Arion dan juga istrinya hendak keluar dari dalam kamar. Perasan Arion sudah sedikit tenang, apa yang di ucapkan oleh istrinya benar-benar membuat laki-laki itu tersadar, kekerasan hanya akan menambah masalah yang sudah runyam.
Yang di butuhkan oleh putranya itu adalah dukungan, kasih sayang juga perhatian. Rasa syukur pun dia panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah menganugerahkan istri yang luar biasa sabarnya. Rasa cintanya kepada Vania pun bertambah berkali-kali lipat kini.
"Dad, Mom! Tolooooong!" terdengar suara teriakan Dion membuat Arion dan istrinya seketika merasa terkejut juga mempercepat langkah kakinya kini.
"Ya Tuhan, apa yang terjadi dengan Ryan?" teriak Arion.
Ryan sang putra nampak sudah berada di dalam pangkuan sang kaka dengan mulut yang mengeluarkan busa. Dia pun segera memeluk tubuh Ryan seraya terisak juga merasakan rasa sesak di dadanya. Rasa sesal pun memenuhi relung hati seorang Arion karena telah mengabaikan permintaan maaf putranya tadi.
"Ryan kenapa, Dion? Bangun, Ryan! Hiks hiks hiks!" tangis Arion seketika pecah memeluk tubuh sang putra.
"Cepat bawa Ryan ke Rumah Sakit, Mas. Mudah-mudahan nyawanya masih bisa di selamatkan," pinta Vania yang juga merasakan hal yang sama seperti suaminya.
Arion dan juga Dion segera menggendong tubuh Ryan dan membawanya ke dalam mobil. Mereka akan membawa anak itu ke Rumah Sakit saat itu juga. Semoga saja nyawa Ryan masih bisa diselamatkan.
"Mom!" teriak Sultan, saat Vania hendak mengikuti suaminya membuatnya sontak menghentikan langkah kakinya.
"Sayang, kamu tungguin di rumah sama bibi ya," pinta Vania lembut.
"Kak Ryan kenapa?"
"Kakakmu sakit, kami akan membawa dia ke Rumah Sakit."
"Ikut, Mom."
Vania mengusap wajahnya kasar. Dia pun memejamkan kedua matanya merasa kalut. Wanita itu pun menganggukkan kepalanya, lalu berjalan dengan tergesa-gesa bersama Sultan sang putra bungsu.
* * *
Di Rumah Sakit.
Arion, istrinya dan kedua putranya menunggu diluar ruangan Unit Gawat Darurat. Sudah lebih dari satu jam Ryan di tangani oleh Dokter. Wajah Arion nampak memerah, hatinya benar-benar merasa gelisah. Apa yang akan terjadi dengan dirinya jika putra keduanya itu tidak dapat terselamatkan?
Hal yang sama pun di rasakan oleh Vania. Rasa cemas benar-benar memenuhi relung jiwanya kini. Hatinya benar-benar kalut. Entah sadar atau tidak, sepertinya wanita itu sudah benar-benar menyayangi putra sambungnya layaknya anak sendiri.
Sementara Dion dan Sultan duduk saling berdampingan. Dion yang paling merasa bersalah di sini. Kenapa dirinya harus meninggalkan adiknya sendirian? Padahal dirinya hanya keluar dari dalam kamar selama 15 menit, tapi adiknya itu sudah dalam keadaan mengenaskan saat dia kembali. Dion mengusap wajahnya kasar. Di dalam hatinya dia tidak berhenti menyalahkannya diri sendiri.
Ceklek!
Pintu ruangan Unit Gawat Darurat pun di buka. Dokter keluar dari dalam ruangan tersebut kemudian. Semua yang ada di sana pun sontak berdiri dan menghampiri sang Dokter.
"Bagaimana keadaan putra saya, Dokter?" tanya Arion.
"Putra Tuan selamat. Untung dia segera di bawa ke sini. Jika terlambat sedikit saja, mungkin nyawanya sudah tidak tertolong lagi. Obat yang baru saja dia konsumsi untungnya masih bisa di keluarkan," jelas sang Dokter.
"Syukurlah, terima kasih Tuhan. Terima kasih karena engkau masih memberi kesempatan kepada putra saya untuk hidup," gumam Arion mengusap wajahnya kasar.
"Apa kami boleh menemui putra kami, Dok?" tanya Vania.
"Sayangnya pasien masih belum bisa di temui. Tunggu sampai keadaan pasien benar-benar pulih, sekarang saja pasien masih belum sadarkan diri."
Rasa khawatir kembali memenuhi relung hati Arion juga istrinya. Dia belum bisa bernapas lega selagi putranya itu belum siuman. Hal yang sama pun dirasakan oleh Vania dan Dion sang putra sulung.
"Baiklah, saya permisi. Saya akan kembali memberi kabar jika pasien sudah siuman," ujar Dokter hendak masuk kembali ke dalam ruangan.
"Baik, Dok. Tolong lakukan yang terbaik untuk putra saya. Saya mohon dengan sangat," ujar Arion memelas.
"Pasti, Tuan. Kami akan melakukan yang terbaik."
Arion mengangguk-anggukkan kepalanya dengan bola mata memerah.
Bruk!
Dia kembali duduk di atas kursi. Kedua kakinya terasa lemas. Dadanya pun terasa di himpit oleh bongkahan batu besar, sesak ... Rasanya sangat sesak. Untuk bernapas saja paru-parunya seperti tidak dapat melakukannya dengan benar. Buliran air mata berjatuhan begitu saja dari pelupuk matanya kini. Arion berkali-kali mengusap wajahnya kasar.
"Sabar, Mas. Ryan pasti selamat. Dia anak yang kuat," lirih Vania, mengusap punggung suaminya mencoba untuk menenangkan.
"Kalau dia sampai gak bangun lagi bagaimana? Kenapa Ryan masih belum siuman sampai sekarang, kenapaaa?"
"Hus, Mas jangan bilang kayak gitu. Ingat, ucapan adalah doa. Bicaralah yang baik-baik, kita berdoa saja untuk kesembuhan putra kita."
Mendengar istrinya mengatakan, 'putra kita' seperti sebuah kekuatan bagi Arion. Dia yang semula menundukkan kepala seketika mengangkatnya lalu menatap wajah istrinya. Ya ... Dia tidak sendirian. Ada Vania sang istri tercinta yang akan selalu menemani dirinya dan memberinya kekuatan.
Seketika itu juga, Arion meraih pergelangan tangan sang istri lalu menggenggam jemarinya erat. Senyuman kecil pun dia layangkan. Lagi-lagi, dia merasa bersyukur karena memiliki istri seperti Vania Clarisa.
"Terima kasih, honey. Karena kamu telah berada di sisi Mas, terima kasih karena kamu telah memberikan kekuatan kepada Mas dan juga putra kita."
Vania seketika tersenyum kecil. Entah sadar atau tidak, sepertinya rasa cinta itu sudah tumbuh dan menjalar di dalam relung hatinya kini. Arion, laki-laki yang dia nikahi tanpa cinta kini berakhir menjadi laki-laki yang paling berharga di dalam hidupnya.
"Mom, Dad. Apa kak Ryan akan baik-baik saja?" tanya Sultan duduk tepat di samping Vania kini.
"Tentu saja, kakakmu sudah baik-baik saja sekarang. Kita berdoa saja semoga kak Ryan cepat siuman," jawab Vania lembut dan penuh kasih sayang.
"Syukurlah kalau begitu. Aku benar-benar khawatir sama kakak."
Vania mengusap kepala Sultan lembut dan penuh kasih sayang. Senyuman kecil pun mengembang dari kedua sisi bibirnya. Vania Clarisa telah menjelma menjadi seorang ibu yang luar biasa.
"Mom ..." lirih Dion secara tiba-tiba, membuat Vania sontak menoleh dan menatap wajah putra sambungnya.
"Terima kasih karena Mommy Vania telah berada di sisi kami sampai saat ini," ucap Dion, menatap wajah ibu sambungnya dengan tatapan mata sayu penuh rasa kagum.
"Sama-sama, Dion. Kamu, Ryan, dan Sultan adalah putra-putra Mommy yang paling berharga. Mommy sayang kalian bertiga."
"Sama Mas bagaimana?" tanya Arion, menatap wajah Vania merasa iri dengan putra-putranya.
"Bagaimana apanya?"
"Apa kamu juga menyayangi Mas seperti kamu menyayangi ketiga putra Mas ini?"
"Hah? Hahahaha! Pertanyaan macam apa itu, aku tidak mungkin menyayangi putranya jika aku tidak mencintai ayahnya."
BERSAMBUNG
...**********...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments
Diana Susanti
moga saja cepat sadar Ryan nya
2023-04-16
1
༄༅⃟𝐐𝗧𝗶𝘁𝗶𝗻 Arianto🇵🇸
moga ryan cpt sadar..
2023-04-16
1