Perhatian

Bola mata Dion seketika memerah. Mengingat masa lalu membuat luka yang selama ini telah dia kubur ke dasar jurang kembali naik ke pembukaan. Dia dan adik-adiknya hanyalah korban dari perceraian kedua orang tuanya. Menjadi anak-anak yang broken home adalah hal yang dia sesali di seumur hidupnya.

Jangan salahkan Ryan jika dia menjadi seorang pecandu. Adiknya itu hanya mencari pelarian untuk kesepian dan dahaga akan kasih sayang yang selama dia rasakan, sampai akhirnya wanita bernama Vania datang dan sedikit mengobati semua itu. Namun, semuanya terlambat sudah. Ryan sudah terlanjur menjadi seorang pecandu obat-obatan terlarang.

"Sayang! Kamu benar-benar lupa sama Mommy? Ini Mommy Veronika, Dion."

Dion seketika memalingkan wajahnya. Menatap wajah sang ibu hanya membuatnya kembali mengingat janji-janji palsu ibunya, yang mengatakan bahwa beliau akan kembali untuk menjemput dia dan adik-adiknya.

"Cukup, Veronika. Lebih baik sekarang kamu pulang. Lihat putra-putramu, tidak ada satupun dari mereka yang bisa mengenali ibunya sendiri!" pinta Arion.

"Aku mohon cukup! Kalau kalian mau bertengkar kenapa tidak melakukan di ring tinju? Kalian bebas mau saling pukul atau saling lempar di sana. Di sini Rumah Sakit, kalian sudah tua, tidak malu apa bertengkar di tempat seperti ini? Tidak punya etika!" ketus Dion membuat kedua orang tuanya tidak mampu untuk mengatakan apapun lagi. Keduanya benar-benar merasa malu.

Dion pergi begitu saja dari hadapan sang ibu di susul oleh Arion kemudian. Keduanya pun masuk ke dalam kamar di mana Ryan di rawat saat ini. Tentu saja, Veronika merasa sangat terluka. Buliran air mata berjatuhan begitu saja dari pelupuk matanya kini.

* * *

Di dalam kamar rawat inap. Ryan menatap langit-langit kamar. Tatapan matanya nampak kosong, wajahnya pucat pasi. Sama halnya seperti Dion, pikirannya seketika melayang mengingat masa lalu. Meskipun ingatan itu sudah sedikit memudar karena dirinya masih terlalu kecil kala itu.

"Sayang, jangan melamun kayak gitu. Apa kamu menginginkan sesuatu? Katakan, Mommy akan memberikan apapun yang kamu inginkan," lembut Vania. Telapak tangannya mengusap lembut punggung tangan Ryan penuh kasih sayang.

"Jangan tinggalkan aku sendirian, hanya itu yang aku inginkan," jawab Ryan seketika menoleh dan menatap wajah Vania sang ibu.

"Pasti, sayang. Mommy gak akan pernah meninggalkan kamu sendirian. Ada Daddy, ada kak Dion juga di sini."

"Wanita itu! Apa wanita itu sudah pergi?"

"Maksud kamu, ibu kandungmu?"

Ryan terdiam seraya memalingkan wajahnya menatap ke arah lain. Dadanya seketika terasa sesak. Mengingat ibu kandungnya hanya membuat hati dan perasaannya semakin merasa terluka.

"Sayang, dengarkan Mommy--"

Ceklek!

Pintu kamar pun di buka lebar. Suami dan putra sulungnya masuk ke dalam kamar. Vania sontak tidak meneruskan ucapannya. Dia pun menoleh dan menatap wajah keduanya kemudian.

"Kamu sudah bangun? Astaga, Ryan. Apa kamu tahu betapa khawatirnya kaka, heuh? Kaka minta maaf, Ryan. Kaka benar-benar minta maaf karena telah bersikap kasar sama kamu. Kaka menyesal, kaka janji gak akan pernah melakukannya lagi!" ucap Dion seraya berjalan menghampiri. Kedua matanya seketika memerah penuh penyesalan.

"Maafkan aku juga, kak. Aku telah mengabaikan peringatan kaka untuk berhenti waktu itu. Aku janji akan sembuh, aku janji gak akan menyentuh barang-barang haram itu lagi," jawab Ryan dengan nada suara lemah.

Baik Arion maupun Vania merasa terharu menyaksikan hal itu. Mereka tahu betul, perasaan kedua putranya itu tidak sedang dalam keadaan baik-baik saja setelah kehadiran Veronika ibu kandung mereka. Apa yang keduanya tunjukan saat ini adalah sebuah bentuk kasih sayang, dan sedang berusaha untuk saling menguatkan.

"Mom, Dad. Apa tidak sebaiknya kalian pulang dulu? Kalian berdua pasti lelah sekali. Ryan biar saya yang menjaganya," pinta Dion, menatap wajah ayah serta ibu tirinya secara bergantian.

"Mommy baik-baik saja ko, Dion. Kasian Ryan kalau harus di tinggal."

"Gak apa-apa, Mom. Mommy istirahat saja dulu, aku gak mau kalau Mommy sampai sakit karena kelelahan," pinta Ryan, dia yang semula tidak ingin di tinggalkan mendadak merasa khawatir dengan kesehatan sang ibu.

"Kamu yakin baik-baik saja kalau Mommy tinggal?"

Ryan mengangguk-angguk kepalannya. Senyuman kecil terukir dari bibir remaja berusia 15 tahun itu. Meskipun hanyalah sebuah senyuman yang terlihat berat.

"Baiklah, kalau begitu. Mommy pulang dulu. Setelah beristirahat sebentar, Mommy janji akan balik lagi ke sini," ujar Vania akhirnya.

Jika boleh berkata jujur. Masalah yang sedang dia hadapi begitu menguras emosi dan tenaga. Tubuhnya merasa lelah sebenarnya. Tenaganya benar-benar terkuras habis. Dia akan beristirahat di rumah sejenak lalu kembali lagi ke Rumah Sakit.

"Sayang, Daddy antarkan Mommy kalian pulang dulu ya. Dion, jaga adik kamu. Ingat, jangan tinggalkan dia sedetik pun, paham?" tegas Arion, dan segera di jawab dengan anggukan oleh putra sulungnya itu.

"Kalian hati-hati di jalan. Mommy gak boleh sakit karena kelelahan. Jaga kesehatan Mommy," pinta Dion penuh perhatian.

Satu perhatian yang sukses membuat hati Vania merasa tersentuh. Dia merasa senang karena hati Dion benar-benar telah luluh. Vania Clarisa merasa telah menjadi seorang ibu seutuhnya.

Sesuatu yang sama sekali tidak pernah dia duga sebelumnya. Menjadi seorang ibu yang baik bagi ketiga putra sambungnya adalah sesuatu yang tidak pernah dia bayangkan. Namun, hati seorang Vania benar-benar merasa bahagia.

"Kamu juga baik-baik di sini. Mommy sama Daddy pulang dulu."

Dion kembali menganggukkan kepalanya.

* * *

Sepeninggal ayah juga ibu sambungnya. Kini tinggallah Ryan bersama sang kaka di sana. Ryan meminta Dion untuk sedikit menaikan ranjang miliknya agar dia bisa setengah duduk dengan menyandarkan punggungnya.

Sang kaka pun mengikuti keinginan Ryan. Remaja itu sudah dalam keadaan setengah duduk sekarang. Kaka beradik itu nampak saling menatap satu sama lain. Sepertinya, keduanya pun sedang memikirkan hal yang sama sekarang.

"Apa kakak bertemu dengan wanita itu?" tanya Ryan secara tiba-tiba dengan nada suara lemah.

"Wanita itu? Maksud kamu Mommy Veronika?" jawab Dion mengerutkan kening.

"Iya, kak."

"Kamu masih ingat sama Mommy Veronika?"

"Bagaimana bisa aku melupakan wanita itu? Bagaimana bisa aku melupakan kejadian yang menyakitkan itu, kak. Sejujurnya aku merindukan beliau, tapi rasa sakit di hati aku gak bisa hilang begitu saja. Aku harus bagaimana, kak? Kenapa bertemu dengan ibu kandungku sendiri rasanya sangat menyakitkan, hiks hiks hiks!" tiba-tiba saja Ryan menangis sesenggukan, tangisan yang terdengar pilu membuat Dion sontak memeluk tubuh adiknya erat, merasakan hal yang sama sebenarnya.

BERSAMBUNG

...****************...

Terpopuler

Comments

Diana Susanti

Diana Susanti

nggak PUNYA kerjaan bingung,,,kerja terlalu sibuk salah juga,,,dan perselingkuhan bubar RT

2023-04-20

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!