Hari berlalu dan Jessy masih belum bisa memahami kenapa James memberinya obat-obatan seperti itu dan kenapa ia memilikinya.
Di sisi lain, ia tidak bisa memungkiri bahwa ia masih saja mencintai pria keji itu. Sejak ibunya meninggal tujuh tahun lalu, hanya Jameslah yang selalu setia mendampinginya. Sepupunya itu bahkan mendatangi sekolah Jessy untuk menjadi wali dan mengambilkan raport Jessy ketika ayahnya sedang sibuk dan tidak bisa datang.
Ia juga selalu menjaga dan menemani Jessy saat sakit, memberikan semua yang Jessy mau meskipun kadang agak sulit dipenuhi seperti ketika Jessy sakit dan ingin sebuah jajanan kaki lima di dekat apartemennya di Singapura.
James rela menempuh perjalanan singkat ke Singapura hanya untuk mendapatkan apa yang Jessy inginkan. Pria yang juga atlet renang seperti Jessy itu selalu setia mendengar semua keluh kesah Jessy dan berhasil membuat Jessy merasa berharga saat ayahnya terlihat sama sekali tidak peduli apakah ia sudah mati atau masih hidup.
Mereka bahkan pada akhirnya memutuskan untuk berpacaran diam-diam dari kedua orang tua mereka karena tidak ingin dilarang dan dipisahkan satu sama lain. Bagi Jessy, James adalah segalanya, kakak, keluarga, teman, sahabat, ayah dan juga kekasih.
Pria itu adalah seisi dunia bagi Jessy. Jessy bahkan pernah berniat untuk kawin lari dan meninggalkan ayahnya jika pernikahannya dengan James ditentang kelak.
Meskipun demikian, baik James maupun Jessy tidak bisa memiliki lebih daripada sebuah hubungan yang dirahasiakan layaknya hubungan terlarang. Karena jika berita tentang kedekatan mereka terendus awak media, maka karir keduanya sebagai atlet renang akan tamat.
Hanya saja sekarang Jessy baru sadar bahwa ia sama sekali tidak tahu apa-apa tentang pria yang tahu segalanya tentangnya itu. Ia tidak tahu bahwa James berselingkuh dengan gadis lain dan juga tidak tahu bahwa James mengkonsumsi narkoba.
Sekarang, Jessy benar-benar menyesal karena baru mengetahuinya setelah semuanya terlambat. Apapun yang akan ia lakukan kepada James nantinya, ia tidak akan bisa lagi mengembalikan keadaan dan memperbaiki semuanya. Hubungannya dengan James telah kandas sebelum dibangun.
Yang lebih buruk lagi adalah, ia masih saja mengharapkan pria yang telah menghancurkan hidupnya itu. Jessy menangis di dalam kamarnya. Dadanya kembali sesak seiring pertarungan batin dan akalnya yang saling bertentangan.
"Ngga bisa kaya gini! Gue harus temui James." gumam Jessy
Awalnya ia ingin kembali berenang agar bisa kembali dekat dengan James. Karena dulu, itu juga yang menjadi alasan dan motivasi Jessy berlatih renang. Tapi sekarang keadaan berubah. Ia berada dalam tubuh Melva, jadi ia tidak memerlukan alasan untuk menemui orang yang sama sekali asing baginya.
Jessy yakin semua akan baik-baik saja. Ia hanya perlu bersikap sebagai Melva, orang yang belum pernah James temui sebelumnya, dengan alasan penggemar berat. Maka ia bisa menanyakan langsung banyak hal tanpa canggung kepada James.
*****
Hari itu Jessy sangat bersemangat. Pertama karena namanya masuk dalam salah satu siswa yang akan masuk ke kelas akselerasi semester depan dan juga karena hari itu, ia memutuskan untuk menemui James di tempat ia biasa melakukan latihan renang.
Hari itu Jessy berusaha bersikap baik kepada Fania. Tidak peduli apapun yang Fania katakan dan lakukan kepadanya, ia tetap berusaha tenang dan memperlakukan Fania dengan baik. Jessy bahkan memberikan Fania contekan saat ujian fisika.
"Lo kenapa sih? Kesurupan lo? Bikin merinding aja."
"Gue cuma pengen main ke rumah lo sepulang sekolah. Boleh ya, Fan?"
"Gila ya lo?! Ngga mau lah. Ngapain juga gue ngajakin elo ke rumah gue? Jangan mimpi!"
"Gue bakal bilang sama Pak Evan supaya dia mau jalan sama elo. Gimana?"
Fania tampak goyah. Meskipun ragu, ia sangat berharap Melva memenuhi janjinya. "Serius kan lo?"
Jessi mengedipkan sebelah matanya tanda setuju.
Sepulang sekolah, Melva ikut Fania ke rumahnya. Setibanya disana, mereka bertemu dengan ayah Fania yang mengamuk karena kakaknya mengadu bahwa Fania merusak tablet kesayangannya.
Fania menangis dan menolak dengan tegas tuduhan kakak lelakinya. Tapi ayahnya tidak mau tahu dan malah menampar Fania yang akhirnya malah mengenai Melva karena gadis itu berniat menghalau Fania.
"Papa!"
Papa Fania merasa tidak enak karena salah sasaran, tapi ia terlalu gengsi untuk mengatakan maaf. Jadi ia memilih untuk bergegas pergi meninggalkan kedua anaknya dan juga Melva.
"Mel, lo ngga papa?"
"Ngga papa."
"Maafin bokap gue yah?"
"Kamar lo mana, Fan?"
"Ngapain lo nyariin kamar gue?" Fania curiga tapi tetap saja membiarkan Melva tahu dan masuk ke dalam kamarnya.
Jessy benar. Fania memiliki alat make up yang lengkap seperti yang Jessy harapkan. Ia langsung duduk di depan cermin dan mulai memoles wajahnya dengan apik. Ia juga meluruskan rambutnya dengan catok milik Fania.
"Jadi lo kesini, baik-baikin gue cuma buat ini?"
Jessy mengangguk sambil tersipu-sipu malu. "Gue ada kencan."
Fania langsung mendelik. "Jangan bilang kalau lo bakal ngedate sama Pak Evan!"
"Ya nggalah. Gue ngga suka daun tua. Haha.."
"Nih buat elo." Fania memberikan catok rambutnya kepada Melva sebagai hadiah.
*****
Melva bersenandung di sepanjang jalan menuju tempat James biasa latihan. Ia sangat berharap pria itu akan ada di sana dan bertemu dengannya. Semuanya baik meskipun harus tiga kali berganti angkot dan bus kota, sampai akhirnya ia bertemu dengan Evan di halaman parkir club renang OverSea.
"Melva?"
"Pak Evan? Ngapain bapak disini?"
"Saya yang seharusnya tanya ngapain kamu kesini? Saya ada urusan sama teman saya, Coach Robi."
"Apa? Bapak kenal sama coach Robi?"
"Lah kamu juga kenal?"
"Ngga sih." Jessy hampir saja keceplosan.
Mana mungkin coach Robi akan mengenali tubuh Melva.
'Dasar bodoh!' Gumam Jessy dalam hati.
"Kamu?"
"Oh, saya mau ketemu teman. Kebetulan dia anggota club disini."
Evan mengamati penampilan Melva sore itu. Meskipun masih mengenakan pakaian sekolah yang ditutup dengan sweater, riasan tipis dan rambut lurus membuatnya terlihat sangat berbeda. "Ya sudah, kalau gitu saya masuk dulu."
Jessy masuk ke area kolam renang dan tebakannya benar. James ada di sana bersama teman-temannya yang juga sudah sangat Jessy kenal. Ia memilih duduk di tribun penonton dan menunggu James selesai latihan karena langsung datang dan memeluk James pasti akan membuatnya bingung.
Sekitar dua puluh menit kemudian, James keluar dari kolam renang dan sepertinya ia sedang melihat ke arah Melva duduk.
Dan apa yang terjadi setelahnya sungguh di luar dugaan Jessy. James menghampiri dan memeluknya dengan erat.
Matanya terlihat berkaca-kaca, "Kamu apa kabar? Kemana saja? Aku sudah berkali-kali coba hubungi kamu tapi ngga bisa."
Jessy bergeming. Ia bahagia karena James adalah satu-satunya orang yang terlihat sangat bahagia saat bertemu dengannya, tepat seperti apa yang diharapkannya. Seketika Jessy terlena dan lupa tujuan awalnya menemui pria itu. Ia tidak bisa berbohong bahwa ia masih sangat mencintai sepupunya itu.
"Mel, apa kamu baik-baik saja? Kenapa kamu menghilang setelah hari itu? Aku khawatir banget sama kamu."
Jessy melepaskan tangannya dari genggaman James. Pria itu baru saja memanggilnya Mel. Apa mungkin ia salah dengar?
******
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments