****
Sementara itu masih di apartemen milik Joeshua. Dering ponsel yang berkali-kali terdengar ditelinga Alfiya tidak ia hiraukan. Mungkin karena terlalu mengganggu indera pendengarannya juga, maka ia pun segera menyentuh mode off disana. Ia masih berbaring disisi ranjang, matanya nanar memandangi langit-langit kamar.
Perasaannya masih tidak enak sejak ia mendengar sesuatu yang ia anggap tidak masuk akal tadi. Menikah dengan Elvan? Kapan ia bercita-cita untuk menikah dengan kakak iparnya? Hah, ia menghela nafas panjang. Kenapa semuanya harus seperti ini? Benar-benar sangat rumit.
Sementara itu Joe yang telah selesai berganti pakaian dikamar mandi segera menghampiri Alfiya.
"Tadi perasaan aku denger hp kamu bunyi terus, keluarga kamu kayak ya khawatir. Nggak kamu angkat telponnya?" Tanya laki-laki itu sembari mengeringkan rambut.
Alfiya menggeleng malas. Malas karena ia memang enggan menjawab panggilan masuk dari keluarganya.
Melihat Alfiya yang sepertinya memang sedang tidak bisa ditanya maka Joe pun memilih untuk tidak banyak tanya lagi.
"Ini udah malem, kamu tidur aja dikamar. Aku akan tidur disofa, diluar ." Ia kemudian melangkah mendekat setelah gadis itu mengangguk setuju. Joe kemudian mengecup kening Alfiya pelan sebelum akhirnya beranjak keluar kamar.
"Selamat malam...." ucap Joe sembari mengelus kepala Alfiya. "Aku keluar ya."
"Selamat malam juga, Joe."
Laki-laki yang berstatus pacarnya itu pun keluar setelah tadi kembali mengembangkan senyuman.
****
Keesokan harinya, Alfiya masih belum berniat ingin pulang kerumah. Ponsel miliknya terus ia non aktifkan, untuk menghindari keluarga yang menghubunginya.
Alfiya yang tengah duduk bersama Joe ditaman kampus dikejutkan oleh Rian yang tiba-tiba mendatanginya. Adik iparnya yang masih memakai seragam itu terlihat lega tat kala melihatnya.
"Mbak Fiya!" Teriaknya dari kejauhan. "Mbak beneran ada disini ternyata. Dari semalam orang dirumah nyariin, mbak."
Alfiya memalingkan wajah. Ia tidak perduli jika orang-orang dirumah mencarinya. Ia tidak ingin kembali kerumah saat ini. Buat apa? Hanya akan membuat hatinya sakit saja. Dan satu lagi, mengenai niat ibu yang ingin menikahkannya dengan Elvan dia tidak menginginkan itu. Dia takut nanti saat dirinya pulang ibu malah akan memintanya untuk hal itu lagi.
Rian lalu menarik tangan Alfiya. "Mbak ayo pulang, ibuk masuk rumah sakit."
Deg! Jantung Alfiya tiba-tiba berdegub kencang. Ibu masuk rumah sakit? Kenapa? Gadis itu kemudian termangu lama. Jangan-jangan ibu masuk rumah sakit karena kejadian tadi malam.
"Mbak...." panggil Rian lagi.
Alfiya tersadar dengan tangan Joe perlahan meremas telapak tangannya.
"Fi, lebih baik kamu pulang sekarang. Kasihan ibuk kamu. Ya?" Joe mengintip wajah Alfiya. Sebelah tangannya berusaha merapikan anak rambut Alfiya.
Alfiya bergeming, ia masih masih tidak yakin untuk pulang kerumah. Tapi, bagaiman kalau ada apa-apa dengan ibunya?
"Kalau mbak boleh tau...." Alfiya menatap Rian dengan seksama. "Kenapa ibu bisa masuk rumah sakit?"
Mendengar hal itu, Rian lalu menghela nafas panjang. "Mbak, sebenarnya malam itu, saat mbak Fiya kabur dari rumah...." Rian menelan ludah sejenak. "Ibuk ngamuk sejadi-jadinya sembari manggil-manggil nama mendiang mbak Gita dan tiba-tiba ibu pingsan...."
"Ngamuk? Pingsan?" Alfiya kembali memastikan.
"Iya, ibu tiba-tiba histeris karena mbak Fiya bersikeras pergi daei rumah." jelas Rian lagi.
Deg! Jantung Alfiya tiba-tiba berdegub kencang. Jadi ibu masuk rumah sakit karena kesalahnnya? Kenapa tanpa dia sadarinya selalu saja menyakiti orang lain.
"Mbak tadi pagi ibu sadar. Jadi mohon mbak, ikut aku untuk menemui ibuk."
"Baik, mbak akan kerumah sakit sekarang."
****
Saat itu dirumah sakit. Disanalah Alfiya melihat ibu yang terbaring lemah terbujur kaku. Mendengar salah satu penjelasan salah satu dokter tadi dia sedikit terkejut.
Yang jelas menurut yang ia dengar, sang ibu sebenarnya masih belum bisa menerima kepergian kakaknya hingga sekarang. Kecelakan tragis itu rupanya membuat ibu trauma berat.
Ditatapnya wajah ibu dalam-dalam, terlihat sangat sayu, sesekali bibir ibu bergetar memanggil nama sang kakak hingga membuat hati Alfiya serasa tersayat.
"Gita...."
Alfiya tiba-tiba tersentak oleh suara itu. Ia lihat ibu sudah sadar dengan mata mengerjap berkali-kali melihat kearahnya.
"Ibuk...." Alfiya berucap kaku.
"Gita...." Lagi-lagi ibu menyebut nama kakaknya saat melihat dirinya.
"Bapaaaak...." Alfiya bergegas keluar memanggil sanga ayah.
Sejurus kemudian bapak pun menghampiri. "Iya ada apa Alfiya?" Tanya bapak.
"Ibuk bangun...." Ujarnya tersengal.
"Terus kenapa kamu diluar.... Ayo kita masuk, temui ibuk kamu."
Alfiya menggeleng.
"Kenapa?" Tanya bapak heran.
"Ibuk-ibuk...." Alfiya tidak sanggup mengatakan jika ibunya mengira ia adalah Anggita.
"Kenapa Alfiya? Ha?" Melihat Alfiya gelapan dengan penuh kecemasan bapak pun bergegas masuk kedalam kamar pasien.
Saat itu didalam kamar, bapak langsung menghampiri ibu Ernika yang masih terbaring lemah di ranjang.
"Ibuk...." Bapak menggenggam tangan ibu erat.
Ibu menatap suaminya dengan nanar. "Pak, Gita...."
Mendengar nama mendiang putrinya keluar dari mulut istrinya, bapak tiba-tiba merasa iba. Ia tahu tidak mudah bagi sang istri untuk menerima kalau kenyataannya putri pertama mereka telah tiada.
"Ibuk...." awal kata yang bapak ucapkan untuk menenangkan sang istri. "Gita.... kita doakan saja semoga dia tenang...."
Ibu tiba-tiba mencebik ingin menangis. "Tadi Gita disini...."
Bapak terkejut penuh keheranan. "Gita disini?!" Bapak tiba-tiba was-was. Kenapa ibu tiba-tiba jadi begini? "Buk, Gita anak kita sudah nggak ada...." jelasnya.
"Nggak, pak. Tadi Gita ada disini.... Gita disini jenguk ibuk. Bapak panggilin Gita, dia tadi keluar."
Tunggu! Bapak mulai menerka. Jangan-jangan yang ibu anggap Anggita adalah dirinya!
"Gita, sayang sini sama ibuk, nak.... ibuk kangen...."
Deg! Sejurus kemudian bapak menoleh kebelakang mengikuti arah pandang ibuk. Maka yang ia lihat disana adalah, Alfiya! Jadi yang ibuk anggap Anggita itu adalah Alfiya.
Bapak kembali menoleh ibu. "Buk! Itu Alfiya bukan Anggita."
Mendengar ucapan itu ibu membalas bapak dengan tatapan melotot. "NGGAK!! ITU GITA!!"
"Ya tuhan.... ibuk sadar, anak kita Gita sudah nggak ada." Ujar bapak cemas.
Ibu yang mendengar itu mencoba memberontak dari pelukan bapak. "Gita...." menatap Alfiya yang berdiri disisi pintu yang memandang ibu penuh kesedihan.
Sesaat kemudian dokter beserta bidan datang untuk menenangkan ibu. Dokter memberi suntikan bius agar ibu tidak memberontak.
Setelah ibu terlelap. Sang dokter pun meminta berbicara kepada bapak dan juga Alfiya yang kebetulan hanya mereka berdua keluarga yang ada disana saat itu.
"Kalau saya lihat ibu Ernika saat ini mulai mengalami gejala gangguan mental. Mendengar cerita tentang kepergian anak bapak, hal bisa terjadi dikarenakan ia belum bisa menerima kepergian mendiang anak kalian." Dokter tersebut menghela nafas panjang. "Sebagian orang memang sulit menerima kepergian orang tercinta, apalagi secara mendadak. Untuk itu saya harap pengertian dari keluarga terdekat. Untuk beberapa waktu ini tolong untuk selalu mendampingi ibu Ernika, karena takutnya ia akan melakukan hal yang tidak terduga, bahkan kemungkinan melukai diri sendiri."
Selesai mereka berbicara dengan sang dokter. Bapak meminta waktu kepada Alfiya untuk berbicara. "Nak, kamu turuti ya permintaan ibuk." lirih bapak pelan penuh harap.
Alfiya yang sedari tadi sibuk dalam pikirannya menoleh. "Maksud bapak?" tanyanya.
"Menikahlah dengan Elvan, demi ibuk kamu. Bapak mohon, nak."
Lagi-lagi Alfiya diminta melakukan hal ini. Ia menatap mata bapak dalam-dalam, ada sirat ketakutan disana.
"Pak, aku nggak mencintai mas Elvan, tolong mengerti. Aku sudah punya Joe, bapak tahu kan. Aku sama dia sudah lama berhubungan. Bapak sudah mengenalnya sejak kami berada dibangku SMA."
Bapak mendesah, ia seharusnya tahu meminta Alfiya melakukan hal ini memang sangat sulit. Namun, lagi-lagi ia menatap anak gadisnya itu dengan penuh permohonan.
"Hanya sesaat Alfiya, menikahlah dengan Alvian untuk sesaat...." Jantung bapak yang memang sudah berdegub sedari tadi kini serasa dipompa dengan sangat kencang. "Lakukan pernikahan sementara dengan Elvan, sampai ibu kamu bisa menerima ini semua." Pada kenyataannya bapak memang sangat bingung harus harus melakukan apa disaat seperti ini. Ia sangat mencintai istrinya, mendengar penjelasan dokter tadi dia takut, dia takut dengan kemungkinan yang akan terjadi selanjutnya.
Alfiya masih bungkam tidak bisa berkata-kata. Ia benar-benar merasa kalau semua orang telah memberinya beban yang besar. Tolonglah permintaan ini terlalu sulit untuk ia kabulkan.
Saat mulutnya hendak terbuka menolak permintaan itu lagi. Tiba-tiba ia terkejut oleh bapak yang meneteskan air mata sembari tiba-tiba merosot dihadapannya
"Bapak!!" Alfiya langsung terduduk melihat itu. Tetesan air mata Alfiya langsung keluar.
"Alfiya.... bapak mohon. Kita sudah kehilangan Anggita.... bapak nggak mau kalau ibuk juga pergi meninggalkan kita."
Alfiya yang ikut terduduk bersimpuh dilantai memegangi kepalanya penuh kebingungan. "Tapi pak...." ujarnya frustasi. "Bagaimana mungkin."
Bapak lalu mendongak menatap putrinya penuh harap. "Menikahlah dengan Elvan, untuk satu tahun saja...." entah dari mana asalnya bapak akhirnya memikiki pikiran seperti itu, namun hanya itu yang bisa ia ucapkan saat ini agar Alfiya setuju dengan permintaannya.
"Satu tahun?" lirih Alfiya. Jadi maksud bapak mereka menikah hanya demi kesembuhan ibu?
Bapak mengangguk. "Setelah itu, terserah kamu mau mengambil keputusan apa. Bapak mohon hanya satu tahun.... Bapak mohon Alfiya, bapak tidak tahu lagi harus bagaimana untuk menenangkan ibuk yang terus mengamuk disaat dia terbangun."
Alfiya tertunduk semakin dalam. Lama keheningan menerpa mereka, hingga akhirnya gadis itu menatap sang ayah dengan sendu. "Tapi, aku mau beberapa syarat...."
Bapak mendongak. "Jadi kamu setuju?"
"Dengan syarat pak...." lirih Alfiya lagi.
"Syarat apa Alfiya?"
"Pernikahan ini, aku mohon jangan sampai ada seorang pun yang tahu." ujarnya sesak. "Aku mohon pak...."
Bapak lantas menatap Alfiya sejenak dalam-dalam, hingga akhirnya laki-laki itu mengangguk setuju.
*
*
*
*
Happy Reading!
Like, Vote, Komen Ges!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
imafe
ibu nya keterlaluan gk bisa nerima takdir dan masalah jo kelihatannya org baik coba aja klo jo gk baik ,udah ditidurin tuh si alfi
TAPI KEMBALI LAGI SUDAH SESUAI DGN JUDULNYA SIH
2021-07-28
0
Kimyumi
hmmm ..rumitt ..masalah nya 😇😇
2021-05-08
0
Maulina Kasih
critanya bagus banget ..udah banyak aq baca crita model gini yg nikah sm ipar tp bru ini baca mreka nikah krn kemauan sang ibu...yg biasa aq baca itu sll dr amanah alm yg cm ingin anaknya di asuh sm saudarany sendiri yaitu hrs mnikah dgn suaminya...suka banget dah crita model gini
oh ya thor aq msh penasaran sm ryan...dia adik ipar si alfiya ya brrti adiknya elvan ya...soal latar blakang msh agak ambigu soalnya...
2021-04-09
0