"Aku Ingin Jantungmu"

Isyana berada di antara kabut tebal putih pekat tanpa bisa melihat apapun. Pandangannya tak tembus, semua serba gelap. Samar-samar, ia mendengar suara yang memanggilnya. Pelan, namun berdengung di telinganya.

Kali ini, suaranya semakin jelas.

Kabut putih memudar, menampilkan sosok benda berbentuk kotak besar dengan bingkai. Sebuah lukisan. Dengan tulisan "Penyihir Hebat Maximilian". Potret wanita berwajah pucat dengan rahang kuat dan mata mendelik tajam. Isyana tak mengenalnya. Namun, suara yang terdengar samar menjadi semakin jelas. Seakan menuntunnya untuk mendekati lukisan wanita yang tampak asing tersebut. Isyana mengulurkan tangannya, mencoba meraba permukaannya. Lembab. Sepertinya sebuah lukisan tua.

Suara itu semakin keras dan membuat kepala Isyana sakit. Sosok wanita yang ada dalam lukisan tampak menonjol seperti hendak keluar. Isyana mundur karena takut. Benar saja, lukisan penyihir hebat menjadi hidup dan wanita asing itu telah berdiri di depannya.

Tanpa berkata-kata, tangannya yang memiliki cakar itu meraih jantung Isyana seketika.

CRRAAKKKKKK!!!

Jantung Isyana direbut paksa. Isyana tewas seketika. Seutas senyum nampak di wajah Penyihir Maximilian sambil menggenggam jantung Isyana yang masih berdegup kencang.

*

"KYAAAAA!!!"

Isyana terkesiap. Bibbi yang sedang tidur di sebelahnya pun ikut terkejut.

Mimpi.

Bibbi menepuk pundak Isyana, kemudian menggoyang-goyangkan bahunya.

'Ada apa, Izz??? Kamu bermimpi buruk?' tanyanya kebingungan. Isyana menangis dengan tubuh gemetar. Ia memegangi jantungnya yang terasa nyeri. Mimpi itu terlihat sangat nyata. Bibbi memeluk Isyana untuk menenangkannya. Ia menepuk-nepuk punggung gadis itu dan mengelus kepalanya.

"Aku.. Aku bermimpi.. . . Jantungku direbut seseorang," jawab Isyana terisak. Bibbi memandanginya kemudian membuatkan segelas susu hangat supaya Isyana lebih tenang.

'Katakan, siapa yang merebut jantungmu?' tanya Bibbi sambil memegangi liontin Isyana. Ia menyodorkan segelas susu hangat sambil menunggu Isyana bercerita.

"Seseorang, bernama Penyihir Hebat Maximilian," desis Isyana kemudian menyeruput susu pelan-pelan. Hangat. Nyaman. Isyana sudah kembali tenang. Ia memegangi gelas susu itu untuk waktu yang lama, sekalian menghangatkan telapak tangannya.

Bibbi berfikir sejenak. Sepertinya ia pernah mendengar nama itu di suatu tempat. Oh iya! Pemberontakan Penyihir.

'Penyihir Maxi, itu pemberontak yang dibunuh Panglima suci. Aku membacanya di catatan dari nenek buyut'

Isyana terkejut.

"Apakah dia yang jantungnya dibelah?" Tanyanya menyelidik. Bibbi mengangguk. Jasadnya juga tertidur di pulau ini. Seketika mereka merinding. Mungkinkah Penyihir Maxi meminta jantung Isyana sebagai gantinya?

'Izz.. Kamu harus berhati-hati ya... Kamu harus bertahan sampai tunanganmu menemukanmu'

Isyana mengangguk pelan. Akankah Mark bisa menemukannya? Entahlah. Sudah empat hari lamanya, tak terlihat satu pun ksatria yang sedang mencarinya.

'Sekarang, ayo kita tidur lagi. Masih terlalu gelap untuk ke pasar. Nanti akan kubelikan roti yang enak untukmu' bujuk Bibbi. Isyana tersenyum, dan menuruti bujukan tabibnya itu dengan tenang. Mereka pun kembali tidur.

*

Matahari sudah mulai memancarkan sinarnya. Semburat cahaya memasuki gua, membuat Bibbi dan Isyana bangun dari tidur mereka.

"Ah, sudah pagi rupanya, hoahhmm..," Isyana bangkit dari tidurnya kemudian merapikan alas tidur. Menjadi manusia gua membuat dirinya lebih rajin ketimbang waktu menjadi putri di istana. Isyana juga ingin membantu Bibbi supaya tak terlalu merepotkan.

Bibbi mengecek suhu tubuh Isyana terlebih dahulu, sebelum pergi ke pasar. Rupanya kondisi Isyana sudah makin baik. Bibbi pun bersiap untuk membeli beberapa bahan obat dan juga makanan di pusat kota.

'Tunggu di sini dengan tenang, ya. Aku selalu mengaktifkan sihir sederhana supaya keberadaan kita tidak ketahuan binatang buas dan orang jahat. Aku akan segera kembali'

Isyana mengangguk dan mengangkat jempolnya. "Jangan khawatir, pergilah," tukasnya. Bibbi tersenyum dan segera menjauh dari pandangan Isyana. Gadis itu menunggu di dalam gua dengan tenang. Tak banyak yang bisa dilakukan kecuali berolahraga sebentar lalu beristirahat kembali. Isyana perlu melemaskan otot-otot tubuhnya supaya tidak cedera. Mungkin, ia juga akan bersih-bersih sedikit, lalu membuat susu untuk mengganjal perut.

Deg!

Suara itu!

Suara dalam mimpinya. Mengapa terdengar lagi?

Isyana mencari-cari arah sumber suara menakutkan itu.

Sssh...

Ssshh....

Terdengar desisan seseorang di luar. Isyana mencoba mendekat. Sampai akhirnya, ia melangkahkan kakinya ke luar gua. Sihir penyembunyian Bibbi pun tidak efektif lagi. Aroma tubuh Isyana kini dapat dicium oleh siapapun, terutama para binatang buas yang sedang mencari mangsa.

Sssshhh.....

Isyana membelalakkan matanya. Ada seorang wanita tua yang berdiri di seberangnya. Penampilannya lusuh, wajahnya keriput, ia juga mengenakan tongkat untuk menopang tubuh bungkuknya.

"Si.. Siapa kau?" Hardik Isyana menahan takut. Wanita itu tersenyum.

Malam kemarin, bukan hanya Isyana yang mengalami lucid dream. Venn-- pengikut Penyihir Hebat Maximilian juga mengalami hal yang sama. Ia pun mencari seseorang yang bisa ditumbalkan untuk kebangkitan Penyihir Hebat. Sedari pagi Venn berkelana di area pulau, namun tak menemukan apapun. Sampai akhirnya, ia merasakan aura mana tak biasa yang ada dari balik gua. Secara kasat mata, tak nampak apapun, oleh karena itu, Venn menggunakan trik supaya pemilik jantung pilihan Penyihir Maxi itu muncul dengan sendirinya.

Aha! Ini dia. Gadis cantik dengan aura mana yang tak biasa. Jantungnya cocok sekali untuk ditumbalkan.

"Aku hanya wanita tua, anakku. Maukah kau ikut denganku?" Jawab Venn mencoba menipu Isyana.

Isyana menggeleng.

"Pergilah, " usirnya. Isyana kemudian membalikkan badannya dan melangkah kembali ke dalam gua.

"Wah, kurang ajar sekali anak ini," Venn tampak marah. Ia kemudian berlari mengejar Isyana, lalu...

BUGH!

Isyana terjatuh akibat pukulan tongkat di kepalanya. Ia kehilangan kesadaran. Tubuhnya seperti melayang. Sebenarnya, ia memang sedang melayang menuju ke Menara Mercusuar tempat Venn tinggal.

*

"Akhirnya..... Bahan terakhir kebangkitan anda sudah siap, Yang Mulia Penyihir Hebat! Tunggulah! Bulan merah akan segera kembali,"

Venn mengurung Isyana dalam sebuah kandang kecil. Gadis itu tergeletak dengan kepala berdarah. Ia pingsan untuk sementawa waktu. Venn meneruskan mengaduk-aduk ramuan di panci besar, seperti sebelumnya.

Tak selang beberapa lama, Isyana mulai siuman. Kepalanya nyeri. Ketika ia membuka mata. Ia terkejut karena telah berada di tempat asing.

"Dimana aku?" tanyanya pada diri sendiri. Ia mengamati sekeliling, ada banyak perabot usang dan interior yang sudah berjamur. Ada beberapa botol berwarna seperti botol ramuan milik Bibbi, namun bau ramuan itu sangat menyengat dan menguar ke seluruh ruangan. Ada sebuah lukisan tua yang menggantung di dinding lapuk, lukisan wanita asing yang ada dalam mimpi Isyana kemarin malam. Isyana terkesiap. Ia mendorong-dorong kandang tempatnya dikurung, namun tak kunjung terbuka.

"Tolooonnngg!! Keluarkan aku dari sini!!!"

Isyana mendobrak-dobrak kandang yang mengurungnya.

"Percuma, kandangnya udah kugembok! Haaa.... Haa.... Haa...." Venn tiba-tiba muncul entah dari mana.

"Mau apa kau, wanita tua? Apa yang kau inginkan??? Lepaskan aku !!" Isyana berteriak-teriak untuk menekan rasa takutnya.

Venn memicingkan matanya dan berbisik, "Bukannya kau sudah tau? Aku ingin jantungmu, anak manis, Haaa.... Haaa.. Haaa....."

Tubuh Isyana bergetar hebat. Air mukanya berubah pucat. Isyana tak akan menyerah. Ia harus kabur dari sini.

Entah...

Bagaimana caranya.....

...****************...

(bersambung)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!