Cindy merasa terlindung dan aman dalam pelukan lelaki itu. Bukankah selama ini Cindy memimpikan kenyataan yang seperti sekarang? Ya, hidup yang dilaluinya terasa jauh dari hamparan kasih sayang. Sedangkan apa yang dialami selama ini hanyalah kemunafikan belaka.
"Air matamu belum cukup untuk memberi jawaban yang pasti Cindy. Jika kau malu untuk mengatakan, bahwa selama ini yang kau cari kemewahan dengan berkencan pria-pria tua, aku tidak mau perduli. Yang penting bagiku kau mau berterus terang dan membalas cintaku dengan tulus. Itu saja Cindy." Tandas Rangga.
Cindy mendorong tubuh Rangga sehingga pelukan lelaki itu terlepas. Dengan mata yang berlinang-linang, Cindy menatap Rangga tajam-tajam.
"Rangga, kata-katamu menyakiti hatiku," ketus Cindy. Tangis Cindy semakin pilu.
"Aku tidak bermaksud demikian Cindy. Justru aku telah berkata dengan kejujuran yang kumiliki. Buatku sekalipun kau seorang janda beranak lima, atau mungkin seorang pelacur jalanan, aku tetap mencintaimu. Tetap ingin mengawinimu, kau mengerti Cindy?" Ucap Rangga meyakinkan.
Cindy membuka resliting gaunnya ke bawah, sehingga tubuhnya di bagian dada terpampang menantang di mata Rangga.
"Akan ku buktikan jika tubuhku masih suci Rangga." Ujar Cindy.
"Jangan Cindy..." Kata Rangga sambil menahan tangan Cindy yang semakin menarik gaunnya ke bawah.
"Aku bersedia membuktikannya Rangga !" Tandas Cindy.
"Aku percaya... aku percaya sepenuhnya terhadapmu sayang. Kenakanlah kembali gaunmu itu." Balas Rangga.
Tetapi Cindy tidak mengindahkan kata-kata Rangga. Terpaksa Rangga membenahi gaun gadis itu seperti semula. Cindy hanya tertunduk dengan berlinangan air mata.
"Aku tak ingin menodai cintaku yang suci Cindy. Karena cinta itu sebenarnya bukanlah nafsu, melainkan perasaan yang ingin memiliki, ingin di belai dengan kasih sayang dan membahagiakan orang yang dicintai. Seperti aku yang ingin memiliki mu, ingin membelai dengan kasih sayang ku dan ingin membahagiakanmu Cindy. Aku telah memiliki cinta itu dengan sempurna." Kata Rangga mantap.
Cindy menatap mata Rangga yang memancar sebuah kepolosan, jujur dan rendah hati. Maka gadis itu menjatuhkan kembali kepalanya di dada bidang Rangga. Air mata Cindy yang membasahi pipinya dihusap oleh sapu tangan Rangga pelan sekali. Gadis itu memejamkan matanya, meresapi kelembutan kasih sayang Rangga.
"Cindy, ijinkanlah aku datang ke rumahmu untuk membuktikan bahwa aku bersungguh-sungguh ingin mempersunting dirimu." Ucap Rangga tenang.
"Jangan...," keluh Cindy dengan nafas sesak.
"Kenapa jangan Cindy?" Desak Rangga.
"Kuharap pengertianmu dalam soal ini Rangga. Jangan kau rusak segalanya yang sudah hampir sama-sama kita rasakan. Aku tak ingin segalanya akan jadi berantakan." Ucap Cindy dengan mata bingung. Wajahnya berubah cemas dan tertekan.
"Aku bersungguh-sungguh kepadamu, namun kau selalu menolak setiap kali kunyatakan ingin datang ke rumahmu. Katakanlah alasanmu yang sebenarnya Cindy." Ucap Rangga lagi.
"Kau masih juga mengulangi pertanyaan yang bagiku sulit untuk kujawab Rangga. Akan ku serahkan semua yang kau kehendaki atas diriku, asalkan jangan kau bertanya lebih banyak mengenai aku." Balas Cindy.
"Baiklah, kita bermain sandiwara tanpa cinta. Sebab kau lebih senang berperan sebagai seorang gadis yang penuh misteri, Kau lebih mengutamakan permainan yang mengasyikkan ketimbang makna dari sebuah cinta yang luhur. Mulai sekarang aku akan melakukannya, Cindy." Ujar Rangga setengah kecewa.
Rangga langsung memeluk tubuh gadis itu dan menghujani dengan ciuman hangat. Cindy pasrah dengan apa yang dilakukan lelaki itu. Di dalam hati gadis itu merintih, jangan pisahkan kami sebelum kenyataan yang tak diharapkan oleh Cindy datang merenggutnya. Pelukan Cindy semakin erat melingkar di leher Rangga. Dan untuk beberapa saat perasaan Cindy bagaikan terbang ke langit ke tujuh.
Ketika mereka mendengar suara tawa orang di balik semak-semak, baru Rangga menghentikan ciuman itu. Kurang ajar!, rutuk hatinya. Anak-anak kecil itu sejak tadi mengintipnya di balik semak-semak. Maka berlarian anak-anak kecil itu saat mata Rangga melotot. Sementara Cindy menahan senyum.
Senja mulai menyelimuti permukaan langit. Dan banyak pengunjung di pantai itu telah pergi. Cindy mengajak Rangga untuk meninggalkan tempat itu. Walau sebenarnya hubungan mereka masih diliputi kabut misteri.
Yah... lebih baik bermain sebuah peran. Lebih baik menghilangkan perasaan yang menyiksa karena cinta. Toh apa pun yang sudah dipikirkan masak-masak oleh Rangga belum nampak jalan menuju kepastian. Hubungannya dengan Cindy masih ditutupi kabut misteri yang banyak mendatangkan tanda tanya.
Di pagi itu Rangga telah menunggu Cindy di terminal Raja Basah sudah cukup lama, dia seperti di landa kegelisahan.
Pada jam yang telah ditentukan, ternyata gadis itu belum muncul jua. Satu setengah jam telah berlalu bagai tertatih-tatih. Dirasa oleh Rangga waktu dua jam menunggu terlalu lama dan membosankan. Dia rasanya sudah tidak betah lagi menunggu kedatangan gadis itu lebih lama, ingin dia meninggalkan tempat itu. Namun keresahan di dadanya timbul, bagaimana seandainya dia datang? Rangga seperti tercencang oleh detik-detik yang berlalu. Setiap kali dia melontarkan pandangan kearah bis yang berhenti di terminal itu, tak kunjung nampak jua gadis yang ditunggunya itu.
Alangkah lambatnya waktu bergerak, alangkah pusingnya kepala Rangga saking bingungnya mengawasi orang-orang yang berlalu-lalang. "Itu dia, kata hati Rangga... oooohh bukan. Itu lagi juga bukan. Bentuk yang sama namun wajah yang berbeda. Alangkah bisingnya terminal Raja Basah ini. Untuk berkencan saja musti susah-susah seperti ini, bayangkan!" Lanjut batin Rangga berucap dalam hatinya.
Haiiii...mata Rangga berubah berseri-seri dan jantungnya berdetak kencang, ketika melihat gadis yang ditunggunya turun dari bis kota. Rangga buru-buru berlari menghampiri gadis itu.
"Sudah lama menungguku?, maaf jika aku terlambat memenuhi janji." Kata Cindy dengan wajah merah.
"Tak heran jika di Indonesia jamnya mulur seperti karet." Gumam Rangga tersenyum. Cindy ikut tersenyum pula. Sebuah bis kota nyelonong memasuki terminal dan hampir saja menyeruduk pantat Rangga. Kondektur bis kota berteriak mendongkol melihat Rangga dan Cindy berlari ke pinggir sambil bergandengan.
"Di sini bukan tempatnya pacaran nyung! Bisa-bisa mampus ke tubruk bis kauuu!!." Teriak kondektur bis itu.
"Sialan!." Gerutu Rangga ketika sudah menepi. Beberapa orang sempat memperhatikan
Rangga dan Cindy. Ada yang merasa iri, ada pula yang merasa senang melihat pasangan remaja yang ideal itu.
Bergegas Rangga menarik tangan Cindy, sebab dia tahu mereka sedang menjadi pusat perhatian semua orang yang ada di sekitarnya.
"Ke mana kita Ngga?" Tanya Cindy bermanja.
"Ke Bukit Barisan!," sahut Rangga sambil menggandeng tangan Cindy menuju bis kota jurusan Kalianda, Lampung Selatan.
Di dalam bis kota yang melaju Cindy banyak membisu, sebab penumpang bis itu kelewat penuh. Bukan main manusia yang akan pulang mudik di hari minggu itu, sehingga bis kota jurusan Kalianda senantiasa penuh oleh penumpang. Untung saja bis yang mereka tumpangi menuju ke Kota Pringsewu yang lewat jejeran bukit barisan sekali pun penuh, Rangga dan Cindy mendapat tempat duduk. Sepanjang perjalanan menuju ke Bukit Barisan kepala Cindy disandarkan ke bahu Rangga. Bis yang mereka tumpangi telah melewati bukit-bukit kali pasir dan sebentar lagi akan sampai ke Bukit Barisan. Cindy melirik Rangga. mereka saling bertatapan mesra sekali, sama-sama tersenyum, aaah... hidup bercinta memang indah dan mengasyikkan.
"Kenapa kau diam saja Cindy?" tegur Rangga.
"Ah, aku lagi malas ngobrol." Balas Cindy manja.
"Kelihatannya kau sedang memikirkan sesuatu." Balas Rangga.
"Aaaaah, tidak!" Ucap Cindy.
"Dari sinar matamu aku tahu." Balas Rangga lagi.
"Aku tidak memikirkan apa-apa." Ucap Cindy dengan mengalihkan pandangan, matanya menatap bukit-bukit yang sebagian puncaknya tertutup kabut. Dan warna hijau sejuk membias ke permukaan bukit-bukit itu. Pohon kopi dan pematang sawah di pinggir jalan yang di lalui bis itu tumbuh dengan subur.
Pemandangan di sini memang teramat menyenangkan. Indah untuk dinikmati dengan hawa yang sejuk menyertainya. Tubuh Cindy mulai merasa dingin dan Rangga tahu jika gadis yang duduk di sebelahnya gemetaran badannya.
Rangga lantas memeluk tubuh Cindy.
"Dingin?" tanya Rangga.
"Ee eh" Cindy menjawab dengan menganggukkan kepala.
Bis kota yang mereka tumpangi telah sampai
ke perempatan jalan menuju Bukit Barisan. Rangga dan Cindy bergegas turun dari bis itu. Villa-villa berdiri megah di atas perbukitan hijau. Di sana- sini banyak pohon cemara menjulang tinggi dan meliuk pelan kala angin meniupnya.
Rumput di sekitar kaki kedua remaja itu menepuk tumbuh dengan subur dan rapi. Kebanyakan rumput-rumput itu basah oleh kabut yang membeku dan berubah menjadi cairan. Sinar matahari tidak mampu menerobos kabut yang berarak di angkasa. Kedua remaja itu menelusuri bukit-bukit yang jauh dari keramaian orang.
Langkah Cindy berayun-ayun di dalam pelukan Rangga. Sementara kepala gadis itu menyandar di dada Rangga, tangannya yang kanan membelit pinggang lelaki itu. Meski kedua remaja itu sudah jauh dari tempat keramaian, masih juga menjumpai sepasang remaja yang tengah bercumbu dan saling berciuman di bawah pohon cemara. Tak jarang hati Cindy tergetar disaat melihat kedua tubuh manusia yang berlainan jenis saling menindih berdekap erat dan bercumbu.
Sedang bagi Cindy semakin pasrah dalam pelukan Rangga. Sehingga dia berjalan hanya dengan merasakan bahwa gelora cinta membara di dadanya. ******* nafasnya sama dengan ******* nafas Rangga, bahkan degupan jantungnya sama dengan degup jantung Rangga.
Keresahan menerjang-nerjang perasaan Cindy. Selama Ini dia sangat mendambakan
kehangatan itu hanya dengan berpura-pura. Tapi sekarang perasaan itu telah menuntutnya, namun dia tak tahu bagaimana melampiaskannya. Maka Cindy hanya dapat menghela nafas panjang.
"Kau capai Cindy?" Tanya Rangga lembut.
Gadis itu menggelengkan kepala dengan nafas yang tersendat-sendat. Di bawah rerimbunan pohon mereka menghentikan langkah. Kedua remaja itu duduk dan melepaskan lelah. Udara sejuk cukup membantu rasa capai yang dialami, kedua remaja itu. Keringat yang keluar dari pori-pori tidak sebanyak kala berjalan di sengat matahari.
Telapak tangan Rangga mengalirkan bara cinta yang tidak lagi tulis seperti sediakala. Melainkan sudah berbaur dengan gairah nafsu yang membakar darahnya kala meremas jemari Cindy. Apalagi saat lengan Rangga melingkar ke leher gadis itu, segalanya menimbulkan pijar-pijar yang memanaskan darahnya. Cindy memejamkan mata dengan bibir yang terkuak siap menerima kecupan lelaki itu. Hidung Rangga mulai menyentuh pipi Cindy dan bibir mereka lantas saling ******* mesra. Sulit untuk dihitung sudah berapa kali bibir Rangga menerjang-nerjang bibir Cindy yang kenyal bagai kelopak bunga mawar itu. Dekapan Rangga semakin erat, hingga nafas Cindy dirasakan sesak. Tangan Rangga menjalar-jalar keseluruh tubuh gadis itu. Ketika hinggap pada benda lunak yang membusung di bagian dada. Cindy tergial dan merintih manja. Pelan tapi mantap telapak tangan Rangga meremasnya dan tubuh gadis itu melilit-lilit sambil menpeluh. Keringat yang keluar dari pori-pori mereka tidak lagi keringat biasa, melainkan keringat birahi yang mengejangkan seluruh otot tubuhnya.
Sementara mereka telah lupa dengan alam sekitarnya yang indah. Kedua tubuh itu bergulingan di atas rumput hijau penuh gairah nafsu yang tak bisa dikendalikan lagi, belaian, gigitan, isapan berlangsung terus tanpa mau perduli. Suara rintihan panjang yang dibarengi isak tangis memecah keheningan tempat itu. Bukit-bukit yang menjulang tinggi sempat menjadi saksi kedua anak manusia melakukan perbuatan dosa.
Daun-daun yang telah kering saling berjatuhan ke bumi. Bunga pun yang telah lama layu gugur dari tangkainya.
Sementara kuncup bunga yang baru mengembang telah dihisap madunya oleh si kumbang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
YUSIKO
keren!
2023-04-16
1