BAB 6 : KETIDAKPASTIAN

Cindy sadar sepenuhnya dengan apa yang di alami selama ini. Bayangan wajah Rangga yang selalu melintas di dalam benaknya, menjadikan sore pun menjadi sepi. Sebab Rangga tak pernah muncul lagi, sejak perjumpaan terakhir di halte bis tempo hari. Lelaki itu tak pernah nampak berdiri dibawahi halte bis, setiap pulang kuliah sore.

Juga sore ini kesepian yang dirasakan Cindy terlampau menyekam. Dia mengharapkan kehadiran lelaki itu kembali. Barangkali dia marah, barangkali dia membenciku, aaah Cindy berdiri dengan keluhan. Sehingga senja yang begitu indah terasa baginya amat mencekam dilanda kesepian. Tak tahulah akan makna apa sepi yang melilit relung hatinya itu.

Yang jelas Cindy senang pada lelaki seperti Rangga tampan, jantan dan figur seorang lelaki yang sejak dulu diimpi-impikan Cindy. Dua pulun tahun usianya telah lebih empat bulan, dari mulai dia mengerti apa fungsi lelaki bagi kehidupannya, Rangga lah yang sekaligus menggoncangkan kalbunya. Berarti cinta yang mulai memutik di hatinya tumbuh dengan wajar dan merupakan benih cinta yang pertama. Aaaaah... sepi itu sekarang mulai dirasakan menghimpit, bahkan lebih kuat karena Cindy ingin berjumpa dengan Rangga.

Lantas sepi macam apa ini? Aku mengharap dia hadir di depanku dan sama-sama saling bercumbu, tapi aku tak boleh menyatakan cinta terhadapnya. Bukankah itu lebih baik jika dirinya tidak menjadi korban kenyataan? Lebih baik kecewa awal dari pada di hari kemudian kekecewaan itu akan semakin parah dialami. Biar dia menganggapku tidak mau berterus terang dan polos. Sekalipun dia mengatakan aku menipunya dengan permainan yang kujalani, aku akan menerima dengan ikhlas. Aku tidak akan membencinya. Dia seorang lelaki yang merupakan cahaya dalam kegelapan hidupku, merupakan embun yang membungakan kuncup hatiku untuk mengenal arti cinta yang sebenarnya.

Terus terang aku sangat membutuhkan dia, membutuhkan kenikmatan bercinta yang secara wajar dan bukan paksaan. Tercetusnya hati nurani ku buat mencintainya karena ada sesuatu yang ku inginkan dalam dirinya. Seandainya aku harus berterus terang kepadamu, aku takut menganggapmu remeh. Kau akan menilai dirimu lebih tak berdaya. Padahal kalau kau tahu perasaanku, padahal kalau kau tahu problemku, sungguh...! sungguh kau akan menaruh belas kasihan yang amat besar. Kekecewaan yang mungkin selama ini menekan perasaanmu akan sirna. Lalu bagaimana ini...? Apa yang musti aku lakukan? Demikianlah keresahan yang senantiasa berdentum-dentum dalam dada Cindy.

Baginya Rangga sungguh berarti.

Dan keesokan harinya Cindy mendatangi universitas. Dimana Rangga menempuh bangku kuliah di situ. Cindy tak tahan akan gelora rindu yang menggelora di hatinya. Dia sendiri bingung saat berdiri di depan induk universitas, apa sih sebenarnya kemauannya menemui lelaki itu? Rindunya, apakah lantaran cinta yang menggebu-gebu? Aaah!... Tidak! Lantas apa? Gadis itu belum mendapatkan jawaban yang tetap pada dirinya sendiri. Apakah berarti Cindy telah kehilangan kepercayaan terhadap diri sendiri? Yah... Sejak problem itu menekan jiwanya, Cindy seperti kehilangan kepercayaan terhadap diri sendiri. Dia merasa telah terombang-ambing oleh nasib yang tak berketentuan.

Kemudian Cindy memberanikan diri untuk bertanya kepada seorang pemuda yang baru saja keluar dari fakultas sastra. Ternyata pemuda yang ditanya oleh Cindy itu tak lain adalah Ucok.

"Kenalkah anda dengan Rangga?." Tanya Cindy.

"Ya, saya teman baiknya." Sahut Ucok setengah menyelidik.

"Merasa keberatankah anda bila saya minta

kesediaan anda untuk menyampaikan, bahwa ada teman yang mencarinya?" Ucap Cindy dengan kata-kata sopan.

"Oooo, tidak. Tunggu sebentar saya akan memanggilnya" jawab Ucok tegas.

Ucok bergegas menuju ke perpustakaan untuk menemui Rangga. Biasanya lelaki itu paling senang menghabiskan waktunya dengan membaca buku di perpustakaan. Ternyata dugaan Ucok tidak meleset, lelaki yang tengah dicarinya itu sedang membaca buku. Ucok langsung mencabut buku yang sedang dibaca oleh Rangga.

"Berhenti dulu membacanya!," bentak Ucok mengagetkan Rangga.

"Kau tidak mempunyai etiket kesopanan sebagai mahasiswa Cok!." Hardik Rangga sambil melototkan mata.

Dia benar-benar marah diperlakukan dengan cara

demikian. Rangga bergegas bangkit dan siap memukul muka Ucok. Tetapi Ucok tersenyum tenang.

"Jadi orang tidak boleh cepat marah." Kata Ucok bergurau.

"Kau keterlaluan!." Balas Rangga.

"Sabar bro." Ucok berkata lunak.

"Nggak usah pakai bro-broan. Apa perlu mu sekarang!." Balas Rangga kesal.

"Duh galaknya persis kerbau lagi bunting." Ledek Ucok.

"Apa kau katakan aku kerbau lagi bunting?, bisa ku tonjok mulutmu yang monyong itu!." Balas Rangga sengit.

"Duuuh! begitu aja marah, abang kalau marah

cakep deh." Ucap Ucok menirukan logat banci yang gemulai. Tangan Ucok mencowel kemayu ke dada Rangga. Lelaki yang sedang marah itu jadi tertawa.

"Sialan!" Gerutu Rangga memaki.

"Ada orang mencarimu, Rangga. Dia menunggu di depan pintu gerbang." Kata Ucok.

"Siapa?" Tanya Rangga penasaran.

"Lihat sendiri." Balas Ucok singkat.

"Cewe' apa cowo'?" Tanya Rangga lagi.

"Banci yang gemulai." Sahut Ucok sambil tertawa.

"Kamu jangan ngaco Cok, aku serius nih," tandas Rangga.

"Ternyata kalau benar yang dulu pernah kau bicarakan kepadaku mengenai seorang gadis yang cantiknya selangit, dialah yang kini mencarimu!" Jelas Ucok mengingatkan.

"Kau tidak ngibul?. baik aku akan segera menemuinya." Jawab Rangga.

Rangga bergegas hendak pergi, namun Ucok menahannya.

"Eiiiit!...tunggu dulu. Ternyata matamu memang hebat dalam menilai seorang gadis. Dia begitu cantik dan anggun." Kata Ucok jujur.

"Taik kucing!" Sergah Rangga sambil melangkah pergi.

"Kalau dia tak kau butuhkan lagi, serahkan saja kepadaku. Aku benar-benar telah jatuh hati padanya!." Teriak Ucok sebelum Rangga jauh meninggalkannya.

"Biar di sambar geledek kalau kau mencintainya!." Balas Rangga memaki. Sementara Ucok tertawa berderai dan hati Rangga mendongkol.

Langkah Rangga semakin dipercepat agar cepat sampai ke pintu gerbang. Ketika dia telah keluar dari induk universitas, matanya menangkap tubuh seorang gadis berdiri anggun di bawah terik sinar matahari yang memanggang. Rambutnya yang hitam legam sebatas bahu disapu angin hingga lepas terurai. Alangkah cantiknya gadis pujaannya itu.

Apakah Rangga sangat mencintai gadis itu?

Setelah langkah Rangga mendekati gadis yang sejak tadi berdiri menunggu, hatinya menjadi gusar.

"Rangga...!" tegur Cindy lunak.

"Ya?" Sahut Rangga tergagap.

Mata mereka saling bentrok agak lama dan di hati masing-masing berdesir perasaan nikmat.

"Kita sudah lama tidak saling jumpa Rangga." Kata Cindy parau.

Rangga hanya mengangguk sambil mengulum bibirnya yang kering. Cindy tak bisa berbuat banyak di depan Rangga. Kalau sejak dari rumah tadi dia ingin berkata banyak dan mungkin langsung memeluk lelaki itu, namun di sini dia hanya bisa berdiri canggung tanpa bisa mencetuskan apa-apa yang di bawa dari rumah dengan kerinduan. Di bawah teriknya sinar matahari mereka sama-sama berdiri mematung. Baru setelah Ucok menegur mereka, kesadaran akan kecanggungannya punah seketika.

"Di zaman modern ini kok masih ada orang pacaran mirip Maling Kundang ya?" Sindir Ucok bergurau.

"Hece!, Banci yang gemulai ku tonjok mulutmu baru kapok ya?!." Balas Rangga menghardik.

Ucok tertawa terbahak-bahak sembari melarikan motornya kencang-kencang. Suara knalpot motor itu cukup membisingkan telinga Rangga dan Cindy.

Keduanya lantas saling bertatapan mesra sekali.

"Adakah waktumu untuk menemaniku berjalan-jalan Rangga?"

"Aku selalu bersedia meluangkan waktuku untuk menemanimu ke mana saja." Ucap Rangga datar.

Wajah Cindy berseri-seri. Kedua insan itu melangkah pergi meninggalkan pintu gerbang. Matahari yang bersinar terik membuat kening Cindy dibasahi keringat. Sebetulnya Rangga ingin rasanya menghusap keringat di kening gadis itu. Tapi ada rasa kecanggungan untuk melakukannya, karena dia takut ditolaknya.

Setelah agak jauh dari induk universitas, Cindy menyetop taxi. Dia menurut saja ketika tangannya ditarik oleh Cindy masuk ke dalam mobil. Di jok belakang mereka duduk bersisian. Mobil membewa mereka ke sebuah pantai, dimana mereka pernah berduaan di tempat itu. Selesai membayar ongkos taxi, mereka menelusuri pinggiran pantai.

Tapi kali ini Rangga tidak berbuat seperti yang lalu, sambil berjalan dia memeluk tubuh Cindy yang padat berisi. Melainkan berjejer dengan jarak sekitar dua puluh senti. Hanya kadang kala kulit mereka sering bersentuhan. Dan setiap kali kulit mereka bersentuhan di hati masing-masing berdesir perasaan nikmat dan bahagia.

Cindy mengajak Rangga duduk jauh dari keramaian. Tepatnya di bawah pohon mahoni yang berdaun rindang mereka duduk sambil berteduh.

Angin pantai yang bertiup dengan sedikit campuran uap garam menjadikan kulit jadi mudah berminyak.

Ombak di laut yang tak pernah berhenti menjilati

pasir-pasir sungguh menyenangkan setiap mata

yang melihat. Termasuk kedua remaja yang tengah duduk di bawah pohon mahoni ini.

"Kau tidak membenciku bukan, Rangga?" Tanya Cindy lembut.

"Aku tak pernah membenci kepada siapa pun, termasuk engkau." Balas Rangga.

"Terima kasih Rangga." Ucap Cindy kembali.

"Cindy..." Panggil Rangga lunak.

Gadis itu menoleh ke wajah Rangga yang tampan.

"Aku tak habis mengerti tentang kemauan mu. Katakanlah dengan terus terang apa alasanmu menyembunyikan segala kemunafikanmu. Kau tidak akan mengibaratkan diriku sebagai boneka permainanmu bukan? Karena aku menghendaki suatu permainan yang berakhir dengan baik. Kalau toh ini hanya merupakan kisah, janganlah sampai terpotong sebelum cerita itu berakhir dengan sempurna. Aku tahu, baik di dunia pentas atau pun di arena kehidupan nyata hanya ada dua

kemungkinan. Hidup atau mati, berhasil atau gagal. Sekarang kuminta kesediaanmu untuk mengungkapkan apa yang telah terjadi atas dirimu. Aku telah siap untuk menerima manis atau pahitnya kenyataan."

Kedua mata gadis itu menjadi hangat, butirbutir air mata bening mengambang di kelopaknya.

Lalu menetes pelan jatuh ke pipinya.

"Aku masih ingin bertemu denganmu, bisa selalu bersamamu, maka aku merasa berat untuk mengatakan semua problem yang kualami. Aku takut kau pergi dariku Rangga." Kata Cindy tersendat-sendat.

"Kau terlalu egois Cindy. Kau hanya memikirkan tentang kepuasan diri sendiri tanpa mau berpaling pada perasaanku yang seperti terombang-ambing dalam ketidakpastian. Apakah kau hanya akan mencencang batinku, sementara tubuhku kau anggap boneka permainanmu? Ooooooh... alangkah kejamnya." Desah Rangga.

Cindy menjatuhkan kepalanya di dada Rangga dan menangis tersedu-sedu. Rangga tidak membiarkan gadis itu menangis dalam pelukannya.

Rambutnya yang hitam legam terurai itu dibelainya lembut penuh kasih sayang. Meski hati Rangga keras bagaikan baja, dia merasa terharu mendengar tangis Cindy yang dirasa memilukan. Akankah Cindy mengatakan kenyataan yang sebenarnya?, tapi dia takut kehilangan lelaki ini. Dia terkatup tak berkata hanya isak tangisnya yang memecah-keheningan di situ.

Episodes
1 BAB 1 : GADIS CANTIK JELITA
2 BAB 2 : TERLALU MAHAL
3 BAB 3 : NAMAKU CINDY
4 BAB 4 : SEBUAH KENYATAAN
5 BAB 5 : CETUSAN NALURI
6 BAB 6 : KETIDAKPASTIAN
7 BAB 7 : SANDIWARA TANPA CINTA
8 BAB 8 : MERASA PESIMIS
9 BAB 9 : PISTOL DI SAKU KIMONO
10 BAB 10 : CINTA DAN NAFSU
11 BAB 11 : PELURU NYASAR
12 BAB 12 : GELORA CINTA
13 BAB 13 : SIKSAAN BATIN
14 BAB 14 : PULANG KAMPUNG
15 BAB 15 : INGATAN HENDRY
16 BAB 16 : AYAH KUMAT LAGI
17 BAB 17 : PENGAKUAN RANGGA
18 BAB 18 : SEBUAH PENGORBANAN
19 BAB 19 : RASA TANGGUNGJAWAB
20 BAB 20 : RANGGA BEBAS
21 BAB 21 : NIAT HATI
22 BAB 22 : TANAH PEMAKAMAN
23 BAB 23 : PERJODOHAN ZAHRA
24 BAB 24 : JALAN PINTAS
25 BAB 25 : JALINAN MANIS
26 BAB 26 : KOMPROMI DULU
27 BAB 27 : SEBUAH PERKENALAN
28 BAB 28 : TIDAK SECEPAT ITU
29 BAB 29 : KEJUJURAN HATI
30 BAB 30 : BERTEMU FADLY
31 BAB 31 : SEMUANYA SUDAH BERLALU
32 BAB 32 : RASA SYUKUR
33 BAB 33 : MERANTAU
34 BAB 34 : SAYA TIDAK TAHU
35 BAB 35 : KESETIAAN CINTA
36 BAB 36 : ANTARA MISKIN DAN KAYA
37 BAB 37 : SAYA AKAN MENUNGGU
38 BAB 38 : KEBAHAGIAAN HIDUP
39 BAB 39 : TERLALU PAGI CINTAMU TUMBUH
40 BAB 40 : GADIS PERAWAN
41 BAB 41 : SEKUNTUM BUNGA
42 BAB 42 : VILLA DI PUNCAK
43 BAB 43 : PEMUDA IDAMAN AMANDA
44 BAB 44 : PEMUDA MISKIN
45 BAB 45 : BERPIKIRAN LUAS
46 BAB 46 : TERUSIR DARI RUMAH
47 BAB 47 : RUMAH KONTRAKAN
48 BAB 48 : MENDAPAT PEKERJAAN
49 BAB 49 : GAJIAN PERTAMA
50 BAB 50 : RATAPAN MEMILUKAN
51 BAB 51: ANAK YANG HILANG
52 BAB 52 : TANPA SYARAT
53 BAB 53 : SATU JAM LAGI
54 BAB 54 : PUTIH ABU-ABU
55 BAB 55 : OVERDOSIS
56 BAB 56 : GARA-GARA LONTONG
57 BAB 57 : TUKANG LONTONG
58 BAB 58 : TERNYATA ITU MASALAHNYA?
59 BAB 59 : AKHIR PENANTIAN
60 BAB 60 : MENGANGKAT BAHU
61 BAB 61 : PERSIAPAN YANG PANJANG
62 BAB 62 : SESUATU
63 BAB 63 : SATU TANYA TANPA JAWABAN
64 BAB 64 : PERTANYAAN YANG ANEH
65 BAB 65 : JADI RUWET
66 BAB 66 : PERTENGKARAN TERBUKA
67 BAB 67 : PERTENGKARAN MEMANAS
68 BAB 68 : POIN YANG LAIN
69 BAB 69 : PERASAAN ASING
70 BAB 70 : TITIK TERENDAH
71 BAB 71 : AMPUN DEH!
72 BAB 72 : KEISENGAN BALQIS
73 BAB 73 : SAAT PEMBALASAN
74 BAB 74 : LHO? KOK JADI BEGINI?
75 BAB 75 : TITIK!
76 BAB 76 : PASANG BADAN
77 BAB 77 : KENANGAN LAGI
78 BAB 78 : KETIADAAN ENDING
79 BAB 79 : HAI, DARLING HONEY
80 BAB 80 : JIWA ADALAH KEKAL
81 BAB 81 : ORANG GILA
82 BAB 82 : KUNCUP MAWAR ITU!
83 BAB 83 : PUTUS ASA
84 BAB 84 : PERISTIWA ULANG
85 BAB 85 : CEWEK GEBETAN GUE!
86 BAB 86 : SAYA HAMIL, DOKTER?
87 BAB 87 : MENUNGGU KEPASTIAN
88 BAB 88 : MEMINTA KEPASTIAN
89 BAB 89 : SEBUAH RENCANA
90 BAB 90 : STATUS HUBUNGAN
91 BAB 91 : TIDAK ADA KESEMPATAN
92 BAB 92 : AKU JIWA YANG LARA
93 BAB 93 : BERTEMU NABILA
94 BAB 94 : BERITA TAK TERDUGA
95 BAB 95 : PERTANGGUNGJAWABAN
96 BAB 96 : BIARLAH! BIARLAH!
97 BAB 97 : BERTEMU NABILA
98 BAB 98 : PERNIKAHAN SEMU
99 BAB 99 : MENCARI PEKERJAAN
100 BAB 100 : BANTUAN RANTI
101 Bab 101: KERAS HATI
102 BAB 102 : BERHENTI BEKERJA
103 BAB 103 : LELAKI PENGECUT
104 BAB 104 : TAMBAH BURUK
105 BAB 105 : JUJUR DAN TULUS
106 BAB 106 : SEBILAH SEMBILU
107 BAB 107 : APA LAGI?
108 BAB 108 : SEBUAH KESEPAKATAN
109 BAB 109 : TEROMBANG AMBING
110 BAB 110 : KUTUKAN TUHAN
111 BAB 111 : MIMPI YANG INDAH SEKALI
112 BAB 112 : BERTINDAK BIJAKSANA
113 BAB 113 : PERTEMUAN TERAKHIR
114 BAB 114 : KAMAR PERSALINAN
115 BAB 115 : KEPUTUSAN AKHIR
Episodes

Updated 115 Episodes

1
BAB 1 : GADIS CANTIK JELITA
2
BAB 2 : TERLALU MAHAL
3
BAB 3 : NAMAKU CINDY
4
BAB 4 : SEBUAH KENYATAAN
5
BAB 5 : CETUSAN NALURI
6
BAB 6 : KETIDAKPASTIAN
7
BAB 7 : SANDIWARA TANPA CINTA
8
BAB 8 : MERASA PESIMIS
9
BAB 9 : PISTOL DI SAKU KIMONO
10
BAB 10 : CINTA DAN NAFSU
11
BAB 11 : PELURU NYASAR
12
BAB 12 : GELORA CINTA
13
BAB 13 : SIKSAAN BATIN
14
BAB 14 : PULANG KAMPUNG
15
BAB 15 : INGATAN HENDRY
16
BAB 16 : AYAH KUMAT LAGI
17
BAB 17 : PENGAKUAN RANGGA
18
BAB 18 : SEBUAH PENGORBANAN
19
BAB 19 : RASA TANGGUNGJAWAB
20
BAB 20 : RANGGA BEBAS
21
BAB 21 : NIAT HATI
22
BAB 22 : TANAH PEMAKAMAN
23
BAB 23 : PERJODOHAN ZAHRA
24
BAB 24 : JALAN PINTAS
25
BAB 25 : JALINAN MANIS
26
BAB 26 : KOMPROMI DULU
27
BAB 27 : SEBUAH PERKENALAN
28
BAB 28 : TIDAK SECEPAT ITU
29
BAB 29 : KEJUJURAN HATI
30
BAB 30 : BERTEMU FADLY
31
BAB 31 : SEMUANYA SUDAH BERLALU
32
BAB 32 : RASA SYUKUR
33
BAB 33 : MERANTAU
34
BAB 34 : SAYA TIDAK TAHU
35
BAB 35 : KESETIAAN CINTA
36
BAB 36 : ANTARA MISKIN DAN KAYA
37
BAB 37 : SAYA AKAN MENUNGGU
38
BAB 38 : KEBAHAGIAAN HIDUP
39
BAB 39 : TERLALU PAGI CINTAMU TUMBUH
40
BAB 40 : GADIS PERAWAN
41
BAB 41 : SEKUNTUM BUNGA
42
BAB 42 : VILLA DI PUNCAK
43
BAB 43 : PEMUDA IDAMAN AMANDA
44
BAB 44 : PEMUDA MISKIN
45
BAB 45 : BERPIKIRAN LUAS
46
BAB 46 : TERUSIR DARI RUMAH
47
BAB 47 : RUMAH KONTRAKAN
48
BAB 48 : MENDAPAT PEKERJAAN
49
BAB 49 : GAJIAN PERTAMA
50
BAB 50 : RATAPAN MEMILUKAN
51
BAB 51: ANAK YANG HILANG
52
BAB 52 : TANPA SYARAT
53
BAB 53 : SATU JAM LAGI
54
BAB 54 : PUTIH ABU-ABU
55
BAB 55 : OVERDOSIS
56
BAB 56 : GARA-GARA LONTONG
57
BAB 57 : TUKANG LONTONG
58
BAB 58 : TERNYATA ITU MASALAHNYA?
59
BAB 59 : AKHIR PENANTIAN
60
BAB 60 : MENGANGKAT BAHU
61
BAB 61 : PERSIAPAN YANG PANJANG
62
BAB 62 : SESUATU
63
BAB 63 : SATU TANYA TANPA JAWABAN
64
BAB 64 : PERTANYAAN YANG ANEH
65
BAB 65 : JADI RUWET
66
BAB 66 : PERTENGKARAN TERBUKA
67
BAB 67 : PERTENGKARAN MEMANAS
68
BAB 68 : POIN YANG LAIN
69
BAB 69 : PERASAAN ASING
70
BAB 70 : TITIK TERENDAH
71
BAB 71 : AMPUN DEH!
72
BAB 72 : KEISENGAN BALQIS
73
BAB 73 : SAAT PEMBALASAN
74
BAB 74 : LHO? KOK JADI BEGINI?
75
BAB 75 : TITIK!
76
BAB 76 : PASANG BADAN
77
BAB 77 : KENANGAN LAGI
78
BAB 78 : KETIADAAN ENDING
79
BAB 79 : HAI, DARLING HONEY
80
BAB 80 : JIWA ADALAH KEKAL
81
BAB 81 : ORANG GILA
82
BAB 82 : KUNCUP MAWAR ITU!
83
BAB 83 : PUTUS ASA
84
BAB 84 : PERISTIWA ULANG
85
BAB 85 : CEWEK GEBETAN GUE!
86
BAB 86 : SAYA HAMIL, DOKTER?
87
BAB 87 : MENUNGGU KEPASTIAN
88
BAB 88 : MEMINTA KEPASTIAN
89
BAB 89 : SEBUAH RENCANA
90
BAB 90 : STATUS HUBUNGAN
91
BAB 91 : TIDAK ADA KESEMPATAN
92
BAB 92 : AKU JIWA YANG LARA
93
BAB 93 : BERTEMU NABILA
94
BAB 94 : BERITA TAK TERDUGA
95
BAB 95 : PERTANGGUNGJAWABAN
96
BAB 96 : BIARLAH! BIARLAH!
97
BAB 97 : BERTEMU NABILA
98
BAB 98 : PERNIKAHAN SEMU
99
BAB 99 : MENCARI PEKERJAAN
100
BAB 100 : BANTUAN RANTI
101
Bab 101: KERAS HATI
102
BAB 102 : BERHENTI BEKERJA
103
BAB 103 : LELAKI PENGECUT
104
BAB 104 : TAMBAH BURUK
105
BAB 105 : JUJUR DAN TULUS
106
BAB 106 : SEBILAH SEMBILU
107
BAB 107 : APA LAGI?
108
BAB 108 : SEBUAH KESEPAKATAN
109
BAB 109 : TEROMBANG AMBING
110
BAB 110 : KUTUKAN TUHAN
111
BAB 111 : MIMPI YANG INDAH SEKALI
112
BAB 112 : BERTINDAK BIJAKSANA
113
BAB 113 : PERTEMUAN TERAKHIR
114
BAB 114 : KAMAR PERSALINAN
115
BAB 115 : KEPUTUSAN AKHIR

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!