Di hamparan bukit hijau yang luas, tepatnya di sisi area sebelah kanan. Ada sebuah pohon besar dan hanya ada satu-satunya pohon besar di sana.
Angin bertiup sepoi-sepoi. Burung-burung berkicauan merdu saling bersahut-sahutan. Bunyi gemericik air dari aliran sungai membuatnya semakin syahdu dan merilekskan pikiran. Cuaca sangat cerah, tak mendung dan juga tak terlalu panas.
Di bawah pohon besar tersebut terdapat sebuah permadani bernuansa merah jambu yang memiliki aksen garis-garis hitam putih di tepiannya serta motif dedaunan yang tersebar di beberapa titik permadani tersebut membuatnya makin tampak indah dan sedap di pandang mata.
Di atas permadani tersebut, dua insan tengah menikmati suasana di perbukitan yang indah itu. Sang lelaki menidurkan kepalanya di atas paha sang wanita yang kakinya tengah diselonjorkan.
Lelaki itu memejamkan mata menikmati kelembutan tangan sang wanitanya yang tengah memijat kepala dan mengusap lembut rambutnya.
"Enak Mas?" tanya wanita itu.
"Enak sayang pakai banget sampai aku ketiduran," ucap lelaki itu seraya terkekeh.
Kemudian tiba-tiba lelaki itu bangkit dan duduk saling berhadapan dengan wanitanya. Ia menyelipkan rambut sang wanita ke belakang telinga dan mengelus pipi wanita itu.
"Sayang, kamu harus buka hatimu untuk dia. Karena dia adalah calon suamimu. Percayalah dia sangat mencintaimu. Bahkan melebihi cintaku padamu selama ini," ucap sang pria lembut tetapi serius.
"Apa iya Mas dia bisa mencintaiku yang seorang janda dan lebih tua darinya. Aku merasa insecure," ucap wanita itu lirih.
"Buang jauh-jauh rasa insecuremu itu. Apa yang tadi kamu lakukan padaku, nanti wajib kamu lakukan juga untuknya. Bahkan harus lebih baik dari itu. Kamu patuhi segala perintahnya dan layani dia sebaik mungkin penuh cinta sebagai tanda baktimu padanya. Selalu percayalah apa yang keluar dari bibirnya dan jangan pernah percaya dengan apa kata orang lain tentang kalian berdua nantinya," ucap sang pria.
Hening menghinggapi keduanya. Sang lelaki masih menatap serius wajah wanitanya yang tengah menunduk dan tengah memilin jari-jarinya menunjukkan kegugupan serta kecemasan yang masih melanda wanita itu.
"Kenapa tidak dijawab, Sha? Apa sekarang kamu juga meragukan apa yang aku ucapkan?" tanya Handika.
"Eh, eng_gak Mas. Enggak ragu sama sekali, Mas. Aku percaya, Mas Handika sayang sama aku. Jadi apa yang Mas lakukan dan ucapkan pasti semua itu terbaik untukku," ucap Aisha meyakinkan.
"Jangan pernah meragukan ketulusan serta cintanya apalagi sampai membuatnya kecewa, Sha. Karena aku dan Papa sudah pernah mengecewakannya jadi aku tidak ingin kamu melakukan hal yang sama padanya. Jika dirinya bersedih karena rasa kecewanya padamu, maka aku akan jauh merasa bersedih darinya. Kamu mengerti, Sha?" tanya Handika tegas namun masih berbalut kelembutan.
"Iya, Mas. Aisha paham. Semoga Aisha bisa mencintai dan menjadi istri yang baik untuknya serta berusaha tidak mengecewakannya," ucap Aisha dengan lembut.
Perlahan Aisha membuka matanya. Ia mengedarkan pandangan di sekelilingnya begitu remang-remang hanya ada sebuah cahaya temaram dari lampu tidur kamarnya. Jam masih menunjukkan pukul empat pagi.
Aisha pun bangkit dari tidurnya dan bersandar pada headboard ranjangnya serta sedikit membenahi selimutnya. Hawa sejuk tengah melanda di daerah Sleman sebab sejak semalam gerimis ringan mengguyur kota tersebut sehingga pagi ini tampak lebih dingin nan sejuk. Sebuah helaan nafas meluncur.
"Ah, ternyata hanya sebuah mimpi. Terima kasih Mas, sudah hadir di mimpiku. Semoga aku bisa menjalankan amanahmu dengan baik," batin Aisha sambil tersenyum.
Tak lama dering ponsel Aisha berbunyi dan menampakkan id pemanggil dari calon suaminya. Dengan sedikit gugup akhirnya Aisha menjawab telepon dari Faizan.
"Halo, iya Dek."
Hening menyergap setelah Aisha menyapa Faizan membuat Aisha mengerutkan keningnya. Bahkan ia melihat layar ponselnya kembali bahwa betul Faizan meneleponnya. Namun kenapa tidak ada suara lelaki itu.
"Halo," ucap Aisha kembali.
"Apa aku adekmu terus sehingga panggilannya tetap saja adek," cicit Faizan di seberang sana membuat Aisha mendadak gugup namun hatinya berdesir seakan dihinggapi virus merah jambu secara tiba-tiba.
Sebab suara Faizan tampak berbeda dari biasanya. Kini suara Faizan serupa lelaki yang tengah merajuk pada kekasihnya. Tak lama membuat Aisha mengulum senyum manisnya.
"Ehm, maaf Mas kalau aku masih belum terbiasa jadi suka lupa. Mas Faizan jangan ngambek ya. Maafin Aisha ya Mas," ucap Aisha sedikit terbata-bata karena dilanda gugup.
"Ya sudah, kamu pasti belum mandi. Segera mandi dan siap-siap gih. Aku mau rebahan sebentar di bale-bale depan rumahmu sambil nunggu kamu siap," ucap Faizan.
"Hah, Mas sudah di depan rumahku? Sejak kapan?" tanya Aisha terkejut.
"Sejak namamu ada di hati ini," ucap Faizan tanpa tedheng aling-aling.
"Dasar gombal! Pagi-pagi cuci muka dulu sana Mas. Jangan gombalin anak gadis orang," ledek Aisha.
"Kalau gadisnya cuma kamu yang digombalin sih aku siap grak dua puluh empat jam," ucap Faizan seraya terkekeh.
"Sayangnya aku bukan gadis Mas. Kan aku janda. Enggak malu nih Mas nikah sama janda? Apalagi gombalin janda kayak aku begini yang katanya mandul lah, pembawa sial lah."
"Aku enggak suka kamu bicara seperti itu, Sha. Buatku, Aisha Permata Jingga itu melebihi dari sebuah permata berlian yang nilainya tiada tara. Jangan kamu masukkan ke hati omongan Mama Ida. Nanti kalau kita sudah nikah, aku bakalan bikin kamu sering hamil loh Sha. Jadi kamu harus siap," ucap Faizan serius seraya tersenyum.
Deg...
🍁🍁🍁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
karin Ke
gmn mau hamil ya aisha,, wong masih segelan 😀😀😀😀😀
2024-10-29
0
Tuti Tyastuti
oh abang bikin adek meleleh🥰🥰
2024-07-15
0
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
sinyal faizan mau anak banyak dari aisha. 🤭
2024-03-26
2