Hai ges!! Like, Vote and Komen ya!
****
Malam itu, Anggian terus menangis dan sudah hampir dua jam. Sang ayah yakni Elvan sampai kebingungan untuk menenangkan putranya. Sedari tadi anaknya itu tak henti-henti memanggil-manggil sang ibu yang telah tiada, membuat hati Elvan berkali-kali terenyuh oleh itu.
Bahkan ibu Ernika pun tidak berhasil untuk menenangkan Anggian dari tangisnya. Biar bagaiman pun Anggian masih terlalu kecil untuk benar-benar mengerti apa yang terjadi dengan sang ibunda yang telah tiada.
"Bundaa....." Tangis Anggian terus meraung-raung.
Elvan masih memeluk Anggian dengan erat. "Gian ini ayah, nak. Ayah ada disini." Elvan meneguk ludahnya kaku. Hatinya begitu kelu saat ini. Ya Tuhan, kenapa cobaan ini begitu berat baginya? Apa salahnya? Kenapa? Kenapa harus dirinya. Dia benar-benar tidak sanggup melihat anaknya seperti ini.
"Bundaaa.... atu mau sama bundaa...." Anggian terus meraung dan meronta dipelukan ayahnya.
"Sini sama nenek sayang." Ibu Ernika mengulurkan tangannya untuk meraih sang cucu.
Lagi-lagi Anggian meronta, hanya ibunya, dia ingin ibunya saat ini. "Bundaaaaaaaaa...." teriaknya kencang.
Tak berapa lama, tiba-tiba terdengar suara motor deru motor yang kemudian berhenti didepan rumah.
Ibu menoleh, ia yakin itu Alfiya. "Anak itu dari mana baru pulang jam segini." Dengkusnya kemudian.
Dan, saat itu didepan rumah. Joe melepas helm yang dipakai oleh Alfiya sembari membenahi rambut gadis itu yang berantakan. Joe kemudian tersenyum.
"Aku pulang dulunya Fi." Mengelus pipi Alfiya pelan. "Mungkin saat ini kamu belum mau cerita, tapi apa pun masalah yang kamu hadapi saat ini aku akan selalu ada buat kamu."
Alfiya mengangguk pelan.
"Aku pulang ya." ujar Joe.
"Hati-hati ya." sahut Alfiya sembari melambaikan tangan.
Joe mengangguk. Sebelum ia benar-benar pulang. Ia mendekatkan wajahnya dan mencium kening Alfiya cepat.
Alfiya masih menunggu hingga motor Joe benar-benar tidak terlihat dari halaman rumahnya dan menghilang dibalik pagar. Setelah dirasa Joe sudah agak jauh, gadis itu lalu berbalik untuk kedalam rumah.
"Dari mana kamu?!"
Melihat ibu yang berdiri didepan pintu dan sekaligus menanyai membuat Alfiya sejenak tercekat. Namun, ada satu hal yang membuat ia bahagia, ibu berbicara kepadanya. Sejak hari itu, baru kali ini ibu mengajaknya berbicara.
Alfiya berlari cepat. "Ibuk...." ucapnya sumringah hendak menyalami ibu dan dengan cepat meraih telapak tangan ibunya.
Ibu menarik tanganya dari tangan Alfiya. "Jangan kebiasaan pulang malam!!" ketus ibu kemudian. "Enak ya kamu, pergi jalan-jalan sama pacar kamu tanpa merasa bersalah sedikit pun."
Alfiya lagi-lagi tersentak. "Buk, aku tadi cuma...."
"Halah jangan banyak alasan." Ibu memotong ucapan Alfiya cepat dan mendengus. "Sangat disayangkan, kakakmu baru saja pergi dan kamu malah bersenang-senang dengan laki-laki itu. Secepat itu kamu merelakan kakakmu pergi, atau kamu memang senang dengan kepergian kakakmu?!"
Alfiya langsung mengangkat kepalanya yang tertunduk dengan cepat. "Nggak buk, bukan gitu.... aku...." Tiba-tiba gadis itu merasa sesak tak bisa berkata-kata.
"Sudahlah? Capek saya melihat kamu, membuat hati saya semakin sakit saja." Ibu kemudian berlalu meninggalkan Alfiya masuk ke dalam rumah.
Alfiya mendongak kemudian menghembuskan nafasnya berat. Sebenci itu ibu pada dirinya. Kalau begitu, dirinya akan membuat keputusan.
Maka dengan berlinang air mata, perempuan itu lalu masuk kedalam rumah.
Alfiya menghampiri ibu. "Ibuk!"
Ibu tidak menggubris walau mendengar. Namun Alfiya memanggil kembali.
"Aku mau pergi dari rumah." Ucap Alfiya tersengal. "Kalau memang sebenci itu ibuk sama aku, lebih baik aku pergi aja. Percuma aku disini." Alfiya mengusap air matanya yang semakin bercucuran.
Ibu yang tadi berjalan cepat tiba-tiba berhenti dan termangu.
"Aku mau pergi jauh, percuma aku disini. Ibuk benci sama aku...." Alfiya tiba-tiba sesenggukan. "Aku tau, aku salah buk, aku memang salah karena hari itu nggak nurutin perkataan ibuk untuk mencari Gian. Tapi, apa ibuk nggak berpikir kalau rasa benci ibuk terhadap aku itu terlalu berlebihan. Aku juga anak ibuk!!"
Mendengar Ibu pun lalu berbalik dengan cepat. "Diam kamu!!" Tunjuk ibu tepat didepan wajah Alfiya. "Kamu memang salah!!" Mata ibu membulat dengan dada naik turun penuh amarah. "Gara-gara anak nggak berguna seperti kamu, Anggita pergi untuk selama-lamanya. Saya benci kamu!! Kamu bukan putri saya." Teriak ibu Ernika lantang.
Deg! Alfiya benar-benar sudah tidak tahan lagi. Dia akan pergi. Terserahlah mau kemana, dia akan segera kabur dari rumah ini. Hatinya sakit dan benar-benar hancur.
Sementara itu karena saking kencangnya ibu berteriak seluruh penghuni rumah langsung berkumpul menghampiri kecuali Bapak yang tidak ada dirumah.
Rian yang tengah mengerjakan tugas sekolah dikamarnya langsung berlari keluar. Sementara itu Elvan juga ikut mendekat sembari menggendong Anggian yang masih terus menangis.
Tangan Alfiya mengepal kuat. Tubuhnya gemetar menahan emosi yang terus menggunung. "Aku benar-benar akan pergi dari rumah." Lalu dengan penuh rasa emosi ia kemudian berbalik dengan cepat.
Melihat itu Rian langsung bereaksi. "Mbak!!" Ia mengejar dengan cepat. "Mbak, jangan gegabah mbak." memegang pergelangan Alfiya.
Alfiya menggeleng. "Mbak harus pergi Rian, percuma mbak disini." Alfiya berusaha melepas genggaman tangan Rian.
"Mbak cuma lagi emosi aja." bujuk Rian lagi.
Melepas tangan Rian dengan cepat lalu Alfiya bergegas pergi.
"Mbak!! Tunggu!!" Lagi-lagi Rian mengejar.
Namun, bukan panggilan itu yang membuat Alfiya menghentikan langkahnya. Sebuah suara yang entah kenapa membuat ia langsung mengurungkan niat itu.
"Bundaaaa...." Anggian menjerit kuat. Membuat orang-orang yang berada disana langsung menatap kearahnya. "Bunda angan pelgi...."
Semuanya terenyuh, Anggian memanggil Alfiya bunda. Apa ini?!
Perlahan Alfiya pun berbalik. "Gian...."
"Bunda...." Anggian langsung merentangkan tangannya meminta Alfiya untuk menyambut. "Gendong Bunda...." lirihnya dalam tangis penuh permohonan.
Hati Elvan tak kalah bergertar, maksudnya, kenapa bisa tiba-tiba Anggian memanggil Alfiya dengan sebutan bunda. Apa mungkin karena adik iparnya itu terlihat sangat mirip dengan mendiang istrinya.
"Ayah...." Anggian berontak dalam pelukan ayahnya. "Ayah atu mau sama bunda..." Anggian terus menangis menatap Alfiya dengan menjulurkan tangannya penuh harap.
Melihat itu hati Alfiya langsung tergerak untuk meraih keponakannya niatnya untuk pergi dari rumah tiba-tiba menghilang. "Gian...." Alfiya menyambut Gian yang kemudian langsung memeluknya erat.
"Bunda.... angan pelgi. Atu mau sama bunda...." Anggian terus menangis sembari memeluk Alfiya dengan erat seolah tidak ingin melepaskan.
Alfiya benar-benar masih tidak percaya kalau Anggian tiba-tiba memanggilnya dengan sebutan bunda. Dia bukan bundanya, tapi.... Alfiya melihat satu persatu raut wajah disana. Ibu, Elvan dan juga Rian, mereka semua menatapnya dengan tatapan yang sama sekali tidak ia mengerti.
Anggian mendorong tubuh Alfiya sejenak untuk menatap perempuan yang ia anggap bunda itu. "Bunda nanti kita tidul beltiga ya sama ayah...."
Ha? Semua yang ada disana semakin tak percaya dengan kalimat yang keluar dari mulut mungil Anggian, tak terkecuali Alfiya yang juga kebingungan akan bagaimana menanggapi permintaan itu.
Tatapannya kemudian bertemu dengan mata Elvan yang juga sedang menatapnya. Bagaimana mungkin mereka akan tidur bertiga?
*
*
*
*
Happy Reading ges!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Noorhied
Isssh segarang itu seorang ibu pada puttinya, walau dalam keadaan berkabung.. semua yg terjadi sudah garis takdir. 🙂🙂🙂😍
Kata eyangku dulu 'wis dadi pestine'
2021-08-23
1
rohani Tambunan
seru
2021-05-24
0
Desi Astria 0412
kumenangiiiisss bacanya thor 😭😭😭😭
2021-05-20
0