Udara sangat sejuk walau pun sedikit lembab masuk ke penjara. Matahari pagi yang baru saja muncul di ufuk timur sedikit memberi kehangatan. Seorang pemuda duduk termenung di balik jeruji besi. Pemuda itu tak lain dan tak bukan adalah Rangga. Dia dengan rela mengorbankan dirinya demi cinta suci terhadap kekasihnya Cindy. Karena Rangga sangat tahu dan paham sekali dengan segala tekanan penderitaan yang selama ini dialami oleh Cindy, maka karena hal itu, untuk selanjutnya Rangga dengan rela memikul kenyataan yang sebenarnya tidak pernah di lakukannya. Apa pun yang akan dialaminya sekarang, dia telah menerima dengan pasrah dan ikhlas.
Rangga bangkit dari tempat duduk dan berdiri menatap datangnya sinar matahari pagi. Di antara celah-celah terali besi kehangatan sinar matahari cukup membuat kulitnya menjadi segar kembali.
Hampir semalaman dia tak dapat memejamkan matanya. Nyamuk terlalu banyak mengiang-ngiang di telinganya. Hanya saat hampir menjelang subuh hari, Rangga sempat memejamkan matanya sebentar. Itu pun para nyamuk-nyamuk mempergunakan kesempatan untuk menyedot darah Rangga. Begitu Rangga bangun, sebagian tubuhnya yang tidak tertutup oleh pakaian menjadi bintul-bintul merah bekas gigitan nyamuk.
"Sialan!" Gerutu Rangga sedikit mendongkol.
Seorang petugas lembaga lewat di depan Rangga.
"Selamat pagi pak." Tegur Rangga lunak.
"Ada apa?" Tanya petugas itu sambil melototkan matanya.
Duh galaknya, pikir Rangga. "Punya rokok pak? Mulutku asam nih..."
Petugas itu melihat isi kantongnya dan mengeluarkan sebungkus rokok. Lalu disodorkan kepada Rangga. Diambilnya rokok sebatang oleh Rangga. Petugas itu lalu menyerahkan korek api dan Rangga pun menyulut rokoknya.
"Terima kasih pak." Kata Rangga sambil tersenyum.
Petugas itu meneruskan langkahnya dengan raut wajah acuh tak acuh. Di dalam hati Rangga hanya dapat menggerutu. Sambil menghisap rokok pemberian petugas lembaga itu, Rangga duduk kembali di lantai dan begitu nikmatnya sebatang rokok bagi dirinya dalam saat seperti ini. Dihisapnya rokok itu dalam-dalam dengan hati gembira.
Beberapa saat kemudian petugas lembaga lainnya menghampiri sel yang di huni Rangga. Di depan sel itu petugas tersebut mengeluarkan kunci dari dalam kantongnya. Rangga memperhatikan petugas yang berbadan kekar dan di permukaan tangannya berbekas benjolan hitam-hitam yang cukup banyak. Rangga dapat menerka bahwa petugas lembaga ini mungkin sebagai seorang algojo. Maka hati Rangga dag dig dug ketika bertemu pandang dengan petugas itu. Setelah pintu sel terbuka hati Rangga semakin menjadi ciut.
"Keluar dan pergilah mandi." Kata petugas itu.
Hati Rangga berubah lapang dan lega setelah mendengar ucapan petugas itu. Dia malah menyangka petugas itu akan menghajarnya. Maka Rangga berjalan menuju ke kamar mandi dengan di kawal oleh petugas itu. Sesampainya di tempat untuk mandi, Rangga termangu menyaksikan para narapidana mandi secara beramai-ramai. Mereka bertelanjang bulat mengguyur air yang di timba dari sumur, Rangga dengan setengah ragu-ragu dan malu-malu terpaksa membuka pakaiannya. Dengan terpaksa Rangga mandi bersama-sama narapidana lainnya. Tubuhnya yang semalam dirasa lesu dan tak bergairah, kini setelah terguyur oleh air kembali segar.
Tak lama Rangga duduk di lantai penjara, petugas lembaga bagian konsumsi datang dengan membawa makanan pagi. Rangga dengan agak malas menerimanya. Petugas lembaga itu berlalu setelah memberikan makanan pagi kepada Rangga.
Baru saja Rangga akan menyuapkan nasi ke dalam mulutnya, di luar jeruji besi sudah berdiri seorang gadis bertubuh indah. Bayangan tubuh gadis itu masuk kedalam penjara dan menimpa lantai. Maka Rangga perlahan-lahan menyusuri bayangan itu dan sampailah pada ujung sepatu hitam yang dikenakan oleh seorang gadis. Terbelalak mata Rangga ketika melihat siapa gerangan yang berdiri di luar jeruji besi.
"Cindy...!"
Gadis itu berlinangan air mata ketika melihat Rangga duduk dilantai sambil menyendok nasi yang di berikan petugas penjara tadi kepada dia.
"Rangga..." Panggil Cindy parau.
Rangga segera meletakkan sendok yang di pegangnya. Matanya berseri-seri memandang Cindy.
"Kau Cindy...?" Rangga berkata sembari bangkit.
Ketika tangan Cindy hendak meraih telapak tangan Rangga, pemuda itu menolak dengan halus.
"Kuharap jangan kau perlihatkan di sini bahwa kita ada hubungan jalinan cinta. Sekalipun aku sebenarnya sangat ingin memelukmu erat-erat, Cindy." Kata Rangga lunak.
Cindy tertunduk dan tak kuasa membendung tangisnya.
"Kenapa kau menghendaki hal semacam ini Rangga?" Tanya Cindy lirih.
"Semua ini demi cintaku kepadamu Cindy. Demi hati ini yang sangat tulus ingin selalu melihatmu bahagia. Berdoalah semoga Tuhan memberikan jalan keluar yang baik. Kau tak usah menangis Cindy. Aku akan selalu cinta padamu." Kata Rangga dengan mantap.
"Bagaimana aku dapat menahan tangisan ku Rangga? Sedangkan engkau dalam keadaan yang
semacam ini. Sebetulnya kau tidak patut menerima kenyataan yang sebenarnya bukan kesalahanmu." Cindy terisak-isak mengucapkan kata-katanya.
Meskipun wajahnya tertunduk, namun jelasnya hati dan perasaannya tercurah atas keadaan kekasihnya tersebut. Sehingga tidak akan menimbulkan kecurigaan bila sebenarnya di antara mereka ada jalinan cinta yang sangat dalam.
Begitu pun kesalahan yang diucapkan oleh Rangga di depan meja sidang tidak benar dengan apa yang pernah diperbuatnya. Semuanya itu di lakukan Rangga hanya untuk membela kekasihnya.
"Aku tidak menyesal dan sedih menerima keadaan yang semacam ini. Karena semua ini sudah ku kehendaki." Sahut Rangga menenangkan hati Cindy dengan keyakinannya.
Cindy mengangkat mukanya dan matanya menatap Rangga dalam-dalam dan butir-butir air mata membanjir di pipi ranum Cindy. Bibir yang menawan dengan berwarna merah bagaikan kelopak bunga mawar itu kelihatan pucat tanpa gairah.
"Tabahkanlah hatimu Cindy. Kita di tuntut untuk saling menjaga kesetiaan dan pengorbanan." Ujar Rangga.
"Aku tahu... aku tahu itu Ngga." Kata Cindy terbata-bata.
"Sebaiknya kau jangan terlihat terlalu lama di sini sayang. Bukan aku bermaksud mengusirmu. Tetapi aku tak ingin kau akan terlibat lagi dengan segala hal yang sudah aku yakini untuk aku lakukan dan aku pun sudah siap untuk menjalaninya." Ucap Rangga mengingatkan.
"Tapi Ngga..." Cindy berhenti bicara.
"Sudahlah... kau benar sangat mencintai aku bukan?" Jelas Rangga penuh pengharapan.
"Yah..." Sahut Cindy sambil menganggukkan kepala.
"Segera pulanglah" ucap Rangga lagi.
"Ooooh Rangga." Keluh Cindy, dalam helaan nafas berat.
Gadis itu tertunduk beberapa saat, lalu menatap Rangga yang berdiri di balik jeruji besi. Senyum Rangga menghiasi wajahnya yang tenang dan pasrah. Cindy merasakan arti senyuman Rangga sangat dan begitu dalam bagaikan menunduk jiwa dan perasaannya yang penuh merindu.
Dengan menghusap butiran-butiran air mata di pipi. Cindy berjalan perlahan meninggalkan sel yang dihuni oleh Rangga kekasihnya itu. Kesedihan yang dibawa oleh Cindy sangat menusuk-nusuk kalbunya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments