****
Alfiya berjalan menyusuri jalan setapak setelah berhasil meninggalkan rumah dan menuju jalan raya untuk menuju taksi online yang ia pesan. Gadis itu berjalan dengan tergopoh-gopoh. Tadi di sambungan via telepon Joe mengatakan kalau pacarnya itu ingin menjemputnya. Akan tetapi tentu saja Alfiya menolak, ada rahasia besar yang ia sembunyikan dari pacarnya itu saat ini. Rahasia besar tentang pernikahannya dengan Elvan.
"Joe...." Alfiya langsung menghambur memeluk sang pacar. Kala itu mereka berjanji untuk bertemu di salah satu cafe yang memang baru buka dikawasan tersebut.
"Kenapa sih gak mau aku jemput." Protes Joe seraya menuntun Alfiya untuk duduk dikursi pada tempat paling ujung di cafe tersebut setelah melepas pelukan erat mereka.
"Gak apa-apa." Ujar Alfiya berdalih.
"Gak apa-apa gimana?" Joe masih penasaran.
"Gak apa-apa Joe, aku cuma gak mau ngerepotin kamu." Mata Alfiya menjauhi tatapan Joe, karena tentu saja alasannya saat ini adalah sebuah kebohongan besar.
Joe yang merasakan adanya sebuah keanehan lantas meraih kedua telapak tangan Alfiya dan menggenggamnya erat. "Ngerepotin gimana sih? Kan selama ini setiap hari aku selalu antar jemput kamu."
Alfiya tak ingin menjawab pertanyaan tersebut. Gadis itu malah menunduk menghindari kontak mata dengan sang pacar. Ia tidak menyangka akhir-akhir dirinya semakin banyak melakukan sebuah kebohongan. Sampai kapan dia akan terus berbohong seperti ini? Alfiya pun menghela nafas berat memikirkan itu.
"Kita pesan makanan aja yuk." ujar Alfiya setelah beberapa saat, berusaha untuk mengalihkan perhatian
Laki-laki dengan tampang manis itu pun tersenyum tipis dan mengangguk. Namun jujur saja saat ini Joeshua masih penasaran oleh tingkah Alfiya.
****
Sementara itu dirumah, Elvan yang kala itu telah selesai menidurkan Anggian langsung beranjak tat kala ia mendengar bel rumah tiba-tiba berbunyi.
Membuka pintu rumah maka setelah itu yang ia lihat adalah seorang wanita yang membalas sambutannya dengan senyum sumringah. Cantik, anggun dengan senyuman yang manis menggoda.
"Hai, El...." Jenny, gadis itu memperlihatkan deret gigi putihnya. "Ternyata kamu beneran pindah ya disini ya?"
Elvan mengangguk. "Ayo masuk!" Ajaknya tanpa banyak basa basi.
Wanita dengan tubuh semampai itu pun mengikuti langkah Elvan untuk berjalan masuk ke dalam rumah.
"Aku bawa sesuatu nih buat kamu." Ia mengangkat tinggi dua kantong makanan, kemudian membukanya setelah itu. Jenny mencomot kentang gorengnya satu. "Aku laper, niatnya emang mau makan sama kamu."
"Kamu tinggal dengan siapa saja disini?" tanya Jenny sesaat setelah Elvan mendudukan dirinya diatas sofa. Ia pandangi laki-laki dihadapannya itu dengan seksama, raut wajahnya tenang akan tetapi ia dapat melihat matanya yang sayu. "El, kalau kamu mau cerita sesuatu, aku siap kok jadi pendengar." Jenny mengelus lengan Elvan pelan, tanda dia ingin agar laki-laki itu membuka diri oadanya. "Aku tau kamu masih berduka, yang sabar ya." ucapnya lagi.
Elvan tidak menggubris, ia masih bungkam sembari mengikuti arah gerak tangan Jenny yang mengelus lengannya.
"El, kok diam terus sih? Aku kesini jauh-jauh buat ketemu sama kamu loh, bukannya buat dianggurin begini." Jenny memperlihatkan wajah cemberut.
Melihat itu Elvan menarik tangannya yang dielus oleh Jenny. "Maaf ya...." ia menarik nafas ringan. "Aku nggak bermaksud...." Elvan menarik sudut bibirnya kaku.
Jenny tersenyum. "Nah gitu gong, ngomong dari tadi. Kamu itu harus semangat El, hidup kamu masih panjang, ini demi anak kamu juga. Anggita pastinya juga nggak suka kalau melihat kamu terus-menerus murung begini." Jenny benar-benar berbicara lembut penuh ketenangan.
"Iya, terimakasih...." balas Elvan.
