Target Utama

(Di rumah Evan)

"Van, apa kamu serius?"

"Evan serius, Ma."

"Van, kenapa sih kamu tega ngelakuin ini sama Mama? Apa kamu sadar dengan keputusan yang kamu ambil?"

"Evan tahu Ma."

"Van, kamu baru berusia dua puluh dua tahun dan masa depan kamu masih panjang, Nak. Tolong jangan mengambil keputusan yang nantinya akan kamu sesali!"

"Ma, Evan bukan anak kecil lagi. Evan tahu betul apa yang Evan pilih dan Evan siap menanggung semua konsekuensinya."

"Tapi, Van -" Tarisa mulai menangisi keputusan yang diambil putra kesayangannya itu.

"Ma, selama ini Evan selalu turutin kemauan Mama. Soal sekolah, kuliah, pekerjaan sampai Jessy. Semua sudah Evan lakuin demi Mama. Plis, untuk kali ini saja. Ijinin Evan menentukan pilihan Evan sendiri, Ma."

"Ngga, Van. Kamu bahkan ngga tahu siapa anak itu. Gimana mungkin mama ngijinin kamu nikahin dia gitu aja. Kalau kamu terus memaksa, maka kamu harus memilih Mama atau dia."

******

Pintu rumah Bu Rahma diketuk dari luar dan Bu Rahma bergegas membuka pintu agar Melva tidak terbangun oleh suara ketukan itu.

"Eh, Pak Evan. Ada apa kesini malam-malam gini? Mari masuk!"

"Terima kasih, Bu."

"Tapi Mel lagi tidur, Pak."

"Ngga papa, Bu. Saya kesini buat bicara sama Ibu."

"Sama saya? Soal apa, Pak?"

"Pertama-tama saya ingin memberitahu ibu bahwa saya sebenarnya hanya guru pengganti di sekolah Melva dan saya baru berusia dua puluh dua tahun. Jadi ibu panggil saya Evan saja. Aneh rasanya kalau terus-terusan dipanggil Pak, hehe.."

Bu Rahma tertawa, "Ada-ada saja Nak Evan ini."

"Nah seperti itu lebih enak didengar kan, Bu?"

Bu Rahma manggut-manggut saja meladeni anak muda itu.

"Jadi begini, Bu. Saya kesini untuk melamar Melva."

"Apa?"

"Melva sedang hamil dan ia butuh orang untuk mendampingi dan mendukungnya."

"Nak Evan tenang aja. Ada ibu. Ibu akan mengurus semuanya."

"Bu, Evan tahu bahwa ibu adalah perempuan yang luar biasa. Tapi anak di dalam kandungan Mel tetap membutuhkan sosok seorang ayah kan?"

Bu Rahma mulai tidak bisa membendung air matanya. "Ibu tahu dan ibu merasa bersyukur karena Tuhan mengirim pria sebaik Nak Evan untuk Mel. Tapi Ibu juga sadar kalau Nak Evan berhak untuk mendapatkan yang lebih baik dari Mel. Ibu ini juga seorang ibu, Nak. Ibu tahu perasaan ibunya Nak Evan kalau tahu soal ini. Ibu juga ngga pengen Nak Evan menanggung kesalahan yang Mel lakukan. Biar dia mengambil hikmah untuk dirinya sendiri. Ibu yakin Mel kuat dan bisa menghadapi semua ini dengan tegar. Dan ibu akan selalu ada untuk Mel. Biar ibu saja, Nak."

Jessy hanya bisa menitikkan air mata di atas pembaringannya. Melva benar-benar beruntung memiliki seorang ibu seperti Bu Rahma.

*****

Hari itu Jessy melihat Evan sedang berbicara sambil makan dengan teman-teman sekelas Jessy di kantin. Ada Diana juga di sana. Kemudian siang harinya, Evan terlihat ngobrol dengan teman-teman club renang Jessy di perpustakaan.

"Mel, gimana?" Fania lagi-lagi menagih janji Melva untuk meminta Evan jalan dengan Fania.

"Lo ngga lihat doi lagi bussy?"

"Mel, tunggu! Lo tahu ngga? Pak Evan tuh sebenernya siapa sih? Dia tuh sering banget ngajak anak-anak ngobrol dan isinya selalu sama, nanyain semua tentang Jessy. Ah, satu lagi, dia juga nanyain tentang bokap lo."

'Ayahnya Melva?' batin Jessy

"Ya, kenapa ngga lo tanya sendiri aja?" tanya Jessy

"Jawabannya selalu klise. Penasaran aja. Ngga mutu banget kan?"

"Ya udah. Udah jelas kan? Apa lagi yang mau lo kepoin?"

"Nyebelin lo, Mel! Lo tuh ama-lama makin mirip sama Jessy tahu!"

*****

Beberapa hari ini Evan benar-benar terlihat sibuk dan tidak pernah menyapa Jessy seperti biasanya. Pagi itu, Jessy melihat Evan sedang berdiri di depan papan pengumuman. Ketika Jessy menghampirinya, Evan seakan menghindar dan malah pergi meninggalkan Jessy tanpa bicara apa-apa.

Siang harinya Jessy berjalan mondar-mandir mengobrak-abrik semua bak sampah karena sepatunya tiba-tiba saja hilang sebelah dan tidak ada seorangpun yang mau mengaku. Evan bertemu dan melihat Jessy tapi pria itu bersikap dingin dan tidak membantu Jessy seperti biasanya.

Setelah berhasil menemukan sepatunya, Jessy kembali dibuat kesal oleh ulah teman-temannya karena dipaksa untuk mengambil tumpukan buku di perpusatakaan lantai tiga. Jessy benar-benar lelah hari itu.

Siang harinya ketika semua temannya pulang, Jessy malah tidur tertelungkup di atas bangkunya karena kehabisan tenaga. Tubuhnya terasa sangat lelah dan berat untuk dibawa pulang. Jadi Jessy memutuskan untuk tetap tidur disana sampai kondisinya membaik.

"Melva! Mel! Kamu ngga papa kan? Kamu dengar saya?" Evan mengguncang-guncang tubuh Melva.

Ia tidak tahu bahwa gadis itu masih tidur di sana padahal waktu sudah menunjukkan pukul lima sore. Karena tidak kunjung merespon dan juga tidak ada orang, Evan langsung membopong Melva ke dalam mobilnya lalu membawanya ke rumah sakit. Ia takut terjadi sesuatu dengan gadis itu.

"Pasien hanya kelelahan. Sebentar lagi pasti siuman. Sudah berapa lama pasien pingsan?"

"Saya kurang tahu, Dok. Tadi pas mau pulang saya lewat kelasnya dan saya lihat dia tertelungkup di bangku. Jadi langsung saya bawa ke sini."

"Bapak ini?"

"Saya gurunya, Dok."

"Apa Bapak tahu kondisi pasien?"

"Ya dok. Saya tahu dia sedang hamil."

"Kondisi kehamilannya sangat mengkhawatirkan. Berat badan pasien terus berkurang dan detak jantung bayinya sangat lemah. Pasien harus banyak istirahat."

"Baik, Dok. Saya akan sampaikan pesan dokter."

*****

(Sehari sebelumnya)

"Van, lo dah gila?! Lo lupa kenapa lo bisa ada di sana? Kalau sampai kepala sekolah tahu dan alasan sebenernya lo dateng kesana dan memblow-up masalah ini, ngga cuma karir lo, Men, tapi Bokapnya Jessy juga bakal tamat. Lo bakal berakhir di penjara sebagai penipu. Dan perusahaan bakal langsung ngehapus dana lo dari data base mereka, Van."

"Gue tahu, Vid. Tapi gue ngga bisa biarin Melva gitu aja. Dia banyak bantuin gue buat nuntasin masalah Jessy dan sekarang dia sedang dalam kesulitan besar. Masa iya gue bakal diem aja?"

David mendekati Evan yang sedang serius di depan layar komputernya. "Van, lo harus fokus. Lo harus tentuin prioritas lo! Mengungkap kasus Jessy dan nyelesaiin tugas lo terus kembali ke kantor, atau cewek itu dan lo bakal kehilangan segalanya. Lo ngga bisa dapetin semuanya yang lo mau, Men."

Evan berdiri dari duduknya lalu menghempaskan tubuhnya ke ranjang. "Karena sudah ada aduan dari wali murid soal kedekatan gue sama Mel, untuk sementara gue harus menjaga jarak sama dia. Gue ngga mau dia gagal masuk aksel gara-gara gue."

"Van, lo sadar apa yang baru saja lo omongin. Karir dan masa depan lo di MicroChip sedang diujung tanduk dan lo masih aja mikirin nasib tu cewek."

"Kalau dipecat dari MicroChip gue masih bisa buka warnet buat lo nongkrong. Tapi kalau dia sampai dikeluarkan dari sekolah, impiannya bakal hancur sekali lagi."

"Apa sih bagusnya tu cewek? Sampe segitunya lo mau bantuin dia?"

Evan terlihat ragu, "Gue ngga yakin. Tapi gue ngerasa kalau beneran dia orang yang kita cari dan cuma dia yang bisa bantu gue nuntasin semua misi gue."

*******

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!