Hari sudah hampir tengah malam. Tak ada satu pun cahaya di selatan Gene Island. Jalur wisatawan ada di utara pulau, di sana, cukup banyak ditemui penerangan jalan dan juga beberapa petugas keamanan yang berjaga di sekitar pualu, meski tak banyak. Ada juga beberapa penginapan dan kedai makan, serta toko suvenir yang bisa menjadi tempat berburu barang-barang khas Gene Island seperti gantungan kunci, topi dari batok kelapa, bakiak, maupun tas rajut dari pelepah kelapa. Utara Gene Island memang lebih hidup karena terdapat Kastil kuno peninggalan Kerajaan Victor terdahulu. Kastil inilah yang menjadi pusat wisata bersejarah di Gene Island, namun sayangnya kegiatan itu tidak terlalu populer, karena banyak rumor yang beredar tentang Gene Island. Ia disebut-sebut sebagai Pulau Berhantu karena suasananya yang mencekam dan cenderung tak berpenghuni. Pusat kehidupan hanya ada di utara pulau. Jika bergerak ke selatan, Gene Island memiliki wajah yang sama sekali berbeda. Tidak ada kehidupan. Tanah tandus kering kerontang. Ada sebuah pohon besar yang tinggi menjulang, dengan batang yang menyerupai tubuh manusia. Konon, pohon itu adalah penyihir yang tertidur beribu tahun lamanya. Tak jauh dari pohon besar itu, ada sebuah menara Mercusuar. Menara bobrok yang sudah lama ditinggalkan, dan tidak lagi berfungsi. Kawasan di selatan Gene Island begitu tandus. Hanya ada pohon besar dengan nuansa suram, rumput-rumput berwarna kecoklatan, danau yang sudah mengering, dan gua serta ladang gundul yang struktur tanahnya sudah rusak. Tak ada hal yang bisa dilakukan di sana. Tapi tidak bagi Bibbi.
Bibbi adalah seorang pemetik herba, yang biasa berkeliling di selatan pulau. Ia seorang gadis tunawicara yang hanya bisa menggunakan bahasa isyarat. Bibbi biasa mencari lumpur mujarab yang dapat membantu proses penyembuhan penyakit para pasiennya. Kandungan lignit dan fulvat yang kaya pada lumpur Gene Island menjadikan ramuan balur Bibbi terkenal. Ramuan balur tersebut bisa digunakan sebagai obat, hingga produk kecantikan. Bisnis kecilnya itu sukses besar. Bibbi jadi sering bolak-balik kemari jika persediaan lumpurnya sudah habis, sekalian berjualan herba di pusat kota Gene Island. Satu-satunya pelanggan Bibbi di selatan pulau ini hanyalah Venn, seorang peramal yang menumpang tinggal di Menara Mercusuar.
Keberadaan Venn tidak mengganggu bangunan, dan bahkan ia dipekerjakan secara tidak resmi oleh otoritas pulau sebagai tukang bersih-bersih. Venn yang terlihat seperti janda tua itu tak menarik kecurigaan. Tidak ada yang mengetahui asal-usul maupun identitas Venn, karena ia tak memiliki tanda pengenal. Namun, menurut pengakuannya, ia hanyalah seorang janda tua yang ingin menghabiskan sisa hidupnya di tempat yang tenang. Tentu saja penuturannya ini membuat orang-orang iba. Venn menjadi satu-satunya orang yang tinggal di selatan Gene Island.
'Tumben malam ini dingin sekali... Aku harus mencari kayu bakar lagi' Bibbi menggigil kedinginan. Tidak jauh dari gua tempat ia singgah, ada berbagai macam batang pohon kering yang berserakan. Ia memutuskan pergi untuk memungut batang-batang itu dan menjadikannya kayu bakar. Sepertinya, Bibbi tidak akan bisa tidur nyenyak jika cuacanya sedingin ini. Bibbi biasa singgah di gua rahasia miliknya ketika harus bermalam di Gene Island. Selain menghemat biaya, gua itu juga cukup aman dan tenang. Bibbi pun dapat beristirahat dengan tenang. Jadwal kapal yang akan berlayar menuju Porthsmont baru ada besok siang, Bibbi harus bertahan sampai waktu itu tiba.
Langit gelap tanpa lampu, hanya ada temaram sinar bulan yang membantu penglihatan. Bibbi berjalan pelan menyusuri jalan setapak sambil memunguti beberapa batang dan ranting pohon yang telah mengering. Beruntung, hari ini tidak hujan, ranting-ranting itu bisa langsung digunakan sebagai kayu bakar. Bibbi menggendong ranting-ranting yang telah ia pungut, setelah dirasa cukup, Bibbi bersiap kembali ke dalam gua.
'Apa itu?' Dalam perjalanan pulang ke gua, Bibbi memperhatikan dari kejauhan, ada siluet yang tak asing. Karena penasaran, ia pun mencoba mendekat. Tampak pendar-pendar berwarna biru menyorot ke atas langit. Bibbi terperanjat. Ada orang tegeletak! Kalungnya menyorot kebiruan, seperti kalung yang pernah ia kenal. Seketika Bibbi menjatuhkan ranting-ranting yang dibawanya dan berlari ke arah orang tersebut. Bibbi mengecek nafas dan denyut nadinya. Masih ada. Bibbi lekas memberikan pertolongan pertama dengan nafas buatan. Percobaan pertama, belum ada respon. Bibbi kemudian melakukan compression, ia menekan-nekan dada orang itu selama 30 kali dengan hentakan cepat dan dalam. Muntah. Air keluar dari mulut dan hidungnya, pernafasan kembali normal. Orang itu terbatuk dan terkesiap. Bibbi menepuk pelan wajahnya. Mengamati pergerakan pupil matanya. Pupilnya melebar, Bibbi curiga orang ini masih tidak sadar dan mengalami hipoksia atau kekurangan oksigen. Bibbi segera membawa orang itu ke dalam gua dan melakukan pemeriksaan mendalam. Ranting dan batang pohon pun ditinggalnya begitu saja.
*
Kayu bakar menyala-nyala, meski tak besar, tapi cukup untuk menghangatkan tubuh. Baju-baju orang itu dilepaskan dan diganti sehelai kain bersih bekas alas tidur bibi. Sembari menunggu baju-baju kering, Bibbi mengecek kondisi orang yang pingsan tadi secara menyeluruh. Ada beberapa luka memar di kepala, dan luka terbuka di tangan dan kakinya. Wajah, dan kuku tangan-kakinya kebiruan karena terlalu lama di lautan. Beruntung, Bibbi menemukannya dengan cepat sebelum terlambat. Jika telat satu jam saja, keadaan orang itu bisa sangat kritis. Saat ini, suhu tubuhnya beranjak normal, dan kulitnya sudah tidak kebiruan.
Orang itu masih tidak sadarkan diri. Namun, respon tubuhnya baik. Kadang kala, ia mengerang tanpa sadar, mungkin akibat trauma psikis sebelum terdampar di pulau ini. Bibbi merawatnya dengan sabar. Ia mengurungkan niatnya untuk kembali ke Porthsmont dan menunggu pasiennya ini supaya pulih terlebih dahulu.
Beku hilang, demampun datang. Kali ini, akibat dari infeksi luka dan trauma di kepala, pasien Bibbi mengalami pirexia. Pirexia atau istilah awamnya demam, merupakan reaksi alami tubuh manusia jika mengalami peradangan. Namun, akan bahaya jika tidak ditangani segera. Komplikasi bisa terjadi, dan akan menimbulkan efek samping serius, terutama untuk orang yang tidak sadarkan diri. Bibbi menumbuk kunyit dan beberapa herba lainnya untuk diminunkan dan dikompreskan pada luka terbuka. Perlahan tapi pasti, demam pasiennya berangsur membaik.
*
Tiga hari telah berlalu sejak penemuan pasien antah-berantah itu. Bibbi mengurus segala keperluannya dengan sangat baik, meski tidak mengenalnya. Gene Island yang biasa sunyi, beberapa waktu ini tampak ramai orang. Banyak rombongan yang lalu-lalang di sekitar pulau, namun, ia tak tahu alasannya. Sepertinya bukan pelancong, karena kebanyakan memakai zirah ksatria. Akankah ada perang wilayah? Bibbi tidak ingin berpikir yang aneh-aneh, karena fokus utamanya adalah pulang ke Porthsmont segera setelah pasiennya bisa bicara.
"Akh... kepalaku sakit,"
Ketika Bibbi sampai di gua, ia mendapati pasiennya sudah sadar sepenuhnya. Ia sangat gembira. Dan segera memeriksa kondisi vital pasien tersebut.
"Siapa anda?" tanya orang itu keheranan, tapi tak menolak untuk disentuh. Sepertinya ia pahsm bahwa Bibbi tak bermaksud jahat dan sudah merawatnya selama ini.
Bibbi tidak menjawab. Ia menempelkan tangannya ke liontin biru orang tersebut.
'Aku Bibbi, seorang ahli herba, saudariku. Aku tidak bisa bicara, tapi, kita bisa berkomunikasi lewat liontin ini,'
Orang itu terkejut bukan main. Bagaimana ada suara asing di kepalanya? Mengapa liontin itu bisa menyampaikan pesan orang lain?
"Aku Izz, mengapa kau bisa bicara padaku lewat liontin ini?" tanyanya keheranan.
Bibbi menempelkan tangannya lagi ke liontin Izz.
'Karena kita keturunan penyihir. Liontin ini adalah liontin Phoenix Biru, sepertinya punyamu milik penyihir tingkat tinggi, liontinnya agak berbeda dengan punyaku'
Bibbi menunjukkan liontin kalungnya yang berwarna biru muda dan berukuran agak kecil dibanding milik Izz. Tentu saja Izz tidak percaya. Fakta darimana yang muncul mendadak begini.
"Akh.. Kepalaku sakit, " Izz tak sanggup berpikir dan menerima kenyataan baru yang ia dapatkan. Belum habis rasa terkejutnya diculik pembunuh bayaran, lalu digendong monster ikan, masa iya kali ini mendadak menjadi keturunan penyihir? Sepertinya Izz sedang bermimpi buruk.
'Istirahatlah, aku akan memberikan bubur susu'
Bibbi bergegas memanaskan bubur yang baru tadi pagi ia buat. Izz merebahkan dirinya kembali. Sakit kepala yang ia derita sungguh hebat. Sampai rasanya kepalanya mau pecah!
...****************...
(bersambung)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments