Seminggu kemudian, permohonan pengunduran diri Evan dari SMA Galaxy disetujui. Begitu juga dengan Melva. Ia berhasil lolos ujian beasiswa pendidikan jangka pendek di luar negeri dan mendapat ijin cuti dari sekolah untuk mengikuti program tersebut.
Evan kemudian menikahi Melva di sebuah masjid dengan dihadiri kerabat terdekatnya. Tarisa, Ibu Evan yang terpaksa hadir hari itu tidak henti-hentinya menangis. Pesta pernikahan putra semata wayangnya jauh dari apa yang diimpikannya selama ini.
Setelah prosesi ijab qabul selesai, Melva menjabat tangan Tarisa dengan takzim. Dan wanita yang masih aktif menjadi pembaca berita itu berusaha menyembunyikan perasaannya yang berkecamuk melihat putranya menikahi gadis yang tidak seharusnya ia nikahi. Ia terpaksa memeluk gadis malang itu dan berpura-pura tulus berpesan agar selalu menjaga Evan untuknya.
Rumah Bu Rahma sudah terjual dan mereka pindah ke Semarang. Evan sudah menyediakan sebuah rumah yang nyaman untuk istri dan mertua barunya. Karena kondisi kesehatannya yang tidak terlalu baik, Melva sengaja tidak mendaftar ke sekolah manapun.
Ia menghabiskan waktu untuk belajar dan berlatih renang di rumah. Meskipun tidak terlalu mewah, tapi rumah itu memiliki kolam renang yang nyaman untuk Melva berlatih. Karena masih cuti, Evan juga jadi punya banyak waktu untuk melatih Melva berenang.
Malam itu Evan tidak bisa tidur. Ia baru saja menerima surel tentang laporan pertanggung jawaban tugas yang sedang ia lakukan.
Sepanjang karirnya sebagai pengembang di bidang IT di perusahaan MicroChop, ia belum pernah sekalipun gagal memenuhi tugas dari Mr. Joe. Tapi kali ini ia dituntut untuk menemukan dokumen rahasia yang disimpan secara manual tanpa petunjuk sedikitpun. Semua jejak seakan sudah dihapus bersih.
Evan terus saja mengamati satu-satunya petunjuk yang dimilikinya, "Pratama Gandi"
Evan berkali-kali membaca buku nikahnya. Nama asli ayah Melva sama persis dengan Nama yang Mr. Joe berikan kepadanya.
"Apa mungkin benar dia? Jika mereka orang yang sama, maka orang yang selama ini gue cari-cari bener Melva dan Bu Rahma."gumam Evan. "Lalu dimana mereka menyembunyikan dokumen itu dan apa isinya? Kenapa Mr.Joe sangat menginginkan dokumen milik ayah Melva?"
Evan tidak ingin gegabah tapi ia juga tidak bisa menunggu terlalu lama. Ia kemudian melihat dari jendela kamar dan tampak Melva sedang asyik berlatih renang.
Jadi Evan memutuskan untuk segera menggeledah barang-barang pribadi Melva dan menemukan apa yang dicarinya. Evan sudah membongkar semua koper dan juga tas milik Melva tapi ia tidak menemukan apapun yang mencurigakan disana.
"Kak Evan cari apa?"
Melva tiba-tiba muncul dari balik pintu dan kaget melihat seisi kamar berantakan. Semua barangnya berserakan dimana-mana dan Evan tengah memegang dompet milik Melva.
"Maaf, Mel. Saya mencari eh, e... atm. Iya, atm saya hilang dan saya pikir mungkin tertukar dengan milik kamu."
Melva tidak percaya Evan akan membuat alasan sekonyol itu. "Kak Evan nuduh saya ngambil atm Kak Evan?"
"Bukan gitu, Mel. Mungkin saja tertukar karena sama."
"Kak Evan benar berharap aku percaya? Kak Evan tahu kalau atm aku ada namanya dan kita ngga keluar bareng beberapa hari ini. Jadi gimana bisa tertukar?"
'Mampus lo, Van!' Rutuk Evan dalam hati.
Tahu Evan tidak bisa mengelak, Jessy sengaja memberinya waktu untuk berfikir. Ia melenggang santai menuju kamar mandi dan menghabiskan waktu untuk memanjakan diri di dalam sana.
******
"Jadi, apa yang sebenarnya Kak Evan cari?" tanya Jessy sembari memunguti barang-barangnya dan mengembalikannya ke tempat semula.
Evan tidak yakin harus berkata jujur tapi ia sudah terpojok dan tidak punya pilihan lain. "Mel apa benar ayah kamu bernama Gandhi Pratama?"
