****
Malam harinya setelah makan malam. Sesuai dengan permintaan Anggian seperti malam-malam sebelumnya Alfiya kini berada didalam kamar Elvan untuk menidurkan Anggian sebelumya gadis itu kembali kedalam kamarnya.
Sebenarnya Alfiya merasa kebingungan karena sedari tadi, sejak kembalinya mereka dari rumah sakit, ia menyadari Elvan lebih banyak diam dan enggan untuk menatapnya. Beberapa kali ia mencoba untuk bicara, namun beberapa kali pula laki-laki tersebut berusaha menghindarinya.
"Mas mau kemana?" Tanya Alfiya yang kala itu melihat Elvan membawa kunci mobil dan bergegas melangkah membuka pintu kamar.
Elvan yang ditanya berhenti sejenak dari langkahnya membuat Alfiya menunggu jawaban.
"Mas pergi sebentar, tolong jaga Anggian."
"Tapi kemana?" Alfiya masih penasaran rupanya.
Namun, tanpa menjawab pertanyaan itu laki-laki tersebut lansung keluar meninggalkan Alfiya dengan kebingungan dihatinya.
Kenapa? Kali ini kenapa lagi? Apa perilaku Alvian kali ini karena tanpa sadar dia juga berbuat salah?
Padahal tadi Elvan sempat menenangkan dirinya dan mereka, berpelukan dirumah sakit. Walau pun begitu, Alfiya yakin itu hanya pelukan kakak kepada adiknya.
Beberapa saat kemudian sesekali Alfiya mengecup kening Anggian yang sudah tertidur pulas. Dan, saat itu matanya pun sudah terasa berat. Tapi, ia terus menunggu, Elvan belum juga pulang. Tumben! Biasanya Elvan tidak pernah keluar rumah sampai selarut ini.
Alfiya bergegas meraih ponselnya untuk menghubungi Elvan. Setelah menyentuh tombol hijau diponsepnya ia pun mulai menunggu jawaban.
Tut! Tut!
Tidak ada jawaban! Gadis itu pun berusaha untuk menghubungi Elvan lagi.
"Duh, kemana sih mas Elvan?" gerutunya setelah panggilan tersebut kembali tidak ada jawaban.
Alfiya mengecup kening Anggian sekilas sebelum akhirnya gadis itu mulai turun dari ranjang dan keluar dari kamar.
Alfiya membuka pintu masuk rumah. Dia menunggu kepulangam Elvan dengan perasaan cemas. Astaga, kemana si Elvan ini? Ini sudah lewat tengah malam.
Alfiya kemudian berdecak. "Kemana sih, belum pulang juga?"
Akhirnya karena terus merasakan cemas ia pun kembali berusaha menghubungi nomor ponsel Elvan. Lagi-lagi tidak ada jawaban. Oleh karena hal tersebut Alfiya memegangi kepala pusing.
"Kemana sih mas?!" serunya lagi pada diri sendiri.
Tunggu! Alfiya menggigit bibirnya kuat malu pada diri sendiri. Kenapa dia jadi sekhawatir ini kepada Elvan? Ia mengerjap, semoga saja ini hanya perasaan khawatir biasa. Tapi, aaaa, dia kok bisa khawatir sebegitunya sih kepada Elvan?!
Tak berapa lama ditengah sikap salah tingkah terhadap diri sendiri itu, Alfiya seketika mendengar deru mobil yang masuk kedalam pekarangan rumah. Lantas Alfiya pun menoleh dan bergegas melangkah menuju teras.
Tunggu kenapa dia jadi girang begini? Lagi-lagi dia tidak mengerti kenapa bisa sesenang ini.
Dan, beberapa saat kemudian yang ia lihat adalah Elvan keluar dengan dibopong oleh seorang wanita. Melihat wanita tersebut seperti keberatan Alfiya kemudian mendekat.
"Sini biar aku yang bawa mas Elvan masuk." ujarnya.
Jenny yang melihat aksi Alfiya langsung melihat curiga. "Kamu menginap disini lagi?"
Tak ingin banyak menjawab Alfiya pun langsung mengangguk.
"Biar saya bantu sampai kedalam." Jenny ikut merangkul Elvan disebelah tubuh Elvan.
Sesampainya mereka didalam rumah. Elvan langsung dibaringkan keatas sofa.
"Dia mabuk di bar, dan salah satu temannya telepon aku buat bawa dia pulang."
Alfiya menoleh kearah Jenny. Kenapa yang ditelpon Jenny bukan dia? Ah, iya, Alfiya menggeleng. Kenapa juga dia harus berharap.
"Kamu tolong ambilkan minum untuk Elvan, biar saya yang gantikan baju untuknya." ujar Jenny yang mulai beranjak menuju kamar Elvan.
"Nggak usah!" Sentak Alfiya seketika yang akhirnya membuat Jenny menghentikan langkahnya.
Ia lalu memandang gadis itu dengan seksama. "Kamu, tadi melarang saya?" tanya Jenny bingung.
Lantas Alfiya pun langsung gelagapan. "Maksudnya, mending mbak Jenny pulang sekarang. Ini sudah malam, biar mas Elvan saya yang urus."
Jenny menatap Alfiya menelisik. "Kamu mau mengurus Elvan...."
Alfiya mengangguk.
Jenny rasanya ingin bertanya banyak oleh keanehan ini. Maksudnya sepeduli itukah Alfiya terhadap Elvan? Maksudnya Jenny adalah tingkah Alfiya saat ini tidak seperti serang adik kepada kakak iparnya.
"Mbak kenapa liatin aku begitu?"
Jenny tersadar oleh ucapan Alfiya. Wanita itu kemudian kembali melangkah kearah sofa untuk mengambil tas beserta jaket miliknya.
Jenny masih menunjukkan tatap curiga akan tingkah Alfiya terhadapnnya. Maksudnya, gadis ini mengusirnya atau bagaimana? "Baiklah saya akan pulang sekarang." ucapnya kemudian berbalik. "Oh iya, beritahu Alvian bahwa mobilnya dititipkan dirumah saya."
"Iya, nanti mas Elvan saya beritahu."
Seiring dengan langkah high heels yang melangkah cepat, Alfiya kemudian menutup dan mengunci pintu rumah rapat. Setelahnya ia pun langsung bergegas untuk menghampiri Elvan yang masih terbaring dikasur.
"Mas...." panggil Alfiya yang membungkuk memanggil Elvan.
"Hai...." Elvan yang sedari tadi terpejam lalu mendongak dan terkekeh. "Kenapa kamu suruh Jenny pulang?" tanyanya kemudian terbatuk. "Siapa yang ngurusin mas kalau dia kamu usir?"
Ngurusin?
"Maksud mas apa?" Tanya Alfiya bingung.
"Rencananya mas mau jadiin dia istri." ujarnya kemudian tertawa aneh. "Kayaknya mas harus ada yang ngurus, iya kan Fi." Elvan refleks mencolek dagi Alfiya.
"Ih, mas itu mabuk, bentar ya aku ambilin air putih." Alfiya kemudian beranjak hendak ke dapur.
"Kamu ternyata perhatian juga sama mas...." ujar Elvan konyol.
Alfiya tidak menggubris perkataan itu, ia terus melangkah menuju dapur.
Beberapa saat kemudian gadis itu pun telah membawa air putih dan juga pakaian ganti untuk Elvan.
"Ini baju buat ganti kenapa dibawa kesini?" tanya Elvan.
Alfiya lantas menatap pakaian tersebut. Ha? Iya juga, kenapa dia harus membawakan Elvan baju ganti. Elvan kan bisa mengganti pakaian didalam kamar.
"Ya udah kalau begitu mas mau masuk ke kamar." Laki-laki yang masih dipengaruhi oleh alkohol tersebut melangkah sempoyongan.
Melihat langkah Elvan yang goyah Alfiya langsung bergerak cepat. "Sini mas biar aku bantu."
Elvan yang baru berdiri menoleh menatap Alfiya. "Nggak usah nanti bahaya."
Gadis itu lalu merengut. "Bahaya gimana sih mas?"
"Pokoknya bahaya." Lagi Elvan pun melangkah dengan terhuyung-huyung. "Bahaya Alfiya, jangan coba-coba buat sentuh mas." ujarnya sembari mengacungkan jari dihadapan Alfiya. "Itu gak baik."
"Ya udah deh kalau gak mau dibantu, terserah mas aja! Aku mau balik ke kamar aku aja kalau gitu." Alfiya menyentak lantai dilangkah pertamanya karena kesal. Saat ia baru berbalik, tiba-tiba ia mendengar suara jatuh dari arah belakang.
Gadis itu pun menjerit. "Ya ampun mas Elvan." Alfiya menghampiri Elvan yang sudah terbaring dilantai. Terlihat laki-laki itu senyam-senyum aneh sembari bergumam-gumam tidak jelas.
"Gita.... Gita.... sayang.... kamu kok ninggalin aku." lirihnya dengan suara serak seperti merayu.
Alfiya mendekat. "Mas, aku bilang apa. Tadi aku mau bantu tapi mas malah ngeyel."
"Em...." Elvan menoleh menatap Alfiya nanar. "Kenapa kamu mirip banget sama Gita, Fi...." perlahan tangannya terangakat untuk mengelus pipi Alfiya yang berada diatasnya. "Gimana aku bisa lupain Gita kalau lihat duplikatnya setiap hari begini.... kenapa kamu harus semirip dia."
"Karena aku adiknya mbak Gita." jawab Alfiya dengan tatapan iba. "Ayo aku bawa mas kedalam kamar." tangan gadis itu mulai menyusup dibalik leher Elvan.
"Jangan...." Elvan menghentikan gerakan tangan Alfiya. "Bahaya, Fi."
"Bahaya apaan sih mas, mas mau semalaman tidur disini? Terus sakit, besok gak bisa kerja?!" Ujarnya tersengal. "Sini aku bantuin jangan keras kepala." Dan disaat Alfiya kembali berusaha mengangkat tubuh Elvan, mungkin karena terlalu berat gadis itu lalu terjatuh tepat diatas tubuh laki-laki dibawahnya.
"Duh...." Alfiya mengangkat wajahnya dan langsung bertatapan sangat dekat dengan wajah Alvian.
Deg! Alfiya mengerjap terpaku. Wajah mereka terlalu dekat.
"Kamu keras kepala banget sih, kan mas sudah bilang bahaya, Fiya." Lalu setelah melontarkan kalimat itu Elvan tersenyum penuh arti.
Blush! Alfiya langsung mengangkat tubuhnya. Ah, ya ampun. Kok bisa dia tersipu dengan kakak iparnya sendiri.
Tunggu! Kakak ipar?!
Ya ampun, kakak ipar apaan?!!? Pada dasarnya kita udah nikah sah secara agama!
Alfiya menundukkan kepala dalam-dalam, ia sadar sebenarnya mereka adalah suami istri. Jadi ini yang namanya bahaya. Ia pun lantas menggeleng.
Nggak! Ingat Joe! Ingat Joe! Ingat Joe Alfiya. Ia menepuk-nepuk kepalanya dengan pelan.
•
•
•
•
*(^•_•^)* (~_ •)
Happy Reading!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Desi Astria 0412
othor grogi salah sebut nama trz 😁😁
2021-05-21
0
Maulina Kasih
gak lama lg jatuh cinta nih
2021-04-09
0
Elly Sumanti Istriningsih
sama aku juga bingung namanya Alvian apa Elvan Thor🙏
2021-03-01
0