"Oh, iya Gian mana. Aku udah lama gak ketemu dia." Jenny menyapu seisi ruangan, seolah mencari sesuatu.
"Gian dia sedang ti...." ucapan Elvan tiba-tiba terhenti oleh teriakan dari kamar.
"Mas!"
"Mas Elvan!!"
Suara bi Mina yang melengking dari arah kamar utama seketika membuat Elvan bergerak cepat. Diikuti oleh Jenny dibelakangnya, wanita itu rupanya tak kalah khawatir.
"Kenapa bi?" Tanya Elvan tergopoh-gopoh. Mendorong pintu kamar dengan lebar. Maka yang pertama yang Elvan lihat adalah Anggian yang tengah menangis menjerit-jerit digendongan bi Mina yang terlihat panik.
"Gian!" Elvan menghampiri sang anak. Keningnya berdarah. "Bi??" ia menatap bi Mina penuh tanya.
"Tadi bibi dengar Gian menangis waktu lewat didepan kamar Mas Elvan, karena pintu sedikit terbuka jadinya bibi langsung masuk. Waktu bibi lihat taunya Gian jatuh dari ranjang, kepalanya berdarah mas." jelas bi Mina tak kalah khawatir.
"Bundaaaaa...."
Lagi-lagi, Elvan kembali berdenyut tak kala anaknya menjerit menyebut sang ibunda.
"Bundaaa.... bunda...."
Jenny yang mendengar Anggian menyebut-nyebut sang bunda juga tak kalah terenyuh, sungguh kasihan. Anak sekecil ini sudah ditinggal ibunya, begitu pikir Jenny. "El, apa sebaiknya anak kamu dibawa kerumah sakit?" Saran Jenny. "Luka dikeningnya cukup parah, sepertinya terkena benda tajam."
Benar saja dilantai dekat Gian terjatuh, Elvan melihat meja lukis dengan bahan besi yang sering Anggian gunakan untuk menggambar. Sepertinya tadi kening Anggian mengenai kursi tersebut. Elvan menyesal kenapa ia tidak membereskan meja itu tadi.
"Ya udah, aku mau bawa kerumah sakit." ucap Elvan dengan perasaan cemas. Tangannya tiba-tiba gemetar, karena tiba-tiba saja ia teringat kejadian yang menimpa mendiang istrinya beberapa waktu lalu.
Melihat Elvan yang semakin memucat lantas Jenny pun menawarkan bantuan. "El, sini biar aku gendong Gian, kamu siapin aja sesuatu yang perlu dipersiapkan."
Elvan mengangguk dan bergegas. "Bi, tolong ambil baju ganti untuk Gian." Elvan sungguh benar-benar panik saat ini.
Bi Mina mengangguk dan menuju lemari pakaian.
****
Sementara di sebuah meja cafe, tempat kedua orang yang sedang memadu kasih itu. Gelas yang berada disisi meja tiba-tiba terjatuh karena tidak sengaja tersenggol oleh Alfiya. Lantas orang-orang yang ada disana melihat kearahnya.
Alfiya mengerjap, sepertinya dia memang terlalu banyak pikiran saat ini.
"Fi, kamu gak apa-apa?" Tanya Joe khawatir. Karena yang ia lihat sedari tadi Alfiya memang banyak melamun.
Alfiya menggeleng. "Aku nggak apa-apa." Sembari berusaha membersihhkan pecahan kaca yang berserakan dilantai. Entah kenapa ia merasakan jantungnya tiba-tiba berdegup kencang. Kenapa ini? Perasaannya jadi tidak enak. Sudut jantungnya tiba-tiba berdenyut dengan sangat kuat.
Tiba-tiba Alfiya ingat sesuatu, Anggian!! Ia tiba-tiba ingat dengan Anggian. Ia merasa dirinya adalah seorang ibu yang tega meninggalkan anaknya demi sebuah kesenangan. Benarkah, rasanya ia seperti seorang ibu yang kejam.
Perasaan ini benar-benar membuatnya dilema.
*
*
*
*
Happy Reading!
Jangan lupa Like, Vote dan juga Komen Gengs!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Rita Herlina
biasanya jika di cerita Novel yang berperan di pisisi sbg alfiya orang nya pst ke ibuan sayang ank kecil jadi itu bisa mnrik hati si mpunya bapa namun di sini beda ya hehehh...
ok tor lanjut nyimak 😁😁
2022-03-21
0
Roro Ayu Murwani
alfiya nya masih bicsh soalnya
2020-12-01
0
Nia Yusniah
dt awal nyimak sosok alfiya gk ad bagus2x hanya demi pacar jd begitu sm keluarga,greget
2020-10-18
1