Kesepakatan

"Ini sudah keterlaluan, Pak. Kita semua tahu bahwa anak itu baru saja mengalami kecelakaan dan sedang berada dalam masa pemulihan. Bisa-bisanya ada yang tega menjatuhkannya ke kolam dan hampir membahayakan nyawanya."

"Pak Evan tenang dulu. Pertama kita tidak bisa menyalahkan siapapun karena tidak ada orang lain disana. Melva jatuh sendiri ke kolam karena ceroboh."

"Apa?! Apa Bapak pikir itu masuk akal?"

"Setelah kejadian, kami sudah memeriksa TKP dan kami tidak menemukan apapun yang mencurigakan. Dengan kejadian ini, saya justru berfikir bahwa anak itu mungkin sudah tidak bisa bersekolah di sekolah ini lagi. Ia tidak lagi memenuhi syarat untuk bisa menjadi siswa SMA Galaxy."

"Maksud Bapak?"

"Cacat. Anak itu cacat dan merepotkan. Jika dibiarkan keluhan dari para wali murid akan semakin sering berdatangan dan itu tentu tidak akan baik untuk masa depan sekolah."

"Wah!!!" Evan benar-benar berang kali ini. "Apa seperti ini cara pendidik SMA ini mengurus muridnya. Apa hanya saya yang merasa bahwa sekolah ini lebih mirip hutan rimba daripada tempat pendidikan?"

"Ehem, Pak Evan, cukup!" Kepala sekolah mulai angkat bicara untuk menengahi kedua guru yang sedang bersitegang itu. "Bapak guru baru disini, jadi saya rasa banyak yang harus Bapak pelajari dan perhatikan sebelum bisa menjadi bagian dari warga sekolah ini."

Evan ingin menggebrak dan melempar meja saat itu. Tapi ia kembali ingat akan tujuannya datang ke sekolah laknat itu. Dan ia tidak ingin apa yang sudah dipertaruhkannya menjadi sia-sia karena emosi sesaat.

Jadi ia hanya bisa meraih kaleng minuman ringan kosong yang ada di hadapannya, meremasnya hingga ringsek lalu melemparnya tepat ke dalam tempat sampah. Dan tentu saja, pergi dari ruang guru adalah keputusan terbaiknya hari itu.

******

"Eh, Pak Guru kok bisa sampai sini? Silakan masuk, Pak. Maaf, kami ngga punya sofa." Bu Rahma menyambut kedatangan Evan dan mempersilakannya duduk di kursi kayu yang ada di ruang tamunya.

"Ngga papa, Bu. Maaf kalau saya datang tanpa pemberitahuan. Tapi saya datang hanya karena ingin tahu keadaan Melva."

"Mel sudah baik-baik saja, Pak. Dia hanya sesekali merasa sakit karena bekas operasi dan tulangnya yang belum pulih sepenuhnya. Terima kasih karena sudah menolong Mel. Kalau ngga, saya ngga tahu apa yang akan terjadi pada anak saya, Pak."

"Sama-sama, Bu. Itu sudah menjadi kewajiban saya sebagai guru Melva. Tapi apa boleh saya bertemu Melva, Bu? Ada yang ingin saya tanyakan."

"Oh, tentu. Sebentar saya panggilkan."

****

"Jadi, Mel. Bagaimana kamu bisa jatuh ke dalam kolam?"

"Saya terpeleset, Pak. Lantainya licin dan tidak seperti biasanya. Seperti ada ceceran minyak yang tumpah."

"Saya juga yakin seperti itu. Karena saat mengangkat kamu dari kolam, ada sisa cairan minyak yang bercampur dengan air kolam di sekitar sepatu kamu."

"Lalu, siapa pelakunya? Apa yang terjadi sebenarnya?"

"Tidak ada. Mereka menetapkan bahwa semua adalah kesalahan dan kesembronoan kamu."

"Sudah saya duga."

"Hah?!"

"Ini bukan pertama kalinya Mel mengalami perundungan seperti itu. Dan ia selalu saja menjadi pihak yang disalahkan. Tidak ada seorangpun yang peduli dan mau membantunya."

"Dia?"

"Oh, maaf. Maksud saya... Saya, Pak. bukan dia. Saya sering mengalami perlakuan seperti itu."

"Oh... Saya kira jatuh ke kolam membuat otak kamu sedikit retak atau geser ke bawah."

"Excuse Me?!"

"Maaf, saya bercanda. Lalu apa ada yang bisa kita lakukan untuk mengetahui kebenarannya?"

"Ada satu cctv di pintu masuk kolam renang. Tapi tidak ada satupun pihak luar yang bisa masuk ke ruang pengawasan dengan leluasa. Hanya Bapak kepala sekolah dan wakilnya saja yang punya kunci ruangannya."

Evan tersenyum. "Bagaimana mungkin saya melewatkan fakta seperti itu."

"Apa Bapak tidak melihat ada cctv di atas pintu masuk kolam?"

"Tidak. Sepertinya sengaja ditempatkan di posisi yang tersembunyi."

"Benar. Memang agak tersembunyi. Tapi saya yakin ada di sana karena saya sering melihatnya."

"Tapi, Mel. Teman-teman kamu bilang kalau kamu ngga bisa renang dan kamu juga pernah mengalami kejadian yang sama. Lalu untuk apa kamu ada disana?"

"Dulu saya selamat karena Jessy menolong saya. Tapi saya selalu merasa nyaman berdiam diri disana. Jadi saya kembali untuk mengenang Jessy."

"Btw, apa kalian dekat? Maksud saya kamu dan Jessy."

"Ngga terlalu. Jessy sering menyendiri dan tidak suka diganggu. Jadi dia tidak punya banyak teman."

"Tapi dia mau nolong kamu."

"Karena dia tidak ingin ada korban lagi."

"Apa Jessy juga cerita sama kamu soal kejadian delapan tahun lalu itu?"

"Kok Bapak tahu?"

"Saya sudah mencari tahu banyak soal Jessy. Dan saya yakin kamu juga punya banyak informasi yang berguna untuk saya."

"Informasi?"

"Begini, Mel. Saya berjanji akan menuntaskan kasus kolam renang ini agar kamu bisa lebih tenang. Tapi sebagai gantinya saya ingin kamu membantu saya untuk mencari tahu tentang kematian Jessy."

"Maksud Bapak apa?"

"Saya memang belum terlalu mengenal Jessy. Kami hanya sekali bertemu dan itupun tidak berakhir baik. Tapi karena sikapnya dan juga waktu yang sangat berdekatan dengan pertemuan kami, saya merasa bahwa Jessy mungkin bunuh diri karena saya. Dan itu sangat menyiksa."

"Jadi ini semua untuk Bapak? Bapak ingin tahu penyebab kematian Jessy yang sebenarnya agar Bapak merasa tenang?"

Evan mengangguk. "Tidak ada yang salah dengan itu. Saya harus tahu apakah itu memang bunuh diri dan apakah memang itu yang Jessy harapkan?"

"Jessy pasti kecewa mendengarnya."

"Ayolah.... Kamu pasti tahu kalau gadis seperti Jessy tidak akan mengambil keputusan segegabah itu. Apalagi untuk mengakhiri hidupnya sendiri."

"Ah, jadi Bapak sudah merasa sangat mengenal dan memahami gadis yang hanya sekali Bapak temui?"

"Tolong bantu saya, Mel! Saya ngga punya banyak waktu di sekolah itu. Jadi kita harus bergerak cepat."

"Kita?"Jessy berfikir sejenak. Ia tidak menyangka bahwa Evan akan berbuat sejauh itu untuknya yang bahkan sudah tidak bisa diharapkannya lagi. "Tapi saya juga tidak terlalu mengenal Jessy. Dia bukan tipe orang yang mau berteman dengan siapa saja, apalagi siswa pindahan seperti saya."

"Setidaknya kita pernah saling kenal, kalian satu sekolah, dan kamu juga berhutang budi kepada Jessy, jadi pasti akan lebih mudah kalau kita bekerjasama."

Jessy tidak yakin dengan alasan yang Evan sebutkan. Jika ingin mencari informasi tentang Jessy, ia seharusnya mendekati teman-teman sekelas Jessy, bukannya Melva. Tapi sekeras apapun Jessy berfikir, ia tidak menemukan motif lain Evan kepada Melva, jadi ia memilih untuk menerima tawaran Evan.

"Baiklah, tapi dengan satu syarat."

"Apa?"

"Bantu saya untuk bisa kembali berenang. Oh, maksud saya, saya ingin bisa berenang agar tidak tenggelam lagi untuk ketiga kalinya."

"Mel, apa kamu sadar apa yang baru saja kamu minta?" Evan memperhatikan punggung kiri Melva.

"Saya tahu. Karena itulah saya minta tolong sama Bapak untuk membantu saya."

"Mel, saya tidak yakin apakah itu ide yang bagus. Tapi setidaknya saya akan berusaha membantu kamu pulih agar bisa kembali menggerakkan tangan dan kaki kamu dengan leluasa di dalam air."

"Deal!"

Evan senang karena akhirnya berhasil mendekati target operasinya. Meskipun belum yakin dengan latar belakang Melva, tapi Evan yakin bahwa semua informasi yang ia peroleh dari Galaxy dan MicroChip saat ini mengarah kepada gadis di hadapannya itu. Dan akan lebih mudah baginya untuk memastikan semuanya dari dekat.

*****

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!