Darrel membolak-balikkan kaos putih miliknya yang terdapat noda coklat memanjang. Dia tengah mengingat-ingat bagaimana noda itu bisa di dapatkan.
Aku tadi tidak jatuh. Gadis itu yang jatuh. Apa dia tidak pernah mandi sampai-sampai kulitnya sekotor ini?
"Ini kaosnya." Seseorang memberikan sebuah kaos. Dia adalah Ano salah satu anak buah Alan yang sengaja di perintahkan untuk melindungi Darrel.
Terdengar aneh, sebab meski Darrel begitu tampan. Kekejaman melebihi batas normal. Dia sudah terlatih membunuh. Tujuannya tidak lain ingin membentuk kepribadian kuat selayaknya Kai.
"Apa warna kulit bisa mengelupas." Ano terkekeh bersama yang lain." Aku yakin noda ini berasal dari gadis aneh tadi." Imbuhnya seraya memakai kaos.
"Mana mungkin?! Kecuali dia tidak mandi." Tebakan tersebut juga bersarang di otak Ano.
"Sekotor apapun tubuhnya. Tidak mungkin bisa luntur jika tanpa pewarna kulit."
Darrel tersenyum simpul. Cukup masuk akal walaupun dia tidak ingin memikirkannya.
"Kamu mau membolos?" Tanya Ano akrab. Alan memang menyuruh mereka mengobrol selayaknya teman bukan antara anak buah dan Bos.
"Ibu negara bisa marah. Aku benci melihat itu." Bagi Darrel, kemarahan Nay adalah hal yang sangat di takutkan sebab sejak kecil sosok tersebut selalu membelanya.
"Kami akan tutup mulut. Daripada kamu di kejar-kejar Agatha."
"Kita masuk sedikit terlambat lalu kabur ketika pelajaran selesai."
Darrel merupakan perpaduan antara watak Nay juga Kai. Walaupun dia terbentuk dari teknologi namun wataknya tidak jauh berbeda dari kedua orang tuanya.
Adakalanya Darrel berbuat kejam bak penguasa berdarah dingin. Namun adakalanya dia bisa berubah menjadi sangat ramah bahkan begitu ramah.
.
.
Tepat saat Dosen masuk, Darrel terlihat baru saja masuk ke dalam kelas. Agatha mengambil tas yang sengaja di letakkan agar bangku di sisinya kosong. Namun Darrel malah terus berjalan dan memilih duduk di belakang bersama Ano juga Ella yang ternyata juga duduk di sana.
Kesempatan tersebut di pakai Darrel untuk menjawab rasa penasarannya. Sesekali dia memperhatikan Ella yang terlihat fokus menyimak mata kuliah.
Kalau dia tidak mandi. Mungkin aromanya sampai ke sini. Lantas kalau dia memakai pewarna kulit? Untuk apa? Astaga.. Tanda lahirnya buruk sekali.
Darrel kembali fokus pada pelajaran. Tebakan yang bersarang di otaknya hanya membuang-buang waktu. Ella tidak tampak menarik baginya. Nay juga menyuruhnya berhenti bermain-main dan fokus pada kuliah. Menurutnya perintah itu lebih penting daripada memikirkan para gadis yang memang cenderung melemahkan.
Sepanjang pelajaran Ella tidak fokus pada penjelasan dosen. Dia malah memikirkan sebuah cara agar bisa terbebas dari jeratan pernikahan. Kehidupannya sudah sangat tersiksa akibat perbuatan Lena. Lalu sekarang dia harus menghabiskan sisa hidupnya untuk orang yang lebih mirip di panggil Ayah.
Enak sekali menjadi mereka. Sedangkan aku harus... Terdengar helaan nafas berhembus berat. Ella merasa tidak akan ada gunanya mengeluh dan meratapi nasib.
"Kau tuli!!!" Ella mendongak ke arah Agatha yang sudah berdiri di samping mejanya.
Darrel tampak tidak perduli. Pelajaran ternyata belum selesai. Si dosen pergi sebentar dan memberikan tugas pada mereka. Itu kenapa Agatha ingin Ella pindah agar dirinya bisa duduk di samping Darrel.
"Apa?" Tanya Ella pelan hampir tidak terdengar. Sebagian penghuni kampus menatapnya rendah.
"Pindah." Ella melirik ke arah Darrel, dia baru sadar sudah duduk di sampingnya. Fokus sering menghilang begitu saja akibat beban hidup yang menghantam.
"Kamu yang menyuruh ku duduk di sini." Sebelum Darrel datang, Ella hendak duduk di bangku paling depan tapi Agatha mencegahnya dan malah menyuruhnya duduk di belakang.
"Jangan banyak mulut! Pindah saja cepat." Pintanya kasar.
"Seret paksa." Ledek Ano terkekeh. Dia yakin Agatha jijik menyentuh Ella.
"Menjijikan sekali menyentuh dia!!" Menunjuk ke arah Ella yang tentu tersinggung dengan ucapan tersebut." Cepatlah hei anak baru! Aku ini senior mu!!" Teriak Agatha geram.
Tepat di saat Ella akan mengangkat bokongnya. Darrel mencegahnya dengan menyentuh lengannya. Sambil menyelam minum air. Selain ingin menghindari Agatha, rasa penasaran Darrel akan terjawab ketika kulit mereka bersentuhan.
Lengket, begitulah kesan pertama. Tapi di sini Darrel tidak mencium aroma kurang sedap jika memang Ella tidak mandi berhari-hari.
"Tetap di sana." Pinta Darrel pelan. Sontak saja Ella menarik lengannya kasar. Selain kaget, dia juga tidak terbiasa di sentuh. Sungguh mencurigakan. Apa tujuan gadis ini kalau memang ini hanya pewarna kulit? Sebuah noda coklat tampak ada pada telapak tangan Darrel.
"Aku tidak mau putus Darrel. Salahku apa?" Darrel menghela nafas lembut lalu menatap ke arah Agatha.
"Kamu tidak salah. Mama ku tidak memperbolehkan ku berpacaran." Huuuuuuuuu!! Sontak riuh terdengar menggema memenuhi ruangan.
"Kamu hanya beralasan. Aku mohon, jangan putus."
Oh jadi gadis ini pacarnya. Hm sangat cocok. Mereka sama-sama memiliki paras yang cantik dan tampan. Tapi sikap gadis ini buruk sekali. Batin Ella berpura-pura tidak perduli.
"Terserah. Aku tidak bisa menolak keinginan cinta pertama ku."
"Jangan konyol Darrel. Kamu sudah besar dan bisa memilih jalan hidup." Darrel kembali tersenyum simpul. Dia tidak peduli pada pendapat orang lain.
"Aku memang hanya bermain-main Agatha. Jalan hidup seperti apa yang kau ceritakan? Apa kau sudah berandai-andai ku jadikan Istri?" Huuuuuuuuu Kini sorakan riuh di iringi kekehan penuh ejekan.
"Hubungan memang berakhir pada pernikahan. Aku serius."
"Aku tidak." Darrel melirik ke arah Ella yang terlihat menunduk. Dia sedang menerka tujuan Ella mewarnai tubuhnya menjadi gelap. Apa dia salah satu musuh Papa? Mencurigakan sekali.
Tebakan itu malah bersarang di otak Darrel. Banyaknya musuh Kai membuatnya di haruskan tetap waspada.
"Kembali ke tempatmu. Kerjakan tugas sebelum Pak Iksan kembali." Agatha mendengus seraya menatap kesal ke arah Ella. Dia memutar tubuhnya dan kembali duduk di bangku awal.
Awas saja! Kau berani menolak keinginan ku! Akan ku buat kau menyesal sudah berani duduk di samping Darrel ku!!!
Agatha tersenyum sinis. Mulai merencanakan sebuah pembullyan untuk Ella tanpa sepengetahuan Darrel yang menentang keras perbuatan itu.
Organisasi kecil memang terbentuk di kampus. Tapi bukan untuk membully, melainkan untuk menjaga keamanan kampus. Bagaimana mungkin Darrel tidak populer. Kampus menjadi aman karenanya. Semua kalangan mengidolakan juga memujanya.
"Siapa namamu?" Tanya Darrel pelan. Dia menaruh curiga pada Ella yang di anggap sebagai musuh yang menyamar.
Namun Ella berpura-pura tidak mendengar meski untuk pertama kalinya ada seseorang yang menanyakan namanya.
Untuk apa dia bertanya nama? Ella juga merasa penasaran walaupun dia tidak bisa berbuat banyak. Ancaman di bunuh tentu membuatnya takut melanggar. Dia hanya ingin kabur tanpa jejak.
"Kamu tidak dengar?" Tanya Darrel mengulang. Ella membereskan buku juga alat tulis juga laptop dan memasukkannya ke dalam tas. Lebih baik dia menghindar daripada harus banyak bicara." Hei." Ucapan Darrel tidak membuat Ella berhenti melangkah keluar.
"Serius kamu ingin berkenalan?" Tanya Ano berbisik.
"Kau tidak curiga." Darrel menunjukkan noda coklat pada telapak tangannya." Dia sengaja mewarnai tubuhnya. Pasti untuk memata-matai ku." Imbuh Darrel sambil mengerjakan tugas dari Dosen. Tidak lupa dia menyingkir kursi di samping dengan cara menendangnya.
"Dia terlihat tidak membahayakan. Hanya seorang gadis kecil. Ku perkiraan umurnya masih 19 tahun."
"Terkadang yang terlihat jinak lebih membahayakan. Selidiki gadis itu." Ano menutup laptopnya lalu mulai mengirimkan pesan untuk para anak buah yang tersebar di seluruh jurusan.
Tanpa Darrel sadari, Agatha mengikuti kepergian Ella. Dia berjalan seraya menghubungi beberapa kacungnya. Mereka merupakan para mahasiswa yang kerapkali di manfaatkan Agatha karena kebodohannya.
🌹🌹🌹
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Yunita Indriani
ketauan darel bisa habis kau agatha
2023-04-08
1