Jessy berhenti sejenak. Ia tidak tahu kalau Evan begitu tertarik dengan latar belakang ayah Melva seperti yang pernah Fania katakan. "Memangnya kenapa?"
"Kenapa data kamu di sekolah, Kartu keluarga dan akte kelahiran kamu beda?"
"Apa masalahnya? Kenapa sekarang Kak Evan mau membahas masalah identitas yang berbeda? Ada apa dengan ayah saya?"
Evan masih terdiam.
"Informasi apa lagi yang Kak Evan butuhkan soal ayah saya yang belum Kak Evan dapat dari orang lain?"
"Jadi kamu tahu -"
"Kalau Kak Evan ngga hanya menyelidiki soal kasus Jessy tapi juga soal ayah saya? Tentu. Saya tahu semuanya."
"Apa aja yang kamu tahu, Mel?"
"Semua kecuali motif Kak Evan dan apa yang Kak Evan cari dari saya."
******
Jessy terpaksa mengajak Evan bicara di meja makan bersama Bu Rahma. Ia tidak ingin salah bicara soal orang yang sama sekali tidak ia kenal sebelumnya.
"Ada apa Nak Evan? Apa yang sebenarnya Nak Evan rencanakan kepada kami?" tanya Bu Rahma cemas.
"Bu, maaf sebelumnya. Apa boleh saya tahu dimana ayah Melva sekarang?"
Bu Rahma langsung meletakkan kembali cangkir teh yang hendak diminumnya. "Kenapa Nak Evan tiba-tiba tanya soal itu?"
"Apa benar beliau masih hidup?"
"Kami tidak tahu keberadaan beliau."
"Maaf, Bu. Tapi saya sungguh berharap beliau masih hidup dan bisa membantu saya."
"Maksud Nak Evan apa?"
"Sepuluh tahun lalu sebuah informasi penting milik sebuah perusahaan besar hilang karena dibawa lari oleh salah seorang pengembang senior mereka, namanya Gandhi Pratama. Bukankah namanya sama dengan nama ayah Mel di buku nikah? Apakah ini hanya sebuah kebetulan saja? Karena nama ayah Mel di ijazah, kartu keluarga dan akte berbeda."
Bu Rahma tiba-tiba merasa dadanya sesak dan kesulitan bernafas. Ia tidak sadar telah menumpahkan teh di dalam cangkir ke meja.
"Bu, Bu Rahma ngga papa?"
"Siapa sebenarnya Nak Evan ini?"
"Saya salah seorang karyawan yang bekerja di MicroChip, tempat ayah Mel bekerja dulu. Dan saya mendapat tugas untuk membawa file itu kembali sebelum jatuh ke tangan pemerintah."
Setelah agak membaik, Bu Rahma memberanikan diri bertanya, "Lalu apa yang akan MicroChip lakukan dengan file itu?"
"Saya akan tahu setelah melihat isinya."
"Lalu apa Nak Evan tahu kenapa mereka tidak ingin file itu jatuh ke tangan pemerintah?"
Evan tidak menjawab.
"Lalu apa yang akan terjadi jika Nak Evan gagal mendapatkan file itu?"
"Kemungkinan terburuk saya akan kehilangan pekerjaan dan masa depan saya. Terburuknya lagi, mereka mungkin melenyapkan saya sebelum saya ikut campur semakin jauh dalam urusan mereka."
"Jadi Kak Evan mendekati dan menikahi saya karena itu?"
"Ngga, Mel. ni ngga seperti yang kamu pikir. Mel! Tunggu Mel!"
****
Jessy mengurung diri di dalam kamarnya. Ia merasa sangat menyesal telah salah menilai Evan. Ia sama sekali tidak menyangka bahwa Evan tega memanfaatkan kondisi Melva demi mendapatkan kepentingan pribadinya. Kini Jessy merasa sangat malu sekaligus menyesal kepada Melva yang malang.
"Mel! Buka pintunya, Mel. Kita harus bicara. ini ngga seperti yang kamu pikir, Mel. Kamu salah paham!"
Jessy memilih untuk menutup telinganya dengan bantal. Ia merasa bahwa apa yang akan Evan katakan tidak akan merubah fakta bahwa Jessy sangat bodoh dan mudah ditipu. Pertama oleh James dan sekarang oleh Evan, bahkan setelah ia masuk ke dalam tubuh Melva yang sangat brilian.
'Maafin gue ya, Mel. Gue bener-bener ngga tahu apa-apa soal lo dan bokap lo. Gue juga ngga nyangka kalau Evan bakal manfaatin lo kaya gini.' gumam Jessy kepada dirinya sendiri.
******
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments