Hai ges, jangan lupa Like, Komen, and Vote!!
****
Dua hari kemudian, sejak hari setelah pemakaman itu selain suasana duka yang masih terasa, ada satu lagi keanehan yang Alfiya rasakan saat ini. Gadis itu selalu merasa kalau ibu Ernika selalu menghindar darinya. Sang ibu tak ingin melihatnya sedikit pun, bahkan ketika ia mengajak berbicara ibunya sedikit pun tidak ingin menjawab.
Alfiya sempat berpikir hal itu mungkin karena ibunya masih dirundung duka. Maka ia pun memilih untuk memaklumi hal tersebut. Dan juga karena beberapa hari yang lalu suasana rumah masih ramai dia tidak memiliki waktu untuk berbicara kepada ibu.
Kemudian malam itu ia juga membantu untuk mengurus Anggian yang tak henti-hentinya menangis memanggil-manggil sang bunda. Tentu saja hati Alfiya merasa tersayat pilu melihat itu. Perasaan bersalahnya pun emakin membumbung tinggi. Ia pun terus berusaha untuk menenangkan Anggian yang menangis didalam gendongannya.
Sementara itu Elvan yang masih sangat dirundung kepedihan karena ditinggal istrinya masih tidak ingin keluar dari kamar. Ia memilih mengurung diri dan terus-terusan melamun.
"Mbak, sini aku gantiin gendong Gian." Tawar Rian yang baru menghampiri Alfiya. "Mbak capek, kan?"
Alfiya lalu menggeleng pelan. "Nggak, mbak nggak capek." ia berusaha tersenyum tipis.
Pada dasarnya walau seperti apa pun Rian dapat melihat dengan jelas ucapan Alfiya yang bertolak dengan keadaannya saar itu. Rian tahu Alfiya sangat sibuk sedari semalam. Lihatlah wajah cantik yang sangat sayu itu cukup untuk menjelaskan semuanya.
"Mbak, mbak harus istirahat." pinta Rian lagi. "Sini, Gian biar aku yang gendong."
Akhirnya setelah dibujuk seperti itu Alfiya pun nurut. Ia memberikan Anggian yang mulai tertidur karena kelelahan sehabis menangis kepada Rian.
Beberapa saat kemudian, Alfiya berencana untuk menghampiri ibu yang berada didalam kamar. Wanita paruh baya itu juga masih larut dalam kesedihan. Mata ibu yang sayu menatap Alfiya yang masuk melalui pintu kamar yang memang tidak dikunci.
"Ibuk...." Begitulah Alfiya memanggil sang ibu saat baru memasuki kamar utama.
Tak ada sahutan yang lembut. Namun yang Alfiya terima saat itu adalah tatap penuh kebencian dari ibunya. Melihat itu tentu saja membuat hati Alfiya serasa tertancap oleh pisau tajam.
Alfiya dapat menangkap kalau ibu sangat membencinya. Ibu benar-benar membenci dirinya. Tidak, ini pasti salah. Dia pasti salah mengira bukan. Tidak mungkin ibu akan membencinya.
Akhirnya Alfiya berusaha untuk tidak membiarkan pikiran buruk bersemayam dikepalanya. Ia menarik nafas dalam-dalam kemudian melangkah mendekati ibu.
"Ibuk." matanya bertatap denga mata ibu. "ibuk udah makan...." tanyannya lembut.
Bets! Sang ibu yang tengah terduduk disisi ranjang, langsung menepis tangan Alfiya yang hendak menyentuhnya.
Alfiya lantas tersentak, hatinya lagi-lagi serasa tergores benda tajam.
"Buk...." protes Alfiya.
"Mau apa kamu?"
"Ibuk, Fiya cuma...."
"Cuma apa!! Hah!! Pergi kamu." Mata ibu semakin melotot tajam. "Gara-gara kamu, semua ini terjadi gara-gara kamu. Kemana kamu pergi pada hari itu? Kemana kamu disaat seharusnya menuruti perintah ibuk untuk mencari Anggian."
Alfiya lantas tertunduk dalam.
"Gara-gara kamu asik berpacaran dengan pacar berandamu itu, kamu sampai mengabaikan permintaan ibuk!!"
"Maaf buk...." ujar Alfiya pelan. "Aku salah...." Seketika itu juga Alfiya pun menangis dan langsung terduduk bersimpuh dihadapan sang ibu.
"Ibuk.... maaf...." Alfiya hendak menyentuh tangan ibu, namun lagi-lagi tangannya ditepis.
Ibu memalingkan wajahnya enggan menatap Alfiya. "Pergi kamu!"
"Ibuk...." Alfiya terus memohon.
"Aku bilang pergi!" Teriak ibu Ernika semakin kencang. "Gara-gara kamu, aku jadi kehilangan putriku...."
"Ibuk Fiya minta maaf...." Alfiya semakin menangis penuh penyesalan.
"Aku nggak butuh maaf dari kamu, cepat pergi! Pergi dari hadapanku, sekarang!" Teriakan ibu semakin histeris dan menjadi-jadi. Bantal dan selimut semua ia lemparkan tepat diwajah anaknya dengan membabi buta dan penuh amarah seolah Alfiya adalah tempat pelampiasan dari semua perasaan yang ia rasakan.
"Pergi!! Pergi!! Pembunuh!!"
Hati Alfiya benar-benar pilu dan terasa sangat sakit. Ibunya sendiri mengatainya pembunuh. Namun, Alfiya menerima itu, mengkin dengan begitu ibu akan memberi sedikit maaf padanya.
Hingga tiba-tiba....
Prang!! Terdengar suara pecah belah yang terbentur keras.
Kegaduhan dari kamar utama membuat Bapak Imran dan Rian langsung bergegas datang menghampiri.
"Ibuk, berhenti...." Bapak langsung mendekat dan menghentikan aksi istrinya yang hendak menjambak Alfiya. Ditatap wajah putrinya dengan kening yang berdarah. Melihat pecahan guci antik mereka yang pecah, sepertinya Bapak tahu apa penyebab kening putri sampai cedera separah itu.
"Jangan begini buk, Anggita pergi karena memang sudah waktunya." ujar bapak mencoba menenangkan ibu.
"Ibuk nggak perduli pak! Gara-gara anak ini Anggita jadi pergi meninggalkan kita. Gara-gara dia!!!!"
Alfiya yang ditunjuk-tunjuk penuh amarah oleh ibunya hanya bisa pasrah.
"Rian, bawa Fiya pergi dari sini." Ujar bapak.
Rian mengangguk dan dengan cepat ia pun langsung bergerak dan membawa Alfiya yang tengah menangis tersedu-sedu itu keluar dari kamar.
"Buk sudah, kasihan Alfiya. Anggita pergi itu sudah ketetapan takdir."
"Bapak nggak ngerti perasaan ibuk. Ibuk sedih, pak. Anak kita pergi untuk selamanya, ibuk sedih." Ibu Ernika terus meraung-raung dipelukan suaminya. "Dia cinta pertamaku pak, dia putriku...."
Pak Imran tentunya juga merasakan kepedihan yang mendalam. Tapi, mau bagaimana lagi semua ini sudah jalan yang maha kuasa. Dirinya juga merasa kehilangan, hatinya sakit. Ayah mana yang tidak hancur saat ditinggal oleh putri tercinta untuk selama-lamanya.
"Sudah buk, biarkan Anggita tenang...." mata bapak menatap nanar.
"Bapak nggak ngertiin ibuk, ibuk tidak kuat pak...."
Mau bagaimana lagi, bapak hanya bisa menangkan istrinya dan memeluk erat. Semua ini memang sangat memilukan bagi mereka.
****
Sementara itu dibelakang rumah. Alfiya terus menatap nanar kolam ikan didepannya. Jantungnya masih berdegup kencang karena syok. Rasanya seperti mimpi saat ibu memperlakukannya seperti tadi.
Untuk pertama kali dalam hidupnya, ibu menyakitinya sampai seperti ini yang menyebabkan luka memerah dikening.
"Sakit mbak?" Tanya Rian yang tengah mengobati luka dikening Alfiya dengan obat merah.
Alfiya tidak menjawab, pandangannya terlihat linglung dengan mata sembab. Hatinya benar-benar merasa sangat sakit saat ini, sakit sekaligus merasa bersalah.
Ibu membencinya. Dia anak yang dibenci. Ibu bilang dia pembunuh. Benarkah? Itukah yang Ibu pikirkan tentangnya.
Hatinya benar-benar hancur mendengar itu.
"Mbak...."
Panggil Rian saat melihat air mata itu mulai bercucuran kembali.
Dengan air mata yang tergenang kembali Alfiya menoleh kearah Rian. Isakannya kemudian terdengar jelas saat itu.
"Rian, mbak salah.... andai waktu itu mbak nggak kabur bersama Joe dan memilih untuk mencari Gian, semuanya pasti masih baik-baik saja." lirihnya dengan suara serak penuh sesal.
"Mbak jangan ngomong gitu...." Rian mengusap air mata yang mengalir dipipi Alfiya.
"Tapi bener Rian, mbak salah...." tubuh Alfiya goyah tak berdaya.
Rian lantas langsung mendekati tubuh itu. "Mbak...." Rian benar-benar tidak tahan melihat kesedihan Alfiya. Maka saat itu juga dia menarik Alfiya kedalam pelukannya. Membiarkan wanita itu untuk menumpahkan tangisnya.
Terlihat ada bayangan yang melintas, mereka tidak sadar bahwa sedari tadi ada sosok yang tanpa sengaja mendengar percakapan mereka. Elvan menatap sayu pemandangan itu, lalu ia pun perlahan bergegas pergi.
*
*
*
*
Happy Reading!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Baru menangis dan menyesal semua nya sekarang?? Udah gak ada huna nya lagi, Kalo aku jadi inu nya aku juga marah sama Fiya, Orang lagi sibuk2 nya di rumah, Dia malah pacaran, Andai saja Fiya denger ucapan ibunya cari ponakannya semua ini gak akan trtjadi..
2023-11-11
0
Bzaa
bukan salah alfia juga harusnya sebagai ibu jg harusnya jagain anaknya, biar gak lepas dr pengawasan...
dan neneknya jg harusnya lebih bisa menahan diri dan menjaga lisannya.
2022-11-30
0
Irmayanti Dara
Untung bukan gue yg jadi alfian, dah gue omelin balik, anak sendiri gak bisa ngawasin ,pas anaknya knpa2 org lain yg disalahin🤭🤭
2022-07-04
0