Surya. Capek banget aku jalan kaki ke sana, tapi biarlah, sekalian olahraga setelah makan besar tadi. Aku masih terbayang-bayang waffle cream buatan Mazda yang pakai selai stroberi kali ini. Jelas stroberi impor, rasanya manis sekali. Seharusnya aku makan lebih banyak.
"Putri, kalau sudah jadi Ratu, kamu harus memperhatikan nafsu makanmu yang seperti binatang buas itu," dengus Ratu Elsha yang menatapku tengah ngiler padahal baru saja selesai makan.
"Siap Yang Mulia!" jawabku sigap dan berujung gelitikan darinya.
"Ya ampun, kamu kapan dewasanya, Putri!"
Kami masih tertawa bersama sepanjang perjalanan menuju Istana Surya.
Terlihat di sekeliling, bunga matahari sudah bermekaran. Memang ya, Musim Bunga Mekar. Sesuai dengan situasi yang saat ini kualami.
Ratu menepi dari jalan setapak dan memetik sekuntum bunga matahari lalu memberikannya kepadaku.
"Putri, aku tau pernikahan ini tidak mudah, tapi kuharap, kau masih bisa bersinar seperti bunga ini, nak. Di hatiku, kau tetaplah putri bungsu kami yang masih kecil. Tolong jangan terlalu bersedih,"
Aku menerima bunganya dengan perasaan haru dan sedikit bersalah. Jauh di dalam lubuk hatiku, aku mengerti ketulusannya. Namun, aku sudah berencana untuk minggat. Maafkan aku, Ibu. Hatiku mengerti, tapi otakku tidak menerima. Aku sudah bersiap-siap meninggalkan ibukota besok dan mengemas pakaian seadanya. Sebelum itu, tenang saja, aku sudah meninggalkan wasiat dan membawa beberapa koin emas, hehe.
"Duduklah, nak."
Baginda Raja menyuruhku duduk lalu mengambil secarik kertas.
"Tulislah daftar hadiah pernikahan yang kau inginkan," ujarnya sambil tersenyum.
Hadiah?
Oho! Inilah yang kubutuhkan!
Aku bisa mencuri sebagian hadiah ini untuk dana gelap pelarianku.
"Saya mau uang saja, Yang Mulia,"
"Benarkah tidak ada yang lainnya?"
"Benar"
"Bagaimana dengan gaun permata langka yang kau inginkan itu? Kata Magna kau bahkan menabung secara khusus untuk membelinya?"
"Sudah tidak perlu lagi, Baginda,"
"Putriku... Kalau hanya ada kita, panggil Ayah saja.. Atau mau panggil Papa? Seperti masa kecilmu dulu?"
"Eennggg.... Tidak, terima kasih. Aku sudah dewasa sekarang. Panggilan papa sepertinya terlalu konyol,"
Mereka tertawa.
"Kalau bisa, secepatnya, Ayah. Uangnya. Uang tunai ya," mataku berbinar membayangkan uang saku pemberian ayah di luar tunjangan kerajaan.
"Baiklah, berapa yang kau inginkan?"
"Se.. Sepuluh juta Rilla," ujarku agak sungkan.
Baginda tertawa,
"Benar hanya segitu?"
"Apakah boleh lebih???" aku terhenyak kaget diiringi suara deheman Baginda Ratu.
"Segitu saja cukup, Ayah," jawabku cepat demi menjaga martabat putri yang melelahkan ini.
Sepuluh juta Rilla cukup untuk dana pelarianku. Uang segitu sudah sama seperti biaya hidup satu keluarga besar selama setahun.
Begitulah percakapanku dengan Raja dan Ratu berakhir. Sebelum aku bersiap kembali ke Istana Pelangi, Raja menyelipkan sebuah potret di genggamanku.
"Ini potret Raja Cordovan. Semoga kau menyukainya, nak."
Aku tersenyum mengangguk pelan sambil kuremas sedikit pertanda kesal. Apa gunanya melihat foto orang ini? Bikin hariku buruk aja.
******
"Putri..... Ini kertas, pena dan amplop merah yang anda butuhkan," Moti mengetuk pintu kamarku. Agak lelah rupanya seharian berkeliling komplek istana. Namun, aku harus menulis surat! Aku akan menulis surat penolakan lamaran ke Raja Cordovan dan surat wasiat untuk ibu dan ayah.
"Masuk,"
Moti meletakkan alat tulis dan dengan sigap memijit kakiku.
"Anda lelah? Sini saya pijat, "
"Kau sudah melakukannya, kan?"
"Hehe.... "
"Buat apa ya? Tumben nulis surat?" tanya Moti keheranan.
"Ada dehhhh.. Rahasia... nanti juga tau, " jawabku sekenanya.
Pijatan moti begitu enak, aku sampai lupa hari sudah semakin malam. Setelah beribadah, aku akan menulis surat. Harus. Oh kantuk! Pergilah dulu. Nanti aku akan menemuimu.
*****
"Sampaikan ke utusan Kerajaan Cordovan malam ini, secara rahasia!" perintahku kepada Moti. Ia mengangguk tanda mengerti. Tak lama, Moti pun melesat keluar istana menuju jalan rahasia yang menghubungkan ke Istana Langit, tempat tinggal para tamu penting. Utusan Kerajaan Cordovan dan beberapa pelamar putri beristirahat di sana.
Surat dalam amplop merah merupakan kode internasional untuk sebuah pesan mendesak yang harus disampaikan kepada pemimpin kerajaan dan sifatnya sangat rahasia.
...****************...
(bersambung)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Souma Kazuya
Semangat menulisnya kk,
Dukung juga karyaku dong di Pangeran Vampir Terjebak Menjadi Hunter 😊💪
2023-05-30
0
Rosee
wkwkwkw 😭🤣
2023-05-01
1