****
Malam hari itu, Elvan yang baru saya pulang dari bekerja meminta waktu sejenak kepada Ibu dan juga Bapak. Karena seperti ada hal serius yang akan dibicarakan oleh menantunya itu maka kedua mertua dari Elvan itu pun menuruti.
Dan saat itu diruang tamu, sementara bapak dan ibu duduk bersebelahan dengan Elvan dihadapan mereka. Mereka menatap laki-laki yang terlihat banyak pikiran itu dengan sorot penasaran dan penuh tanya.
Begitu juga dengan Elvan, ia menatap serius kedua mertuanya itu satu persatu, sebelum memuali pembicaraan yang ia anggap penting. Keningnya mengkerut, sepertinya pikiran laki-laki itu memang benar-benar sangat kusut.
"Ada apa Elvan? Kamu mau bicara apa?" Ibu membuka suara diantara mereka bertiga, setelah beberapa saat keheningan diisi oleh helaan nafas yang tidak terdengar Elvan.
Elvan masih terdiam beberapa saat sebelum benar-benar mengatakan maksudnya. Dari gelagatnya agak sulit ia untuk mengutarakan isi hatinya saat ini, terlihat dari kegelisahan serta beberapa kali laki-laki itu menghela nafas.
"Ada ada Elvan." Suara berat Bapak akhirnya menginterupsi.
Elvan akhirnya memberanikan diri untuk menatap mertuanya satu persatu. Lagi-lagi ia meraup udara dan menghembuskan pelan. "Sebelumnya aku mau ngucapin terimakasih sama bapak dan juga ibuk...." Suaranya semakin merendah diakhir kalimat, benar-benar berat rasanya untuk mengatakan ini.
"Terima kasih karena sudah mau menerima saya sebagai menantu dirumah ini...."
Mata ibu sedikit melebar. "Van, apa maksud ucapan kamu.... kamu menantu kami yang baik. Tentu saja kami sangat senang dengan adanya kamu disini." jelas ibu.
Melihat gelagat Elvan yang tidak biasa bapak ikut nimbrung. "Ada apa Elvan, apa ada sesuatu yang mengganggu kamu?"
"Ibuk, Bapak...." Elvan lagi-lagi menatap satu persatu mertuanya dengan begitu dalam. "Aku mau pindah dari rumah ini...." akhirnya ucapan itu terlontar setelah helaan nafas beratnya.
"Pindah?!" seru ibu dan bapak serentak.
Tentu saja, bapak dan ibu Ernika sangat terkejut mendengar itu.
"Kenapa Van? Ada apa? Apa maksud ucapan kamu? Pindah!?" Tanya ibu dengan bertubi-tubi seolah tak percaya dengan apa yang ia dengar barusan.
Elvan yang ditanya terasa sangat sulit untuk menjelaskan. Ternyata benar, memang berat untuk ia mengatakan ini, apalagi setelah melihat reaksi ibu dan bapak.
"Tunggu Van, kenapa kamu tiba-tiba jadi begini? Apa memang ada hal yang sangat mengganggu kamu? Katakan mungkin bapak atau ibuk bisa bantu jika kami memang ada masalah?" ujar bapak tak kalah mengertinya akan maksud menantunya itu.
Elvan memejamkan dalam-dalam sebelum bersuara kembali. "Aku hanya nggak mau merepotkan...."
"Merepotkan siapa Van?!" Sambar ibu cepat. "Tidak ada yang merasa repot dengan adanya kamu disini. Ibuk dan Bapak menyayangi kamu."
"Tapi buk.... Aku harus pindah...." Kali ini Elvan menunduk tak sanggup menantap mereka satu persatu. Biar bagaiman pun baginya bapak dan ibu sudah seperti orang tuanya sendiri.
"Apa alasannya?! Apa bapak dan ibuk telah menyakiti kamu tanpa kami sadari?!" Kedua tangan bapak terangkat saat mengucapkan itu.
"Nggak bukan begitu." Elvan menggeleng. "Ini soal Gian...." lanjutnya.
"Kenapa dengan Gian? Hem? Ibuk akan mengurusnya tenang saja? Kamu tenang saja, Gian itu cucu ibuk. Ibu tidak repot kalau soal Gian, dia cucu ibuk Van." jelas ibu Ernika.
"Aku cuma tidak ingin merepotkan semua orang ada disini, pak, buk...."
Ibu Ernika menarik nafas lebih panjang. "Nggak ada yang merasa direpotkan, kamu dengar! Jadi tetap tinggal disini bersama kami, terlepas dari apa pun itu kamu akan tetap jadi menantu kami."
"Benar Van, bapak ingin kamu tetap tinggal disini."
"Pak, aku dan Anggita statusnya sudah...." Elvan tiba-tiba menjadi sesak. "Aku nggak mungkin terus tinggal disini sementara istriku telah meninggalkan aku dan Gian...." ia tiba-tiba tertunduk sedih. Sangat sedih jika mengingat istrinya yang telah tiada.
"Van...." Ibu mendekatin Elvan dan duduk disampingnya. "Sampai kapan pun, kamu akan terus menjadi menantu kami selamanya...." mengelus bahu Elvan pelan. "Ibuk dan bapak sudah merencanakan sesuatu untuk kamu."
Bapak yang sudah mengerti arah pembicaraan ibu tiba-tiba mengerjap dan bungkam. Akankah semua ini benar, tentang rencana mereka yang mungkin tidak akan langsung bisa diterima ini. Bahkan mungkin akan lebih sulit lagi.
Ibu Ernika masih mengelus-elus kepala Elvan pelan lalu tangan itu berpindah untuk meraih kedua telapak tangan menantunya.
"Van...." ibu memulai mengutarakan rencananya. "Ibu...." menoleh kearah bapak yang mulai menegang kemudian berbalik menantap Elvan kembali. "Ibuk dan bapak berencana...." Lalu tatapan mereka beradu pandang sejenak. "Bapak berencana untuk menikahkan kamu dengan Alfiya...."
Elvan seketika mendongak kaget. "Buk?!"
"Iya, Elvan. Dengan menikah dengan Alfiya kamu akan terus bisa bersama kami, dan Gian dia akan memiliki ibu. Kamu lihat sendiri kan, Gian malah sudah memanggil Alfiya bunda." ibu menjelaskan dengan mata berbinar.
Elvan masih termangu kaget mendengar penuturan ibu.
Sembari mengelus punggung Elvan ibu tersenyum. "Gimana kamu setuju?"
Merespon perkataan ibu, Elvan refleks menggeleng pelan. "Itu nggak mungkin...." ujarnya pelan. "Bagaimana mungkin aku dan Fiya akan...."
"Tidak ada larang Vian, banyak kok yang seperti itu. Tidak ada yang salah jika kalian menikah." Ibu tersenyum. "Jadi, kamu mau ya dinikahkan dengan Alfiya...."
Mata Elvan mengerjap. "Ibuk...." meraih tangan ibu. Laki-laki itu mengeuk ludah kaku. "Tapi Alfiya sudah punya kekasih...."
Mendengar ucapan Elvan barusan raut wajah ibu lantas berubah. "Ibu tidak perduli, ibu tidak akan seruju kalau Alfiya menikah dengan orang lain."
Elvan memejamkan mata kuat, ya Tuhan ibu benar-benar serius dengan ucapannya. "Buk!? Pak?!" menoleh kearah bapak dan ibu bergantian. "Bagaimana bisa aku dan Alfiya menikah?"
"Benar, bagaimana bisa ibuk dan bapak berpikiran seperti itu!?"
Seketika semua orang menoleh kearah sumber suara yang tiba-tiba menyambar itu.
"Alfiya." bapak yang sontak langsung berdiri mendekati anak gadisnya. "Ini tidak seperti yang kamu dengar."
Alfiya tidak menggubris, dada gadis itu naik turun tak menentu seolah menahan emosi. Nampaknya ia telah mendengar keseluruhan percakapan yang membuatnya tidak habis pikir itu cukup lama. Tatapan penuh kekecewan pun ia lemparkan pada ibu sebelum akhirnya ia bergegas melangkah ingin pergi dari ruangan itu dengan cepat.
"Nak, tunggu!" bapak berusaha menghentikan langkah Alfiya.
Alfiya pun lantas menghentikan langkah kakinya dengan masih membelakangi ibu, bapak dan juga Elvan.
"Kamu sudah dengar semuanya." ujar ibu akhirnya.
Bapak menoleh menatap sang istri. "Buk, jangan bahas itu dulu."
"Bapak tenang saja, ibuk yakin anak itu pasti mau menuruti permintaan ibuk. Lihat saja nanti." ucap ibu dengan penuh keyakinan.
Ucapan ibu kembali membuat Elvan termangu. Ia tentu sudah bisa menebak jika reaksi Alfiya akan seperti ini. Dan juga, apakah ia harus bertindak seperti yang Alfiya lakukan, yaitu melakukan penolakan terhadap permintaan ibu dan juga bapak?
"Mau tidak mau anak ini harus menikah dengan Elvan."
Mendengar ucapan ibu lantas Alfiya pun langsung berbalik arah menghadap semuanya. Gadis itu pun terpaku untuk beberapa saat.
*
*
*
*
Happy Reading!
Like, Vote dan Komen ya Ges!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Bzaa
dah kyk ibu tiri aja nih
2022-11-30
0
Desi Astria 0412
kejamnya ibu fiya
2021-05-20
0
Roro Ayu Murwani
menantu idaman ibu
2020-11-30
0