Keesokan harinya Hendry menghadap komandan untuk memohon grasi supaya Rangga di bebaskan dari tuduhan dan dikeluarkan dari penjara. Maka Hendry ketika menghadap komandan menceritakan kejadian yang sebenarnya. Keterangan yang disampaikan oleh Hendry benar-benar memusingkan pihak kepolisian. Bagaimana tidak, mengenai keterangan yang diberikan Hendry lain dengan Rangga. Sehingga komandan berkata kepada Hendry marah-marah.
"Saudara jangan main-main dengan pihak kepolisian!." Bentak komandan itu.
"Saya memberikan keterangan ini berdasarkan fakta pak komandan." Jawab Hendry mantap.
"Bagaimana pun juga saya kurang yakin dengan keterangan saudara. Sebab menurut keterangan yang kami peroleh, Rangga adalah otak perencanaan kriminil." Sahut komandan itu.
"Siapa yang memberikan keterangan itu pak?" Tanya Hendry.
"Rangga membuka kedoknya sendiri." Jawab komandan.
"Itu tidak benar pak." Sanggah Hendry.
"Apa?!" Hardik komandan sambil melototkan
mata lebar-lebar.
Hendry tetap tenang dan menghela nafas berat. Sungguh besar pengorbanan pemuda itu. Dan terlalu berani menyatakan bila semua perbuatan kriminil otak perencana adalah dirinya. Meskipun demikian hati kecil Hendry tetap dituntut untuk menanggung beban itu.
"Keterangan yang disampaikan oleh Rangga tidak sesuai dengan fakta pak." Sergah Hendry.
"Bagaimana kau bisa mengatakan itu?! Coba buktikan!." Bentak komandan keras.
Hendry diam untuk beberapa saat. Komandan itu
meneliti wajah Hendry yang tenang dan tabah.
"Sebetulnya maksud tujuan Rangga mengatakan semua kesalahan itu tak lain untuk menyelamatkan keluarga kami pak. Terutama mengenai diri Cindy. Rangga ternyata menjalin hubungan cinta dengan Cindy. Dan karena cintanya begitu besar, sehingga dia rela memikul semua beban ini. Meskipun sebenarnya Rangga tidak bersalah." Tutur Hendry.
"Saya kurang yakin mendengar keterangan saudara." Bantah Komandan.
"Saya bersedia membuktikan fakta yang sebenarnya pak." Jawab Hendry tegas.
"Baik, sekarang lakukan," desak komandan.
"Ada ketiga orang yang terlibat didalam kasus ini. Baru kemudian fakta yang sebenarnya menemukan penyelesaian. Siapa yang sebenarnya bersalah." Jelas Hendry memaparkan kenyataan sesuai kebenaran yang seharusnya terjadi kepada komandan.
"Siapa ketiga orang itu?" Tanya komandan.
"Mereka adalah komplotan Roneo kelas kakap." Komandan itu menatap wajah Hendry dengan setengah menyelidik.
"Saudara tahu alamat mereka?" Hendry mengangguk.
"Coba beri alamatnya supaya anak buahku menangkapnya." Balas komandan ingin sebuah pembuktian.
Hendry menulis alamat mereka di selembar kertas folio yang diberikan oleh komandan. Setelah alamat Itu diketahui oleh komandan, bergegas komandan itu memerintahkan aink buahnya untuk menangkap ketiga kawanan Romeo.
Setelah komandan itu memerintahkan anak buahnya menangkap ketiga kawanan Romeo.
mengultimatum Hendry. "Jangan coba-coba bercanda dengan polisi. Saudara akan celaka." Ancam komandan.
"Tidak pak." Balas Hendry dengan sangat-sangat tenang dan percaya diri.
Komandan itu manggut-manggut. Lantas menyuruh Hendry duduk di kursi tunggu. Karena masih banyak orang yang berkepentingan ingin mengadukan persoalan lain. Maka Hendry duduk di kursi tunggu sambil mendengarkan setiap pengaduan orang-orang yang duduk di depan komandan. Getaran jantungnya berubah tak menentu dalam detik-detik yang menegangkan ini. Bagi Hendry dia harus menghadapi ketiga kawanan Romeo yang berdarah dingin. Tapi tekad Hendry sudah demikian bulat. Dari pada yang musti menjadi korban Rangga dan Cindy, lebih baik dirinya yang jelas pernah melakukan tindak pidana itu.
Tiga jam lebih Hendry menunggu. Dan tak lama kemudian muncullah ketiga orang yang sedang ditunggu. Ketiga pergelangan tangan orang itu tampak terlihat terborgol dan mereka terlihat marah-marah.
"Apa kesalahan kami ditangkap pak?!" Tanya salah satu tawanan itu.
"Benarkah anda bertiga termasuk komplotan
Romeo?" Komandan itu berbalik bertanya.
"Kami tidak kenal dengan orang yang
bernama Romeo " Sanggah jawaban itu.
"Jangan berdusta!." Gertak komandan.
"Kami benar-benar tidak mengenal Romeo pak." Jawaban salah satu tawanan itu lagi.
"Kenalkah kalian dengan lelaki itu?" Kata komandan sambil menunjuk kearah Hendry yang sedang duduk.
Serempak ketiga tawanan itu menoleh kearah Hendry. Mendadak wajah mereka jadi berubah pucat. Perubahan itu dapat dilihat oleh komandan. Yang jelas perubahan itu sudah membuktikan bahwa keterangan yang diberikan oleh Hendry tidak meleset.
"Ngg..." Ketiga tawanan itu tak bisa berbuat apa-apa.
"Saudara Hendry, silahkan duduk di sini." Kata komandan menyuruh Hendry duduk di depannya. Hendry mematuhi perintah komandan itu. Keempat tawanan itu duduk menghadap komandan.
"Benarkah menurut keterangan saudara Hendry, bahwa kalian bertiga kawanan Romeo?" Tanya komandan mendesak. Ketiga tawanan itu tidak bisa menjawab.
"Jawab ya atau tidak?!." Hardik komandan.
"Ya...ya pak." Jawab salah satu tawanan itu dengan gugup.
"Silahkan saudara Hendry menceritakan kasus ini dengan benar." Ucap Komandan meneruskan.
Hendry sebelum membongkar kasus yang sebenarnya, melirik kearah ketiga tawanan yang duduk di sebelahnya. Detak jantungnya tak menentu disaat bertatap muka. Namun Hendry ingat bahwa dirinya dituntut untuk menanggung
beban itu. Ingat pula kepada Rangga dan Cindy
yang telah sama-sama mencinta. Maka perasaan
takut dan cemas seketika itu hilang sirna dan menjadi berubah tekad berani mati.
Di bongkarnya kasus itu oleh Hendry dengan tanpa ada hal-hal yang tertutupi atau di sembunyikan lagi. Ketiga tawanan itu tidak bisa berkutik lagi. Tidak bisa menyangkal dengan apa yang dikatakan oleh Hendry. Barulah komandan itu merasa yakin bila Rangga tidak tersangkut apapun dengan kasus ini. Latar belakang sebenarnya dia hanya ingin membela Cindy dan rela mengakui semua kesalahan. Proses perbal segera dilakukan oleh polisi guna membongkar kasus-kasus lainnya. Yang jelas ketiga tawanan itu meringkuk di kamar tahanan bersama Hendry.
***
Pagi hari diwaktu Rangga baru saja bangun lari tidur, dia melihat langit sangat cerah. Udara yang berhembus terasa sejuk di paru-parunya. Sepertinya hari ini sangat lain dengan hari-hari yang dilaluinya. Perasaan yang bergejolak di rongga dadanya begitu damai dan tenang, Rangga tersenyum memandang langit melalui celah-celah jeruji besi. Apa gerangan yang akan terjadi di hari ini Tuhan? Demikian pertanyaan Rangga di dalam hati. Senyumnya yang mengambang di wajah Rangga seperti cerahnya pagi itu.
Seorang penjaga lembaga pemasyarakatan berjalan mendekati Rangga. Di tangan kanannya
memegang kunci dan langsung membuka pintu kamar tahanan.
"Bapak komandan memanggilmu untuk menghadap." Kata petugas itu. Rangga hanya
tersenyum seperti tadi. Lalu dia melangkah keluar dari kamar tahanan dan menuju ke kantor
komandan. Diambang pintu kantor Rangga sudah
melihat senyum komandan.
"Waah ada apa gerangan ini? Senyum bapak
komandan seperti senyum cerah sekali." Batin Rangga.
"Silahkan duduk Rangga." Kata komandan
dengan ramah.
"Terima kasih pak." Jawab Rangga lalu Rangga duduk di kursi dan berhadapan dengan komandan.
"Kamu memang seorang pemuda yang baik.
Apakah kamu benar-benar mencintai Cindy?" Tanya komandan.
Rangga hanya tersenyum malu.
"Terus terang saja kan tidak apa-apa." Ucap Komandan becanda.
"Ah, bapak komandan ngeledek saya nih?" Balas Rangga.
Rangga berbicara seperti dengan temannya saja. Sebab nada pembicaraan komandan tidak lagi formil melainkan seperti dengan seorang sahabat. Atau dengan anaknya sendiri.
"Selama kau berada di dalam lembaga ini belum pernah kulihat perlakuanmu yang tercela. Aku merasa kagum atas pengorbananmu.Yah cinta yang suci memang harus membutuhkan pengorbanan. Ini baru namanya kejutan." Kata komandan sambil tertawa.
"Waaah berabe nih. Disuruh menghadap
bapak untuk diledek." Ucap Rangga.
"Selama hidupku baru ketemukan pemuda
berkorban demi cinta." Balas Komandan.
Rangga tersenyum malu. Komandan itu menepuk bahu Rangga berkali-kali.
"Kau kupanggil untuk menghadap sudah tahu persoalannya?" Tanya komandan.
"Mana saya tahu pak? Bapak belum memberi tahu." Jawab Rangga bingung.
Komandan itu tersenyum lagi. Rangga bertambah keki.
"Besok kau akan dibebaskan dan boleh kembali pulang." Jelas komandan.
"Kok?" Rangga bengong.
"Kenapa bengong?" Tanya komandan heran.
"Jadi hukuman saya ringan pak?" Rangga pura-pura bodoh.
"Kamu jangan munafik ya?!" Hardik komandan sambil tertawa.
Rangga jadi ikut tertawa. Memang selama ini Rangga telah berlaku munafik untuk pengurbanan cinta.
"Apakah kau lebih senang tinggal di sini Rangga?" Tanya komandan lagi.
"Mana orang mau tinggal di penjara pak." Jawab Rangga.
Keduanya tersenyum lagi.
"Nah kembalilah kau ke tempatmu." Jelas komandan.
"Saya masih bingung pak. Lantas urusan
selanjutnya bagaimana? Apakah Cindy yang
menggantikan aku?" Balas tanya Rangga.
"Tenang boy... tenang. Kekasihmu itu sudah bebas dari tuduhan. Semua kasus ini sudah ada di tangan Hendry dan komplotan Romeo," Komandan itu menjelaskan kepada Herman.
Pemuda itu manggut-manggut.
"Terima kasih pak." Kata Rangga sambil berdiri.
Ketika Rangga meninggalkan kantor itu, komandan menggeleng-gelengkan kepala. Bukan
main anehnya pemuda satu ini. Sementara Rangga sambil berjalan bersiul-siul. Seniman yang satu ini memang antik.
Cindy bersama ibunya setelan mendengar kabar bahwa siang nanti Rangga akan dibebaskan, hati mereka menjadi bahagia. Tapi ada sedikit kesedihan yang meliputi kebahagiaan itu tak lain karena Hendry rela menggantikan Rangga menjadi penghuni kamar penjara. Dan sebelumnya memang sudah dinyatakan oleh Hendry, jika dirinya masuk ke dalam penjara tidak perlu disesalkan. Kesalahan yang dilakukan memang harus menerima imbalan yang pantas. Karena Hendry melanggar hukum, maka tempat yang pantas adalah di dalam penjara.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments