Apa yang dirasakan Cindy seperti ingin bangun tapi tak bisa. Ingin bergerak akan tetapi otot pada jaringan tubuhnya tidak lagi memiliki kekuatan. Kelopak matanya terasa begitu berat sekali untuk membuka. Pada hal dia sudah mendengar isak tangis seorang wanita. Telinganya sudah dapat menangkap langkah sepatu suster-suster yang hilir mudik di luar kamar. Cindy mulai menggerakkan sekujur badannya dan rasa linu di bagian lengannya menyentakkan urat nadi di bagian mata, sehingga matanya dapat membuka perlahan-lahan tanpa disadari. Dia mulai melihat remang-remang bayangan orang-orang dan dia mendengar pula namanya dipanggil lirih. Lama kelamaan Cindy dapat melihat dengan jelas orang-orang yang ada di sekitarnya, juga dua orang polisi yang berpakaian dinas. Dia melihat Rangga duduk di kursi yang dekat sekali dengan kepalanya. Lantas ibunya menatap penuh kesedihan, dan menangis tersedu-sedu. Cindy ingin menggerakkan tangannya, tapi rasa linu dan sakit menyerangnya. Dia mencoba melihat letak rasa sakit dan linu di lengan, kenapa sakit sekali?
Cindy mencoba sekali lagi untuk mengingat apa yang telah terjadi. Ooooh, lenganku yang sakit dan di balut perban ini telah tertembak. Bajingan Romeo itu telah menembakkan peluruh pistolnya dan mengenai lengannya. Setelah Cindy mengetahui apa yang telah terjadi, barulah menatap wajah Rangga dalam-dalam, Bibir Rangga bergetar, sedangkan matanya merah.
"Syukur kalau kau telah siuman Cindy." Kata Rangga lirih.
"Rangga... kau tidak apa-apa bukan?" Tanya Cindy.
Rangga menggangguk sambil membelai rambut Cindy dengan penuh kasih sayang. Di kedua mata Rangga mengambang butiran air bening yang berkilau-kilauab. Begitu pun kedua mata Cindy yang mengalir air bening, pelan-pelan jatuh ke hidung. Cindy ingin mengucap sesuatu tapi hanya bibirnya saja yang bergerak namun tidak mengeluarkan sepatali kata pun. Rangga mengangguk-anggukkan kepala, walau pun dia sendiri tak tahu apa yang di maksud Cindy. Dia hanya ingin gadis itu terasa terhibur. Dia hanya mengharapkan gadis itu gembira dan bukan bersedih.
"Ibu..." Ibu panggilnya lirih. Wanita setengah baya itu mendekat dan memegangi tangan Cindy.
"Maafkanlah ibumu nak." Suara perempuan setengah baya itu bergetar. Tekanan nada suaranya demikian menyedihkan.
"Tidak ada yang perlu dimaafkan ibu. Semua sudah berlalu." Kata Cindy dengan nafas sesak.
Ucapannya yang terpotong-potong karena kondisi badannya yang lemah.
"Tapi ibu telah membuatmu menderita nak." Lanjut ibunya, Cindy menatap wajah ibunya yang berlinangan air mata. Wajah tua yang semakin keriput itu nampak demikian sedih dan menyesal.
"Ibu...!" Panggil Cindy kemudian.
Perempuan yang duduk di pinggiran tempat tidur, memeluk Cindy sambil menangis tersedu-sedu.
"Sungguh malang nasib mu nak," rintih perempuan itu.
"Tuhan akan segera mengakhiri siksaan diriku ibu." Sahut Cindy.
Suasana di dalam kamar itu penuh dengan isak tangis. Disamping perasaan bahagia terselip di setiap hati mereka atas terlepasnya belenggu siksaan Cindy, rasa syukur yang terucap sekalipun pelan kepada yang Maha Kuasa.
Setelah keadaan berubah tenang dan di wajah-wajah mereka telah tampak senyum cerah, Rangga mencium kening Cindy lembut sekali.
"Lekaslah sembuh Cindy. Supaya kita dapat saling memadu kasih yang tiada rintangan lagi." Tutur Rangga lunak.
Cindy tersenyum manis sekali. Meskipun wajahnya masih pucat tidak mengurangi kecantikannya. Justru lebih menarik. Rangga memegang tangan Cindy lantas diciumnya penuh kasih sayang.
"Tengoklah keluar melalui jendela Cindy. Di atas pohon flamboyan itu burung-burung bernyanyi gembira. Seakan-akan turut merasakan perasaan apa yang tengah kita alami sekarang. Lihatlah bunga-bunga yang tumbuh subur di ranting-rantingnya, alangkah indahnya Cindy. Apakah kau dapat merasakannya juga?" Ucap Rangga.
Cindy menoleh ke arah jendela dan melayangkan pandangan ke pohon flamboyan yang berbunga molek. Bibir Cindy tersenyum gembira, dan matanya berseri-seri ketika menatap bunga-bunga flamboyan itu.
Dua orang polisi dan ibu Cindy keluar meninggalkan kamar itu. Rupanya mereka merasa tahu diri. jika berada di situ akan dapat mengganggu keasyikan sepasang remaja itu. Maklum kedua remaja yang saling mencinta baru saja lepas dari maut. Jadi kebersamaannya lagi membangkitkan gelora cinta yang hampir-hampir lupa diri.
"Alangkah indahnya hari ini Rangga." Kata Cindy dengan wajah berseri-seri. Rangga mencium kening gadis itu dan Cindy memejamkan matanya meresapi kelembutan lelaki yang sedang menciumnya.
"Sejak dahulu hati ku bimbang dan ragu Cindy". Gumam Rangga.
"Apa yang kau ragukan Ngga?" Suara Cindy bermanja.
"Tentang hati dan perasaanmu." Ucap Rangga.
"Kenapa Ngga?" Tanya Cindy.
"Sejak aku merasakan bermesraan, sejak aku mengenal kebahagiaan, selama itu pula diriku dalam keresahan Cindy. Sebenarnya keresahanku berasal dari kata pasti yang tidak bisa teruraikan dalam bentuk apa pun Cindy.
"Aku tidak mengerti yang kau maksudkan Ngga." Balas Cindy bingung.
"Kata cintamu Cindy. Kalimat itulah yang senantiasa kutunggu. Sebab aku tahu bahwa gelora cinta begitu membara di pipimu. Aku melihat dengan jelas dikala kau tersipu. Aku merasakan diwaktu mencium pipimu, merah merona oleh gelora cintamu yang tak mampu kau sembunyikan. Katakanlah jika kau mencintai aku Cindy. Karena hati dan perasaanku tidak akan bimbang, ragu serta tidak lagi berhayal bahwa alangkah mudahnya meraih bintang." Jelas Rangga dengan penuh pengharapan.
Cindy tersipu, kedua pipi gadis itu merah merona. Bibirnya tersenyum tapi dikulum. Aaah! kenapa aku jadi malu untuk mengatakan keadaanku yang sebenarnya? Bukankah aku mencintai Rangga? Cintaku semurni air sorgawi. Tapi rasa malu itu bagi Cindy karena memang belum pernah menyatakan cintanya kepada lelaki manapun. Sebab memang baru untuk pertama kali ini Cindy jatuh Cinta. Dan untuk pertama kali ini pula Cindy merasakan kasih sayang dari seorang lelaki yang benar-benar mencintainya. Maka tak heran apabila kata cinta begitu sulit keluar dari mulutnya.
"Cindy, katakanlah sayang... katakanlah." Desak Rangga lunak.
Gadis itu masih tersipu malu namun memegang erat telapak tangan Rangga. Rasa hangat dari cinta menyusup melalui darah gadis itu saat menggenggam telapak tangan pemuda itu.
"Kalau masih jua kau tak mau mengatakan, aku akan pulang sekarang." Ancam Rangga berpura-pura.
"Jangan...!" Desah Cindy tertahan.
Matanya yang bening menatap wajah Rangga dalam-dalam.
"Habis kamu enggak membalas cintaku sih?," gerutu Rangga.
"Aku mencintaimu Rangga." Kata Cindy lirih.
"Benarkah itu Cindy?" Rangga mengulangi pertanyaannya.
"Ya Rangga. Aku mencintaimu." Jawab Cindy tegas.
"Oooooh begitu bahagia hatiku. Cintamu tidak lagi tergadai." kata Rangga dengan gembira.
Cindy jadi tersenyum geli. "Kamu kok seperti anak kecil sih?," cela Cindy lembut.
"Perasaan bahagia bisa membuat perobahan sikap seseorang begitu singkat. Kalau aku kau katakan seperti anak kecil, boleh dong cium bibirmu." Gurau Rangga sembrono.
"Hus jangan!, nanti dilihat orang." Sergah Cindy.
"Anak kecil kan tidak punya malu," sahut Rangga.
"Hih kamu ngaco ya?" Gerutu Cindy manja.
"Boleh cium kan?" Pinta Rangga.
"Enggak mau," sergah Cindy sambil tersipu.
"Sebentar saja mumpung tidak ada orang." Desak Rangga.
"Ah, aaah!" Elak Cindy ketika bibir Rangga sudah menempel di pipi Cindy. Anehnya elakan itu hanya berpura-pura. Terbukti bibir Cindy terkuak, menerima serangan bibir Rangga yang akan **********. Meskipun sekejap kecupan itu cukup memberi gairah kehangatan bagi sekujur tubuhnya yang semula lemah lunglai.
"Sudah ah, nanti dilihat orang." Ucap Cindy.
"Aku benar-benar mencintaimu Cindy." Ucap Rangga.
"Masih banyak rintangan buat kita Rangga dan mampukah kau menundukkannya? Jika kau berhasil menaklukkan, kenyataanku, barulah kau dapat memiliki diriku sepenuhnya." Tutur Cindy lembut dan penuh harap.
Mata mereka saling bertatapan lama sekali. Hati mereka telah terpaut menjadi satu. Namun tidaklah sampai di situ saja hambatan yang merintangi jalinan cinta mereka. Tangan Rangga meraih jari-jari Cindy dan menggenggamnya erat.
"Cintaku yang suci menuntut banyak pengorbanan Cindy. Sekalipun tegarnya batu cadas, aku akan tetap berusaha untuk meruntuhkannya. Meskipun harus kuarungi lautan demi cintaku kepadamu, aku tak akan gentar sedikit pun Cindy." Ucap Rangga tegas.
"Harapanku semoga kita dapat selamanya berdua Rangga." Balas Cindy penuh pengharapan.
"Yah. Milikilah keyakinan itu sayang. Setelah kita dapat lolos dari belenggu pria tua, kita pun harus dapat menaklukkan kenyataan." Ucap Rangga lembut.
Cindy tersenyum pasrah kepada Rangga. Sepasrah hatinya buat menerima cinta Rangga yang menggebu-gebu. Sebaliknya gelora cinta di dada Cindy mengharapkan semua rintangan itu segera sirna.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments