Cindy baru saja menghempaskan pintu mobil.
Lalu berjalan masuk ke rumah. Sore itu dia ingin menenangkan pikirannya agar bisa memecahkan persoalan yang tengah membelenggu dirinya. Dia telah berhasil memberi tahu kepada Rangga mengenai diri Romeo yang sebenarnya. Dan perasaannya sudah agak lega karena beban yang menindih di dada sudah agak berkurang. Kalau saja uneg-unegnya sajak dulu belum pernah di utarakan kepada siapa pun, kini hanya kepada Ranggalah semuanya itu terungkap secara gamblang. Kendati di antara mereka belum menemukan jalan untuk menyelesaikan problem yang dirasakan amat sulit ini.
Baru saja Cindy melangkah masuk di ruang tamu, Romeo nampak duduk dengan alis mata yang mengerut menahan gejolak amarah. Tatapan lelaki itu begitu menghujam perasaan Cindy.
"Dari mana kau Cindy!." Tegur Romeo dengan suara keras.
Cindy agak terkejut menerima teguran sekasar itu. Kakinya gemetar dan sorot matanya pun gelisah dicekam kecemasan.
"Dari..." Jawab Cindy terhenti.
Romeo bangkit dari tempat duduk dengan cepat. "Jawab dengan jujur! Kau sehabis menemui Rangga bukan?!" Tanya Romeo Cindy tak bisa menjawab, dia menundukkan muka. Sementara Romeo *******-***** telapak tangannya yang dirasakan gatal.
"Jawab!! " Bentak Romeo keras. Sekujur tubuh
Cindy bertambah gemetar. Bentakan Romeo bagai terasa meruntuhkan jantungnya. Telapak tangan Romeo segera mendarat di pipi Cindy berulangkah, sehingga gadis itu menjerit menahan sakit.
"Kau lelaki kejam!." Pekik Cindy sambil memegangi kedua pipinya yang pedih dan sakit akibat tamparan Romeo.
"Jangan coba-coba melawan aku Cindy!" Bentak Romeo.
"Aku tidak takut! Aku tidak takut! Sebab untuk apa aku harus menempuh hidupku sepahit ini! Kau bunuh pun aku rela !" Kata Cindy yang nekad.
Romeo menekan rahang hingga suara gemelutuk giginya terdengar. Sedangkan mata lelaki itu seperti mata harimau yang siap menerkam. Namun Cindy tidak lagi merasa takut menghadapi lelaki itu.
"Aku bukan wanita yang mau menerima penderitaan dan siksaan seperti ini. Dan kurasa bukan aku saja yang mau menerima kenyataan ini. Wanita manapun akan lebih rela mati ketimbang menjadi kambing hitammu. Kau seorang lelaki kejam yang tidak mempunyai perasaan! Ayo bunuhlah aku sekarang!!." Hardik Cindy tanpa perasaan takut sedikit pun juga.
Romeo tidak bisa melakukan apa-apa. di saat menghadapi Cindy yang nekad ini. Tapi masih juga telapak tangan kanannya mengepal-ngepal gatal. Kalau saja dia tidak melihat wajah Cindy yang cantik itu, mungkin lelaki sadis ini sudah membunuhnya.
Romeo sangat terkenal di kalangan orang-orang kapal sebagai lelaki pembunuh berdarah dingin. Namun kali ini lelaki yang terkenal berdarah dingin tidak bisa berbuat sesuatu terhadap gadis secantik Cindy.
"Detik ini aku akan pergi!." Tandas Cindy.
"Aku tidak akan segan-segan untuk bertindak terhadap dirimu dan orang tuamu. Persoalan keluargamu akan bertambah keruh!." Ancam Romeo.
"Jangan sangkutkan lagi persoalan keluargaku. Bukankah semua persoalan itu sudah menjadi bebanku? Hanya kita berdua yang menjadi peranan peming dalam hal ini." Ucap Cindy.
"Jadi kau benar-benar akan pergi?" Sedikit lunak kata-kata Romeo. Namun kelunakan ucapan lelaki itu mengandung ancaman.
"Ya." Balas Cindy. Langsung saja Romeo menarik tangan Cindy dan memaksa Cindy masuk ke dalam kamar. Gadis itu meronta-ronta untuk berusaha melepaskan pegangan telapak tangan Romeo yang erat. Pergelangan tangan Cindy dalam genggaman telapak tangan Romeo dirasa sakit.
"Lepaskan aku bajingan! Lepaskan!." Teriak Cindy dalam isak tangis yang pilu. Namun lelaki itu tidak mau melepaskan genggamannya bahkan membanting diri Cindy ke tempat tidur. Pintu kamar di kunci rapat-rapat. Mata Romeo yang kemasukan iblis itu meneliti sekujur tubuh Cindy yang tertelantang di atas pembaringan. Tubuh Cindy semakin bergidik kala matanya menangkap pancaran mata lelaki yang melangkah mendekati dirinya.
"Kali ini jangan mencoba berkeras Cindy. Kau telah tahu siapa aku bukan?" Gumam Romeo sengit.
"Aku tak perduli siapa kau!." Ucap Cindy mendengar gertakan Romeo yang masih berdiri di tempat lulur sambil tersenyum sinis. Tiba-tiba telapak Romeo mendarat dengan keras ke pipi Cindy. Gadis itu langsung terpelanting jatuh dari tempat tidur. .Ada keluar cairan kental berwarna merah mengalir dari hidungnya. Dan ketika Cindy menghusap cairan itu.
"Oooool...!" jantungnya berdesir. "Darah!" pekiknya dalam hati. "Jangan kau siksa aku seperti ini. bunuhlah sekalian!." Pekik Cindy melengking.
Lelaki itu menyambar gaun yang dikenakan Cindy lalu menariknya kuat-kuat. Gaun itupun koyak dan di bagian dada gadis itu terpampang halus membangkitkan nafsu Romeo. Sementara Cindy berusaha menutupi pada bagian dada dengan kedua tangannya.
"Iblis kau!." Kutuk Cindy histeris. Lelaki itu semakin membabi buta. Kedua tangan Cindy yang detik itu menutupi dada direntangkan oleh Romeo. Gadis itu menjerit namun tak didengar lagi, karena iblis telah menguasai jiwa Romeo. Keluh Cindy terputus karena nafasnya sesak.
Dia berusaha melawan tapi selalu saja gagal karena kedua lengan gadis itu di betot ke belakang, Cindy meringis kesakitan. Kepalanya digeleng-gelengkan menahan perih dan sakit. Lelaki itu semakin buas menyerang tubuh Cindy dengan ciuman berulang kali. Dengan setengah sadar Cindy mencari kelemahan lelaki itu dan disaat tertentu Cindy berhasil menendang dada lelaki itu. Membuat Romeo terlempar ke sudut ranjang, menghantam tembok.
Bagai seekor banteng yang terluka lelaki itu bergegas bangkit dan menyerang Cindy yang masih terengah-engah kecapaian. Tubuh Cindy yang lemas ini diterkamnya. Kedua manusia itu bergulingan di atas tempat tidur. Meskipun tubuh Cindy lemas kehabisan tenaga, masih tetap berusaha agar lelaki itu tidak menodainya.
Jari-jarinya yang berkuku panjang sempat mencabik muka Romeo.. Lelaki itu meringis menahan rata pedih. Dalam kesempatan ini Cindy meraih kipas angin yang ada di dekatnya.
Lelaki yang sedang kesakitan karena sebelah matanya berdarah akibat cabikan kuku Cindy, tak lagi diberi ampun oleh Cindy. Kipas angin yang berhasil diraih langsung di hantamkan ke kepala Romeo berulangkah sehingga lelaki itu alirnya jatuh pinsan.
Tanpa membuang waktu lagi, Cindy melepaskan pakaiannya yang telah koyak itu. Dia mengenakan pakaian lain yang masih baik dan buru-buru kabur dari rumah. Sambil berlari-lari cindy membawa dirinya yang lemas lunglai itu ke jalan raya. Dia tidak sempat lagi bercermin di depan kaca, bagaimanakah bentuk wajahnya lagi. Sehingga Cindy tak menyadari kalau rambutnya acak-acakan dan hidungnya masih tersisa darah.
Sebuah taxi yang kebetulan lewat sempat membawanya ke rumah Rangga. Selama di dalam perjalanan menuju rumah Rangga kecemasan beruntun menyesaki dadanya, dia takut jika lelaki itu mengejarnya.
Sesampainya di rumah Rangga. dia menyelinap masuk tanpa ada seorangpun yang tahu Betapa terkejutnya Rangga yang kebetulan pada saat itu duduk di kursi sambil membaca buku. Kehadiran Cindy ti depannya menuntut banyak perasaan belas kasihan.
"Cindy?!" Pekik Rangga tertahan, "Apa yang telah terjadi Cindy?" Lanjut Rangga gugup.
"Jangan bertanya lebih banyak Ngga. Maukah kau menolongku?" Sahut Cindy dengan suara serak dan hampir kehabisan nafas.
"Apa yang bisa kutolong Cindy?" Tanya Rangga segera ingin tahu. Hati dan perasaan pemuda itu sudah tak karuan.
"Bawalah aku pergi ke mana saja. Bawalah sekarang juga." Desak Cindy terbata-bata.
Rangga tercenung beberapa saat. "Baiklah. Kau akan kubawa ke rumah orang tuaku di Padang!." Kata Rangga kemudian.
"Ayo sekarang kita berangkat Rangga. Kalau kita terlambat sedikit saja, Romeo akan menyusul ke mari." Ajak Cindy.
Rangga bergegas masuk ke dalam kamarnya dan mengambil bekal ongkos di perjalanan. Tanpa memberi tahu ibu kost lagi mereka berdua berangkat. Taxi yang sejak tadi masih menunggu di halaman rumah, sedikit membantu kesulitan mereka untuk lebih cepat sampai di terminal.
Mereka lantas mencari bis jurusan Padang dan alangkah sialnya. Bis yang mereka cari ternyata belum nampak. Hati Cindy bertambah gelisah. Wajahnya semakin pucat dan matanya berkeliaran ke sana kemari, barangkali bajingan itu tiba-tiba nongol di terminal itu.
Di tempat yang agak tersembunyi mereka berdua duduk di sebuah bangku panjang. Rangga menatap wajah Cindy yang pucat dan masih nampak membiru bekas tamparan Romeo di kedua pipinya. Dihusapnya darah di bawah hidung bangir gadis itu oleh Rangga. Husapan lembut yang penuh dengan kasih sayang. Sebagian rambutnya yang kusut dirapihkan pemuda itu. Tapi agaknya dia belum merasa puas. Sebuah sisir diambilnya dari kantong dan diberikan kepada Cindy.
"Sisirlah rambutmu dulu Cindy." Kata Rangga lembut.
Gadis itu menurut perintah Rangga. Meskipun tanpa menggunakan kaca gadis itu dapat menyisir rambutnya dengan baik. Tapi nampaknya dengan rambut yang terurai, Cindy merasa kurang bebas. Rangga tahu apa yang dimaksudkan oleh Cindy walau tanpa berkata.
Maka lelaki itu mencari-cari di tanah barangkali ada sebuah gelang karet yang terbuang. Namun harapan lelaki itu sia-sia. Akhirnya Rangga meminta kepada penjual majalah. "Ikatlah rambutmu dengan karet ini Cindy."
Gadis itu mencoba untuk tersenyum kala menerima gelang karet itu. Lantas Cindy mengikat rambutnya. Rangga menatap Cindy penuh belas kasihan.
"Alangkah malangnya nasibmu Cindy." Gumam Rangga lirih.
Cindy tetap mencoba untuk tersenyum meskipun hatinya bagai diiris-iris dengan sembilu. Rangga melihat bibir Cindy kering dan pecah-pecah. Padahal bibir itu biasanya selalu mengulum basah dan merah jambu. Tetapi kali ini kelihatan pucat Rangga bangkit dari tempat duduknya. Dia bermaksud ingin mengambil minum Cindy di etalase yang letaknya tidak terlampau jauh. Akan tetapi Rangga begitu terkejut ketika melihat seorang lelaki.
Dan lelaki itu sempat melihatnya pula.
Romeo! kata hati Rangga. Bergegas Rangga menghampiri Cindy yang masih duduk di bangku panjang itu. Melihat kemunculan Rangga yang gugup, dan ketakutan. Cindy tambah bingung.
"Kita lari Cindy !" Pekik Rangga tertahan.
"Ada apa Rangga?" Tanya Cindy.
"Romeo telah menyusul kita." Balas Rangga.
Cindy bertambah bingung. Rangga langsung menarik tangan Cindy untuk meninggalkan tempat itu. Romeo yang sempat melihat Cindy dan Rangga menyusup di antara sekian banyak orang, buru-buru mengejarnya.
Kejar mengejar terus berlangsung di terminal itu. Memang segalanya tentang Romeo hanya Cindy lah yang tahu, siapa sebenarnya di balik nama gemilang Romeo. Lelaki itu adalah bajingan ulung dan pembunuh berdarah dingin.
Maka Romeo tidak membiarkan mereka berdua lolos dari incarannya. Saking tidak kuasa mengandali emosi, lelaki itu mengeluarkan pistol dari dalam kantongnya. Pertama yang selalu diincar adalah Cindy. Ketika Rangga melihat Romeo sudah mengeluarkan pistol, kecemasan dan ketakutan memenuhi dada kedua remaja itu. Letusan suara pistol mengagetkan orang-orang di terminal itu. Termasuk petugas keamanan. Untungnya sasaran itu tidak mengenai tubuh Cindy. Tetapi mengenai tubuh orang lain yang berada di belakang. Tanpa ampun lagi tubuh orang yang kena peluru nyasar itu rubuh, ke bumi.
Tembakan demi tembakan terus dilancarkan kearah Cindy dan Rangga. Rupanya Tuhan masih melindungi kedua umatnya itu, sehingga terhindar dari sasaran peluru. Semua orang yang ada di terminal mencari perlindungan guna menghindari peluru nyasar, sebab Romeo sudah kelihatan membabi buta.
Petugas keamanan segera memberikan peringatan kepada Romeo dengan menembakkan pistolnya ke atas. Namun justru Romeo menyerang dengan tembakan ke arahnya. Petugas keamanan lainnya tersentak kaget diwaktu temannya jatuh tersungkur ke tanah. Semua petugas keamanan mencabut pistolnya guna menghadapi pembunuh berdarah dingin ini.
Tembak menembak berlangsung terus. Tapi bagi Romeo yang lebih di utamakan harus bisa membunuh Cindy. Lelaki itu bersembunyi di belakang tembok sementara matanya selalu tak lepas memandangi tong sampah yang digunakan oleh Rangga dan Cindy untuk berlindung.
Sedikit demi sedikit Romeo merangkak agar dapat melihat Cindy. Begitu sudah nampak Cindy di matanya, segera membidikkan pucuk pistolnya kearah tubuh gadis itu. Untung Rangga sempat melihat saat Romeo membidik Cindy. Dalam waktu yang sangat kritis, Rangga mendorong tubuh Cindy hingga gadis itu jatuh ke tanah.
Peluru yang seharusnya bersarang di tubuh Cindy hanya menerobos udara hampa. Tiba-tiba dari arah belakang Romeo terdengar letusan pistol. Lelaki itu baru sadar kemudian bahwa dirinya sudah tertembak oleh polisi yang tidak diketahui dari mana arah datangnya. Sambil mendekap dadanya yang sudah tertembus peluru, lelaki itu berjalan sempoyongan membidikkan pistolnya kearah tubuh Cindy yang jatuh di tanah.
Suara tembakan terdengar berturut-turut dari arah yang berlainan. Tubuh Romeo telah menjadi mangsa sekian banyak peluru yang dimuntahkan petugas-petugas keamanan itu. Sambil sempoyongan jatuh ke tanah, masih sempat pula dia menekan pelatuk pistol itu dan mengenai lengan Cindy. Rangga tidak berhasil untuk menolong gadis itu. Cindy tak sadarkan diri setelah peluru itu bersarang di lengannya. Tapi Romeo sudah tidak bernafas lagi, terkapar di tanah dengan darah yang membanjir di sekitar tubuhnya. Baru setelah tubuh Romeo tidak berkutik lagi, orang-orang yang sedari tadi berlindung berani mendekati bajingan itu.
Tak berapa lama kemudian sebuah ambulance datang. Tubuh Cindy segera diangkut ke rumah sakit. Dan mobil jenasah mengangkut tubuh Romeo, serta, satu petugas keamanan yang telah tewas tertembak, satu lagi korban peluru nyasar.
Kembali kesibukan terminal itu berlangsung seperti sediakala. Rangga mendampingi tubuh Cindy yang pingsan di atas mobil ambulance. Dia menangis meratapi malangnya nasib Cindy. Gadis cantik telah menjadi korban permainan nasib pengusaha yang mempunyai sifat murka. Bagi Rangga sekarang, harapannya tak lain mudah-mudahan Cindy masih bisa tertolong. Setelah berakhir semua badai ini, Rangga akan mencintai Cindy sepenuh hatinya. Akan menyayangi gadis itu sepenuh jiwa raganya. Semoga Tuhan akan menolongnya. Demikian doa Rangga penuh khusuk di dalam mobil yang sedang menuju ke rumah sakit.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments