Vania segera memasukan bungkusan kecil berisi bubuk putih ke dalam saku dress yang dikenakannya. Wajahnya memang sedikit terlihat gugup, tapi dia segera mengendalikan diri dan mencoba untuk bersikap tenang. Ryan yang baru saja selesai membersihkan diri tentu saja merasa heran, karena tidak bisanya ibu sambungnya itu berkunjung ke kamarnya seperti ini.
"Mommy? Sedang apa Mommy di sini?" tanya Ryan mengerutkan kening.
"Eu ... Seharian ini kamu tidak keluar kamar, Mommy hanya merasa khawatir. Makannya Mommy ke sini," jawab Vania.
"Aku sudah baik-baik saja, Mom. Ini aku baru selesai mandi."
"Hmm ... Syukurlah kalau begitu. Eu ... Mommy keluar dulu. Gordennya jangan di tutup gitu, sayang. Biarkan sinar matahari masuk ke dalam kamar, kamar kamu ini dingin banget."
Ryan hanya menganggukkan kepalanya dengan wajah datar.
Vania Clarisa segera keluar dari dalam kamar putranya. Berbagai pertanyaan pun mencuat di dalam otak kecilnya kini. Jauh di dalam lubuk hatinya yang paling dalam, dia tahu betul benda apa yang saat ini berada di dalam saku dress-nya itu.
Akan tetapi, dirinya tidak tahu harus menceritakan ini kepada siapa? Rasanya tidak mungkin jika dirinya memberitahukan hal ini kepada Arion suaminya, mengingat bahwa sang suami pasti akan merasa murka apabila dia tahu mengenai hal tersebut.
"Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan sekarang? Ternyata Ryan tidak sepolos yang aku kira," gumam Vania, mengusap wajahnya kasar.
Dia pun berjalan ke arah belakang. Meletakan pakaian kotor milik Ryan di tempat cucian. Setelah itu, Vania segera meraih bungkusan kecil itu dari dalam saku dan menatapnya dengan seksama.
"Sepertinya ini adalah--" Vania bahkan tidak mampu untuk meneruskan ucapannya.
Setelah berpikir sejenak, akhirnya dia memutuskan untuk bertanya dan mendiskusikan hal tersebut bersama Dion sang putra sulung, meskipun dirinya tahu betul bahwa pemuda itu sama sekali tidak menyukai dirinya. Namun, apalah daya hanya dia orang yang bisa Vania ajak bicara saat ini.
Tok! Tok! Tok!
"Dion, ini Mommy! Bisa kita bicara sebentar?" ujar Vania mengetuk pintu kamar putranya.
Ceklek!
Pintu pun di buka lebar. Dengan wajah malas, Dion berdiri tepat di belakang pintu kini. Dia menatap tubuh ibu sambungnya dari ujung kaki hingga ujung rambut dengan tatapan tajam.
"Ada apa? Tumben Anda ke kamar saya?" tanya Dion dengan bahasa formal.
"Ada yang ingin Mommy bicarakan sama kamu, penting."
"Maaf, saya tidak ada waktu, ibu tiri bermuka 2." Dion hendak menutup pintu, tapi segera di tahan oleh Vania tentu saja.
"Tunggu sebentar, ini tentang adik kamu Ryan," ujar Vania, menahan pintu yang hendak di tutup.
"Ada apa sama dia? Ryan udah pulih betul, besok juga dia mulai sekolah lagi seperti biasanya ko. Jangan so perhatian deh."
"Bukan masalah itu, Dion."
"Lalu?"
"Kita bicara di atap, ada hal penting yang ingin Mommy bicarakan sama kamu."
Dion mendengus kesal. Dia pun keluar dari dalam kamar dengan wajah masam. Pemuda itu berdiri tepat di depan ibu tirinya dengan perasaan enggan.
"Gak usah ke atap segala. Malas saya, bicara di sini saja," pintanya kemudian.
Vania menarik napas panjang lalu menghembuskannya secara perlahan. Dia memejamkan kedua matanya, mencoba untuk bersikap tenang. Setelah itu barulah dirinya mengeluarkan bungkusan kecil yang di duga adalah barang haram.
"Mommy menemukan ini di dalam kamar adik kamu. Apa kamu tahu ini apa?" tanya Vania menyerahkan bungkusan tersebut.
"Apa ini?" tanya Dion menerima dan menatap dengan seksama barang tersebut.
"Mommy menemukan ini jatuh dari celana adik kamu."
"Ryan?"
"Iya?"
"Brengsek, dasar anak nakal. Saya pikir dia sudah berhenti memakai barang haram ini," umpat Dion terlihat kesal.
"Jadi selama ini kamu tahu kalau adik kamu memakai barang haram ini?"
Dion memalingkan wajahnya tanpa menjawab pertanyaan ibu tirinya itu.
"Apa Daddy kalian juga tahu?"
"Jangan katakan masalah ini kepada Daddy!"
"Lho, kenapa? Ryan harus di obati, maksudnya dia harus di rehab sebelum semuanya terlambat."
"Pokoknya Daddy tidak boleh tahu masalah ini, Ryan bisa habis di marahi sama Daddy. Bisa-bisa dia di siksa sedemikan rupa, Daddy itu kejam ketika dia sedang marah."
"Tapi tetap saja, Daddy kamu harus tahu hal ini. Mana boleh kamu menghadapi adik sendirian, Mommy akan bantu bicara sama Daddy kamu, Ryan harus di rehab. Kasian dia!"
"Gak usah so baik, saya gak butuh bantuan dari Anda ibu tiri!" ketus Dion tersenyum menyeringai.
"Tapi, Dion--" Vania hanya bisa mendengus kesal.
"Anak itu harus dia beri pelajaran," ketus Dion.
Pemuda itu seketika mengusap wajahnya kasar. Dia pikir adik keduanya itu sudah lama berhenti mengkonsumsi barang haram tersebut. Namun, nyatanya tidak, Ryan masih saja menggunakannya sampai sekarang, dan ibu tirinya sendiri yang menemukan barang haram itu.
Pemuda itu seketika mengepalkan kedua tangannya. Dia pun berjalan dengan langkah kaki yang tergesa-gesa, wajah Dion terlihat murka. Vania yang sudah dapat menebak apa yang akan dilakukan oleh putra sulungnya itu pun segera menahan Dion seketika itu juga.
"Kamu mau kemana, Dion? Kita bisa bicarakan ini secara baik-baik," pinta Vania menarik pergelangan tangan sang putra.
"Jangan ikut campur, lebih baik Anda urus saja urusan anda sendiri. Jangan so peduli sama kami," ketus Dion menepis pergelangan tangan Vania kasar.
Vania hanya bisa mengikuti putranya dari arah belakang dengan perasaan cemas. Dion berjalan menuju kamar Ryan dengan perasaan kesal. Perkelahian antara kaka beradik pun tidak terhindarkan lagi.
Bruk!
Dion menendang pintu kamar adiknya keras. Ryan yang sedang duduk santai seraya memainkan ponselnya pun seketika terkejut tentu saja. Dia segera berdiri menatap wajah sang kakak dengan perasaan heran.
"Dasar anak nakal!"
Bruk!
Satu pukulan keras mendarat di wajah Ryan. Remaja itu seketika tersungkur di atas ranjang. Dia pun mencoba untuk bangkit dan berdiri tegak.
"Hentikan, apa-apaan kamu, Dion?" teriak Vania, merasa bingung harus berbuat apa sebenarnya. Namun, dia akan melerai perkelahian mereka sebisa mungkin.
"Kaka kenapa? Ada apa?" teriak Ryan tidak terima.
"Apa ini?" tanya Dion, melemparkan bungkusan berisi barang haram tersebut tepat mengenai wajah adiknya.
Ryan sontak meraih benda tersebut. Bagaimana caranya barang yang sudah dia sembunyikan bisa berada di tangan kakaknya? Dia pun menoleh ke arah ibu tirinya, menatapnya penuh rasa curiga tentu saja.
"Dari mana kakak dapat ini?"
"Gak penting kaka dapat ini dari mana. Katamu gak akan memakai barang sialan ini lagi, katamu akan berhenti, tapi apa? Kamu masih memakai ini, Ryan. Kamu harus di beri pelajaran!" teriak Dion.
Dia mencengkram kasar kerah baju yang di kenakan oleh adiknya. Satu pukulan lagi hendak dia layangkan, tapi Ryan sama sekali tidak tinggal diam. Dia menepis pukulan sang kaka dan balas memukulnya kemudian.
Vania benar-benar berada di dalam situassi yang sulit. Dia hanya bisa berteriak histeris menyaksikan kaka beradik berkelahi tepat di depan matanya kini. Baik Dion maupun Ryan tidak ada yang mau mengalah, perbedaan usia yang tidak terlalu jauh membuat otak mereka tidak ada yang bisa berpikir dengan jernih.
"Stooop! Kalau kalian berkelahi kaya gini, Mommy bakalan aduin semua ini kepada Daddy kalian!" teriak Vania, tapi diabaikan tentu saja.
Dion melayangkan tangannya ke udara, satu tamparan pun hendak dia layangkan di wajah Ryan sang adik, karena hilang akal Vania pun memasang badan dengan berdiri tepat di depan pemuda itu. Alhasil tamparan untuk Ryan kini mendarat di wajahnya keras.
Plak!
Telapak tangan Dion mendarat keras di wajah Vania membuatnya seketika tersungkur dia atas lantai.
Bruk!
"Argh!" Vania meringis kesakitan.
BERSAMBUNG
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments
༄༅⃟𝐐𝗧𝗶𝘁𝗶𝗻 Arianto🇵🇸
ternyata anak2 sambungnya bermasalah semuanya..
2023-04-14
2
Diana Susanti
lanjut kak
2023-04-14
1
chan
ya ampun anak nya banyak bermasalah
2023-04-14
1