Dua hari berlalu dan Jessy sudah melakukan banyak pemeriksaan yang hasilnya menunjukkan bahwa kondisinya benar-benar membaik dan pulih lebih cepat dari pasien lain yang mengalami kondisi sama.
"Kamu benar-benar beruntung, Mel. Mobil itu sudah menabrakmu dengan sangat keras sampai membentur pohon. Tapi kamu hanya mengalami beberapa retak di bagian tulang rangka dan belikat."
"Apa saya bisa sembuh seperti semula, Dok?"
"Tentu, Mel. Kamu harus rutin melakukan terapi supaya bisa kembali pulih seperti sedia kala."
"Apa saya masih bisa berenang dengan kondisi saya sekarang, Dok?"
"Mel?" Bu Rahma terlihat sangat khawatir. "Bukannya kamu ngga suka dan ngga bisa renang?"
Dokter tersenyum, "Tentu. Tapi perlu waktu, Mel. Jangan terlalu memaksakan diri karena akan sangat berbahaya jika kamu mengalami cedera."
Jessy mulai menangis putus asa. Ia tahu harapannya untuk menjadi seorang atlit renang sudah berakhir di tubuh sakit Melva.
****
Dokter mengatakan bahwa besok Melva boleh pulang setelah melakukan fisioterapi. Jessy sudah memikirkan banyak hal untuk dilakukan tapi tangan gip yang dipasang dipunggung dan tangannya membuatnya kesulitan untuk bergerak dan beraktivitas. Sehingga ia terpaksa harus menundanya untuk sementara waktu.
"Besok kita akan kembali ke rumah. Apa kamu senang, Nak?"
Jessy mengangguk. "Bu, apa ibu nyimpen hp Mel?"
"Hp kamu sudah rusak, Mel. Tapi tenang aja. Akan segera ibu perbaiki."
Jessy hanya bisa tersenyum. Tapi entah kenapa ia merasa baru saja berbuat jahat kepada wanita ramah itu.
"Bu, apa ibu tahu Jessy? Jessica Abraham, teman sekolah Mel."
"Yang kamu bilang anaknya Pak Menteri itu?"
"Iya, bener Bu. Apa Ibu tahu kabar soal dia?"
"Empat hari yang lalu, waktu kamu masih koma, ibu sempat menelepon wali kelas kamu untuk mengabarkan kondisi kamu. Dan beliau juga berharap agar kamu tidak menambah daftar panjang duka sekolah."
"Maksudnya apa, Bu?"
"Ibu dengar, Jessy meninggal karena overdosis setelah gagal dalam lomba renang hari itu."
"Apa?!" Jessy tidak kuasa menahan air matanya.
Apa mungkin James bisa setega itu terhadapnya? Apa mungkin James benar-benar memberinya obat untuk membunuhnya? Lalu bagaimana mungkin ia harus mati sebagai seorang atlet depresi dan dengan cara bunuh diri?
"Mel, kamu ngga papa, Nak?" Bu Rahma memeluk tubuh putrinya erat-erat.
Ia tidak berusaha menghentikan tangis Melva, hanya tetap memeluknya dan mengatakan bahwa ia siap membantunya dan melakukan apapun untuk membuatnya merasa lebih baik.
"Apa kamu sudah merasa lebih baik, Mel?"
Jessy mengangguk. Ia menatap wanita di hadapannya. Tubuhnya kurus dan pucat, pakaiannya kumal dan lusuh. Tapi wanita itu sangat perhatian dan penuh kasih sayang. Aura keibuannya terpancar dan selalu bisa membuat Jessy merasa tenang dan lebih baik.
Jessy mungkin kehilangan raga dan nama baiknya, tapi ia menemukan kembali sosok ibu yang telah lama meninggalkannya dan juga menemukan raga yang akan membantunya memperbaiki keadaan.
Hari itu Jessy sadar bahwa Tuhan telah memberinya kesempatan kedua dan ia ingin memanfaatkannya dengan baik.
Ia menatap langit-langit rumah sakit dan tak henti-hentinya memikirkan semua yang terjadi.
Bagaimana ia dan Melva mati pada saat yang bersamaan lalu ia kini berada di dalam tubuh Melva. Ia juga juga terus memikirkan James yang tega membunuhnya dan menuduhnya bunuh diri karena gagal mengikuti lomba renang.
Jessy bangun dari tidurnya lalu mulai menyusun misi hidupnya yang baru. Ia memutuskan untuk tidak mempercayai siapapun lagi mulai sekarang. Ia bertekad untuk mengungkap kebenaran di balik kematiannya dan Melva, mengembalikan nama baiknya dan menjadi atlet renang profesional yang memenangi olimpiade.
*****
Jessy menatap dirinya di cermin di dalam sebuah kamar sempit berukuran dua kali tiga meter. Ia harus mulai terbiasa dengan keadaan dan penampilan barunya.
Tubuh Melva memang sedikit lebih gemuk darinya tapi itu bukan masalah besar baginya. Misi pertama yang harus ia jalankan adalah mengurangi berat badannya yang melebih lima kilogram dari ukuran standar. Ia tidak ingin kelelahan dan kesulitan bernafas di dalam air hanya karena tumpukan lemak yang tidak perlu dalam tubuhnya.
Maka pagi itu, biarpun punggung dan belikat kirinya masih terasa nyeri, Jessy menawarkan diri untuk membantu ibunya pergi belanja ke pasar. Karena masih mendapat dispensasi libur untuk pemulihan, Jessy juga menawarkan diri untuk menjajakan kue dagangan ibunya keliling kampung.
Melva tidak memiliki banyak fasilitas untuk dipakai olahraga. Jangankan alat fitnes, sepeda angin saja ia tidak punya. Karena geraknya masih terbatas dan kakinya juga masih belum sering nyilu karena trauma, Jessy tidak terlalu memaksakan diri. Ia hanya berjalan semampunya untuk membakar sedikit lemak secara rutin setiap hari.
Meskipun tidak memiliki pilihan menu makanan yang beranekaragam seperti di rumahnya dulu, Jessy mulai mengatur pola dan porsi makannya untuk mengikuti diet sehat yang sudah biasa ia terapkan dulu.
Sebenarnya perubahan sikap dan perilaku Jessy membuat Bu Rahma sedikit bingung dan khawatir. Tapi Jessy selalu punya cara untuk mengelak dan membuatnya tenang.
Ingin menjadi lebih baik setelah lolos dari maut selalu menjadi alasan andalan bagi Melva untuk menghindari kecurigaan ibunya. Untuk saat ini, ia tidak ingin siapapun tahu apa yang terjadi padanya dan Melva karena ia memiliki misi yang harus dituntaskannya sebelum hal buruk lain terjadi.
Lagipula, siapa yang akan percaya bahwa ruh bisa berpindah tubuh seperti yang tengah dialaminya. Alih-alih percaya, orang justru akan menganggapnya gila. Karena itu, ia harus menjaga rahasia itu baik-baik untuk dirinya sendiri dan juga Melva.
******
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments