****
Untuk sesaat Alfiya memalingkan wajahnya. Jujur saja dia sangat-sangat tertekan saat ini. Tertekan oleh permintaan yang baginya sangat tidak masuk akal.
"Karena kamu sudah tahu, maka ibu rasa kita tidak perlu membicarakan ini lagi. Secepatnya kalian harus menikah."
Alfiya sontak menarik nafas sesak tertahan, lalu memejamkan mata kemudian mendesah penuh kekecewaan. "Ibuk sama bapak gak bisa kayak gini dong...." Lirih Alfiya pelan dengan perasaan yang semakin tidak menentu. Ia lalu menoleh kearah Elvan. "Mas Elvan pasti juga gak bakalan setuju sama rencana ibuk dan bapak." Wajahnya kini memerah menatap kedua orang tuanya itu. "Jangan aneh-aneh deh, pak, buk. Kita berdua sudah seperti kakak dan adik." jelasnya lagi.
Ibu yang sedari tadi memang sudah membuncang menatap anak gadisnya itu lalu melotot tajam. "Tidak ada yang aneh." sambar ibu. "Kalian itu hanya kakak dan adik ipar, bukan saudara kandung. Jika kalian menikah ini dinamakan turun ranjang." Ibu lalu melangkah mendekati Alfiya. "Seharusnya kamu sadar kenapa kami melakukan ini. Jangan membantah, kami akan tetap menginginkan kamu untuk menikah dengan Elvan. Dan, kamu mau tak mau harus menyetujui ini."
Ya tuhan, mata Alfiya mulai menggenang. Apa ia harus melakukan ini atas perbuatan yang ibu anggap salah waktu itu. Menikah dengan kakak iparnya sendiri. Begitukah ia harus membayar kecerobohannya?
"Ibuk bener-bener jahat sama aku." ujar Alfiya kemudian. "Ibuk jahat! Aku sudah punya Joe buk, ibu kan tahu itu."
Ibu lalu mendekatkan wajahnya untuk menatap Alfiya dalam-dalam. "Kamu yang jahat dan kamu malah nggak sadar diri. Kamu lihat...." ibu menunjuk Elvan. " Elvan kehilangan istrinya dan Gian pun, dia kehilangan ibunya." dada ibu naik turun tak menentu sangking emosinya. "Ibu tidak perduli soal pacar kamu, tinggalkan dia dan menikahlah dengan Elvan."
Bapak kemudian mendekat untuk menahan ibu. "Sudah buk, kasian Alfiya. Nggak usah marah-marah begini, dia anak kamu buk, ingat."
Ibu memberontak dipelukan bapak. "Kalau kamu nggak mau menuruti permintaan ibuk, lebih baik ibuk menghilang saja ikut bersama Anggita."
Tubuh Alfiya tiba-tiba merosot terduduk dilantai. Kenapa ibuk begini, sengaja membuat dirinya menanggung perasaan seperti ini? Menggeleng dengan kuat, ia kemudian beranjak menuju kamar. Tidak, dia tidak mau menuruti kegilaan ibunya. Meninggalkan Joe dan menikah dengan Elvan adalah hal yang tidak pernah ada dalam pikirannya.
Setelah menorehkan rasa benci padanya, kemudian ibu menyuruhnya untuk menikah dengan laki-laki yang sudah ia anggap kakaknya sendiri. Benar-benar ide yang tidak masuk akal.
"Alfiya!! Berhenti!! Berhenti kamu!!" Ibu terus meneriaki Alfiya yang terus melangkah.
Tak berhenti Alfiya terus melangkah, ia masuk kedalam kamar dengan air mata bercucuran. Bergegas mengambil koper dan memasukkan semua pakaian dan barang-barang kedalam sana.
Dia tidak perduli lagi, ibu benar-benar tidak memikirkan perasaannya. Sudah cukup! Lebih baik dirinya pergi sekarang ini. Dia tidak ingin terus-terusan tertekan oleh kehendak ibunya. Dipandang penuh kebencian, tidak diperdulikan dan sekarang apalagi, menikah dengan Alvian?!
Tidak bisa, dia benar-benar tidak bisa melakukan itu. Dirinya sudah punya pacar, Joe, dia memiliki Joe saat ini. Joe adalah kekasihnya, mereka sudah lama menjalin hubungan. Enam lebih tahun bukan waktu yang singkat untuk mereka, dan salah satu alasannya untuk pergi saat ini juga adalah demi mempertahankan hubungannya dengan Joe.
Beberapa saat kemudian, Alfiya menggeret koper besar yang ia bawa keluar dari kamar, melangkah dengan cepat ia pun berjalan melalui orang-orang yang tengah menatapnya dengan cemas.
Rian dan bapak pun berusaha mengejar.
"Mbak!"
"Alfiya!"
Keduanya memegangi Alfiya.
Alfiya memberontak. "Lepasin, aku mau pergi. Tolong, aku udah nggak kuat tinggal disini. Percuma pak."
"ALFIYA!!!! Balik! Masuk kedalam rumah!" Sentak bapak.
Jantung yang sudah tersayat itu kini kembali seperti dihantam bertubi-tubi. Alfiya seketika mematung oleh sentakkan bapak.
Melihat ekspresi Alfiya bapak pun lantas merasa bersalah.
Gadis itu lalu memandang bapak dengan mata berkaca. "Kenapa sih? Aku selalu serba salah dirumah ini?" Tatap Fiya pada bapak. "Kalau kalian memang sudah nggak sayang sama aku, ya udah biarin aku pergi."
"Maaf Alfiya bapak tidak bermaksud untuk melakukan itu." suara bapak pun akhirnya melembut.
"Fiya...." Elvan yang sedari tadi berusaha mendekat menyentuh tangan Alfiya pelan. Namun pegangan Elvan terlepas seketika saat Alfiya menepis tangannya.
"Mas Elvan...." lirih Alfiya pada sang kakak ipar. "Aku harap mas gak akan pernah mau menyetujui ini." tatapannya memohon. "Karena aku gak akan pernah mau nikah sama mas."
Elvan tersenyum tipis, ia sangat tahu itu. "Kita bicara dulu Fi..." sahut Elvan.
"Gak ada yang perlu dibicarakan."
"Sebentar Fi...." bujuk Elvan lagi.
Alfiya menggeleng. Tidak perduli akan hal tersebut, Alfiya kemudian melangkah cepat. Emosinya benar-benar membuncah saat ini. Berusaha berlari meninggalkan rumah, mengabaikan seperti ada suara teriakan yang tiba-tiba heboh dibelakangnya. Karena yang terjadi adalah ibu Ernika mendadak ambruk.
Terserah Alfiya tidak perduli lagi dengan apa yang terjadi disana, dia akan segera pergi sekarang. Tidak mau tahu dan tidak perduli apa yang terjadi. Emosinya benar-benar sudah tidak bisa dikendalikan lagi saat ini.
Semakin cepat ia melangkah, maka sebuah taksi online yang sedari tadi ia pesan langsung dihampiri. Setelah memasukkan koper besar itu kedalam sana, bergegas Alfiya menyuruh sang sopir untuk pergi dari secepatnya.
****
Saat itu diaparteman milik Joe. Laki-laki yang baru saja selesai mandi itu tengah sibuk mengeringkan rambutnya dengan handuk. Tak berapa lama ia mendengar bunyi passcode apartemen miliknya berbunyi dan beberapa saat kemudian pintu pun terbuka.
"Fiya!!" Ujarnya terkejut. Joe mendekat seraya memperhatikan koper besar yang dibawa oleh pacarnya itu.
"Kamu kenapa, malam-malam begini tiba-tiba datang, terus bawa koper?" tanyanya kemudian. "Kamu habis nangis, sayang?" Memperhatikan wajah Alfiya yang terlihat sembab.
"Aku mau tidur sama kamu malam ini?" Alfiya berjalan cepat kemudian menghempas tubuhnya diatas sofa.
"Kenapa? Fi...." tanya Joe khawatir kemudian duduk mendekati pacarnya.
Gadis itu bungkam. Rasanya malas untuk ia berbicara saat ini. "Aku gak betah dirumah Joe, semua orang gak sayang sama aku. Dan saat ini aku merasa cuma kamu yang bisa nenangin aku." lirih Alfiya kemudian.
"Memangnya ada apa Fi?"
"Aku gak bisa cerita sama kamu."
Joe kemudian terdiam dengan masih menerka raut wajah Alfiya.
"Jangan liatin aku kayak gitu." Alfiya memalingkan wajah dari Joe yang terus menatapnya penuh tanda tanya.
"Fi, kamu ada masalah apa sama keluarga kamu? Cerita? Siapa tau aku bisa bantu kamu."
Alfiya menggeleng. "Aku saat ini lagi gak mau bahas masalah dirumah Joe." Alfiya menggigit bibirnya kuat-kuat merasakan getir. Lalu ia pun kembali melirik kekasihnya itu.
Joe mendesah, ia memang masih belum mengerti dengan apa yang terjadi dengan pacarnya itu. Namun Joe berusaha memahami untuk tidak terus banyak tanya. Ia kemudian mendekatkan diri lalu memeluk Alfiya dengan erat.
"Kamu kenapa sih sayang...." Joe mengecup kepala Alfiya pelan. "Hem?" kamu bikin aku khawatir.
Lagi-lagi Alfiya menggeleng. Ia terus menyenderkan kepalanya di dada telanjang laki-laki itu. "Aku gak tau Joe, saat ini aku cuma gak mau pulang kerumah."
Joe termangu, kalimat yang diucapkan Alfiya terdengar sangat dalam. "Fi?" Ia mendorong tubuh Alfiya pelan untuk menatap wajah gadisnya. "Plis ada apa?"
"Aku sayang kamu, aku nggak mau pisah." Alfiya memeluk Joe kembali penuh ketakutan. "Aku gak mau pisah dari kamu oleh hal apa pun."
Joe terang saja tersentak. Ada apa? Maksudnya entah kenapa ia tiba-tiba merasakan janggal dari maksud perkataan Alfiya, tiba-tiba perasaan aneh menyusup dalam hatinya.
"Kita nggak akan pisah Fi, aku kan udah janji buat nikahin kamu. Kita akan tunangan setelah wisuda, iya kan." Joe mengelus rambut Alfiya pelan.
Alfiya yang berada dalam pelukan Joe tiba-tiba terisak. "Iya, kita bakalan nikah. Aku cuma mau nikah sama kamu, aku nggak mau sama yang lain.... aku cuma mau sama kamu Joe, cuma sama kamu...." isakan Alfiya semakin dalam membuat Joe memeluknya semakin erat.
Alfiya tidak ingin, tidak ingin berpisah dari kekasihnya. Niat ibu untuk menikahkannya dengan Elvan sungguh tidak bisa ia terima. Jahat! Benar-benar jahat! Dirinya hanya mencintai Joe. Seharusnya ibu tahu kan kalau Joe adalah laki-laki yang selama ini dia cintai.
Kenapa? Kenapa semuanya jadi begini? Oh Tuhan, Alfiya benar-benar tidak mengerti lagi. Rasanya baru kali ini ia memiliki masalah serumit ini dalam hidupnya.
*
*
*
*
Happy Reading!
Vote, Like, Komen, Ges!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Bzaa
pulang fi... apapun dan bagaimana pun . ridho ibu dan bapak itu yg utama
2022-11-30
0
Rini Ernawati
alfiya arogan... liat ibu nya udh lingsan msh aja pergi... gk mau ngalah... anak durhaka... kesel dech sama alfiya
2021-07-22
0
Maulina Kasih
dijodohin itu sakit banget .nyesek malah...nyesekkkk banget...tp klo dijodohin org nya ganteng dan mapan sih gak nolak.. 😂😂
2021-04-09
1