Butterflies In My Stomach (POV ISYANA)

~ Bengong ~

Tok Tok

"Putri, sudah waktunya sarapan, saya masuk ya," Moti membuyarkan lamunanku. Aku sudah bangun, tapi malas beranjak dari kasur. Aku masih melamun memikirkan kejadian semalaman.

Aku tidak bisa melupakan wajah calon suamiku yang begitu tampan, dan juga ekspresi-ekspresi lucunya ketika kami mengobrol. Rupanya, Sang Tiran bisa membuat mimik wajah yang bermacam-macam. Berbeda dengan ekspektasiku.

"Putri? Halooooowww.... " Moti mengguncang-guncangkan tubuhku.

"Haissh.. Apa sihhh... " Aku cemberut, akhirnya sadar dari khayalan.

Moti tampak heran, biasanya, bangun tidur aku selalu mencari sarapan. Kali ini, mengapa aku diam saja?

"Putri.. Apa tidak lapar? "

"Ya.. Ayo makan,"

Moti mengambilkan baskom untuk cuci muka sebelum kami beranjak ke ruang makan istana.

"Baginda Raja dan Ratu akan menemani putri sarapan, pagi ini," jelasnya sambil menyisir rambutku. Aku senang sekali bertemu ayah dan ibu. Karena, dalam beberapa hari, aku sudah harus bertolak ke Kerajaan Cordovan dan menikah di sana.

*

"Apa sesuai seleramu, Putriku?" Baginda Raja yang sudah menyelesaikan sarapannya, menanyaiku yang makan ala kadarnya.

Kali ini memang agak aneh, makanan serasa hambar, pikiranku ada di tempat lain.

"Iya, Ayah," Sahutku pendek.

Baginda Raja keheranan, tapi memaklumi, karena, aku akan segera menjadi istri orang. Mungkin ini yang dinamakan marriage blues (sindrom pra-pernikahan).

"Jangan terlalu bersedih, Nak. Ayah dan Ibu janji akan berusaha untuk sering mengunjungimu," Hiburnya.

Aku tersenyum, padahal bukan itu yang sedang kupikirkan.

Aku sedang memikirkan kembali malam yang ajaib bersama Raja Cordovan semalam. Aku tak menyangka bahwa, lelaki rupawan itu akan menjadi suamiku. Kali ini, aku tidak menolak. Orang tampan memang yang terbaik!

"Putri, kalau ada kesulitan, beritahu kami, okay?" Baginda Ratu ikut nimbrung setelah meletakkan peralatan makannya, aku mengangguk sambil tersenyum simpul.

Para pelayan segera membereskan meja makan dan mulai menyiapkan dessert yang enak. Kali ini, pancake madu dengan krim coklat di sebelahnya, double sweet!

Baginda Raja tampak melambaikan tangannya pada Pak Chan, Kepala Pelayan Istana Pelangi, supaya membawakan sesuatu dari ruang kerja beliau.

Tak lama, Pak Chan kembali dengan sekotak perhiasan, sebuah amplop dan sebuah buku bergaya kuno dengan sampul kulit yang mengkilap.

"Putriku, ini adalah hadiah pernikahan keduamu. Hadiah pernikahan pertama pasti sudah kau habiskan, kan?" Raja menggoda rencana minggatku yang gagal tapi malah buang-buang uang. Aku nyengir tak bisa mengelak.

"Ini ada surat dari mendiang ibumu, dan buku favoritnya. Kotak perhiasan ini juga milik ibumu. Bukalah kalau sudah senggang,"

"Terima kasih, Ayah!"

Aku menerima hadiah dari ayah dengan mata berbinar. Ibu kandungku, Ratu Claire konon juga lahir di Benua Britani, dekat dengan Kerajaan Cordovan. Mungkin, inilah yang membuat Raja Zanzabir memprioritaskan hubungan dengan Kerajaan Cordovan dibandingkan kerajaan lain.

'Buku Harian Claire untuk Putri Bungsuku'

Tertulis judul buku bersampul kulit tersebut. Dan, anehnya, tidak ada tulisan yang tampak.

"Katanya, hanya bisa dibaca untuk putri bungsu Claire, saja," jelas Baginda padaku. Aneh. Bagaimana caranya? Aku juga tidak bisa membacanya.

"Sudahlah, nggak usah dipikirin. Ini, ada hadiah dari ibumu yang lain, Putri... " Ratu Elsha tak mau kalah. Ia meletakkan sebuah kantong berwarna emas di atas mejaku.

"Putri, ini adalah berlian kualitas tinggi. Gunakan sebagai dana darurat. Satu berlian bisa mencukupi hidupmu selama setahun,"

HAH?

Aku melongo.

Ada berapa berlian di sini?

Apakah ibu menyuruhku untuk berencana minggat dan menjadi janda kaya?

"Terima kasih, ibu!" Aku memekik kegirangan, uang memang yang terbaik!

Raja tampak manyun, dan Ratu tersenyum puas. Begitulah ayah dan ibuku bersaing untuk memberiku yang terbaik. Ah. Aku pasti akan merindukan mereka. Sangat merindukan mereka.

*

Berjalan pagi setelah sarapan sudah menjadi kebiasaanku untuk menghabiskan waktu. Aku bisa sekalian menikmati udara segar dan berolah-raga sedikit sebelum kembali rebahan di kamar.

Biasanya, aku berjalan ke taman dalam istana. Ada beberapa taman di istana, favoritku adalah Taman Labirin dan Taman Maharani.

Taman Labirin terletak di Istana Pelangi dan memiliki daya tarik berupa keindahan air mancur yang dikelilingi bunga mawar merah jambu.

Taman Maharani terletak di Istana Gading milik Ratu dan memiliki daya tarik hamparan mawar merah favorit ratu.

Di Taman Labirin, aku bebas berlarian melepas penat, tanpa ada yang melihat. Ketika sudah berada di tengah labirin, biasanya aku menyesap secangkir teh dengan camilan manis. Aku melakukannya jika sedang banyak pikiran, sungguh menenangkan hati.

Ayah membuatkan air mancur di tengah taman labirin untuk Kak Akbar dan diamini kakak-kakak lainnya. Kami sangat gembira bermain bersama di sini sewaktu kecil.

Aku jadi ingat masa-masa itu, meski kali ini sudah tentu berbeda. Bahkan, di hari pertunanganku, hanya ada Kak Akbar yang datang. Kakak-kakak lain tidak terlihat.

Menurut Pak Chan, Kak Celine-- Kakak kedua, absen karena mertuanya kecelakaan kereta. Mereka harus dirawat intensif di kediaman, sehingga kakak menggantikan tugas ibu mertuanya untuk sementara. Kak Ghaida-- kakak ketiga, juga tidak bisa hadir karena berada di luar negri menemani suaminya. Bisnis keluarga mereka yang berkembang-pesat mengharuskan pasangan itu bepergian dari waktu ke waktu. Kak Nooriyah-- kakak keempat sekaligus kakak kandungku, tengah hamil besar, sehingga tidak memungkinkan untuk bepergian jauh. Kadipaten Ishore cukup terjal dan bukan medan yang ringan untuk dilalui wanita hamil. Jadilah ketiga kakak perempuanku tidak ikut merayakan pesta pertunanganku. Sebetulnya aku cukup sedih, namun kucoba mengerti karena ini termasuk dalam latihan berumah-tangga. Harus menjadi dewasa!

"Putri, kita kembali yuk," Ajak Moti sambil mengipasi lehernya. Hari ini memang agak panas, kami jadi mengurangi waktu olah-raga dan bersiap kembali ke kamar.

Tak disangka...

"Putri... Anda di sini?"

Sesosok laki-laki tiba-tiba muncul dari belokan labirin.

"Mark!"

Aku tersenyum menyambutnya.

Rambutnya agak berantakaj, mungkin karena masih pagi. Tapi sepertinya, dia sudah mandi, aku sedikit menciun aroma tubuhnya yang sama dengan malam tadi. Apa dia belum mandi ya?

Mark kemudian berjalan pelan ke arahku, sambil memegang setangkai mawar merah jambu. Sejurus kemudian, ia menyematkan mawar itu ke telingaku sembari berbisik, "Ini untuk hadiah semalam,"

Pipiku merona, wajahku memanas, jantungku berdegup kencang. Moti yang melihat adegan itu tampak syok. Matanya tak berkedip barang sedetik.

"Se... semalam? Habis ngapain, Putri???" tanyanya menyelidik.

"Ssssstttt!!!!" Aku menutup mulut Mark yang sedang terkikik. Ajudannya, siapa namanya, Sir Albert, kalau tidak salah, menoleh ke arah lain sambil menahan tawa.

"Mark!!" protesku. Dia tertawa terbahak-bahak dan menggenggam tanganku yang menutupi mulutnya. Mendadak, tanganku ditarik mendekat. Wajah kami jadi tak berjarak. Hidungnya hampir menyentuh hidungku. Aku tidak bisa bernapas!

"Putri... "

Ah!

Kami menjauhkan diri dengan canggung. Moti dasar pengganggu!

"Jadi, semalam kalian ngapain???" Masih saja dibahas, aku menjewer telinganya, "Kepo!!!"

Sir Albert dan Markian tampak saling melempar pandang kemudian tersenyum mencurigakan. Aku menarik Moti supaya segera pulang ke kamar.

...****************...

(bersambung)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!