Kembali ke Sekolah

Seminggu berlalu dan Jessy sudah merasa bahwa tubuhnya kian membaik. Kakinya sudah jarang terasa nyeri lagi. Ia sudah mulai bisa sedikit menggerakkan bahu dan punggung bagian kirinya meskipun masih sangat terbatas karena gips.

Pagi itu, Jessy tidak lagi mengepang rambutnya. Ia membiarkan rambut bergelombangnya yang hitam pekat dan indah terurai. Bukan hanya karena ia merasa terganggu setiap kali melihat rambut kepang Melva, tapi juga karena ia masih kesulitan untuk mengepang rambutnya sendiri.

Jessy juga memutuskan untuk melepas kacamata tebalnya. Meskipun pandangannya memang sedikit kabur, tapi Jessy yakin bahwa kacamata tebal Melva sama sekali tidak cocok dengan gayanya.

Sebenarnya Jessy ingin melakukan lebih untuk comeback pertamanya di sekolah. Tapi Melva tidak memiliki alat make up, kaos kaki panjang, earphone ataupun sepatu limited edition yang selalu dikenakannya.

Jadi ia terpaksa mengenakan apa yang ada. Andai saja ia tahu betapa sulit keadaan temannya itu, mungkin ia akan melakukan lebih dan memberikan lebih banyak dari apa yang dimilikinya untuk Melva.

"Mel, kamu lupa bawa kacamata kamu." Bu Rahma menyusul Jessy yang sudah berjalan beberapa meter dari rumahnya dan menyodorkan kacamata tebal yang ditemukannya di atas meja.

"Ngga usah, Bu. Mel masih bisa lihat jelas kok."

"Bawa aja, Mel. Kamu bilang kesusahan kalau pas lagi baca." Bu Rahma memasukkan kacamata tebal itu ke dalam tas Jessy.

"Ya sudah Jess-.. Ups! Maksud Mel, Mel berangkat dulu ya, Bu?"

******

Hari pertama kembalinya ia ke sekolah tidak terlalu buruk. Tidak seperti biasanya yang selalu disambut aneka trik perundungan yang sering ia lihat diterima Melva sejak pagi, hari itu Jessy bebas dari rundungan. Mungkin karena teman-temannya takut akan menambah berat luka di balik gipsnya.

Meskipun begitu tidak sedikit juga yang berbisik-bisik memuji perubahan penampilannya hari itu. Karena memang sebenarnya Melva tidak terlalu buruk. Ia memiliki kaki yang jenjang dan sedikit lebih tinggi daripada Jessy. Meskipun agak gemoy karena timbunan lapisan lemak berlebih di pipi dan beberapa bagian tubuhnya yang lain.

Selain itu parasnya juga cantik hanya saja sedikit kumal dan tidak terawat. Dan jadi semakin parah karena kacamata tebal dan besar yang selalu menutupi hampir sebagian besar wajahnya.

Jessy pikir misi pertamanya untuk memperbaiki penampilan Melva akan berhasil. Ia hanya perlu kesabaran, ketekunan dan disiplin. Jessy kembali menatap daftar misi yang menjadi tujuan hidupnya sekarang.

"Hei anak pindahan! Ngapain lo masuk ke sini?" tanya Diana kepada Melva.

Rupanya Jessy masih terbiasa dengan kelas lamanya karena tanpa ia sadari ia justru masuk ke kelas Jessy bukan Melva.

"Sori, salah masuk. Mungkin karena kelamaan libur." kilah Jessy.

Ia buru-buru pergi sebelum Diana musuh bebuyutannya berulah.

Jessy akhirnya menemukan kelas Melva tapi ia tidak tahu dimana Melva biasa duduk. Karena tidak ingin dipandang aneh, Jessy meletakkan tasnya di salah satu bangku paling depan lalu pergi ke toilet.

Ketika kembali ke kelasnya, semua bangku sudah penuh dan hanya menyisakan satu bangku di deretan belakang paling ujung dekat jendela.

'Boleh juga selera lo, Mel.' gumam Jessy pada dirinya sendiri.

Ia senang karena setidaknya mereka mempunyai satu kesamaan, sama-sama menyukai posisi bangku itu. Sayangnya Jessy tidak tahu bahwa ternyata Mel mendapatkannya karena terpaksa.

"Selamat pagi anak-anak." Suara cempreng wali kelas Melva membuat kelas menjadi senyap seketika.

"Baiklah, hari ini ibu akan memperkanalkan guru baru di sekolah kita. Silakan masuk, Pak!"

'Apa?!!' Jessy sama sekali tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Perkenalkan anak-anak, ini adalah Pak Evan, guru olahraga baru kita. Untuk sementara, beliau akan menggantikan posisi Pak Rafi yang cuti panjang karena cedera. Ibu harap kalian bisa bersikap baik dan sopan dengan beliau."

Seorang siswi mangangkat tangannya, "Bapak sudah punya pacar belum? Saya mau daftar dong, Pak."

"Huuuuuuu...." Sontak seisi kelas menjadi riuh menyoraki candaan siswi yang bernama Fania itu.

"Kebetulan Bapak memang belum punya pacar, tapi sayang sekali pendaftarannya belum dibuka. Jadi kalian masih punya banyak waktu untuk belajar dan berprestasi sampai pendaftarannya dibuka yah." Jawab Evan ramah sembari melempar senyum yang melelehkan hati para siswi di kelas.

Jessy masih tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Bagaimana mungkin ia bisa begitu entengnya mengatakan bahwa ia belum punya pacar padahal mereka sudah dijodohkan. Tapi setidaknya Jessy bersyukur tidak jadi menikah dengan pria yang suka tebar pesona seperti itu.

"Baiklah anak-anak. Setelah ini kalian akan menjadi kelas pertama yang melakukan pelajaran olahraga bersama guru baru kita ini. Ibu harap kalian tidak membuat masalah yang menyulitkan Pak Evan. Kalau begitu, saya permisi dulu ya, Pak?"

"Terima kasih, Bu."

******

Bel peralihan pelajaran berbunyi dan para siswa dengan penuh antusias berganti pakaian dan berkumpul di lapangan. Hanya menyisakan Jessy dan Evan di dalam kelas.

"Hai! Ngga nyangka bisa ketemu lagi disini."

"Bapak kenal saya?" Jessy tidak percaya bahwa Evan akan mengenalinya, setelah ia memastikan bahwa ayahnya sendiri saja sama sekali tidak mengenalinya.

"Apa kamu ngga inget kalau kita pernah ketemu? Kamu gadis yang nangis di taksi itu kan?"

Jessy yang tadinya hendak menjawab 'ingat dong' dengan penuh semangat tiba-tiba saja terdiam dan kecewa. Ternyata yang Evan kenali adalah tubuh Melva, bukan dirinya. Jessy mendengus kesal lalu meninggalkan Evan begitu saja menuju lapangan sekolah.

Karena itu adalah hari pertama ia mengajar anak-anak SMA Galaxy, maka setelah pemanasan, Evan memberi semua siswanya untuk melakukan apapun olahraga yang mereka sukai dan kembali berkumpul di lapangan itu tiga puluh menit sebelum kelas berakhir.

Jessy yang belum bisa ikut olahraga karena kondisinya terpaksa hanya duduk menonton di kursi di bawah pohon. Lalu tak lama kemudian Evan menghampirinya dan duduk di dekatnya.

"Apa yang terjadi?"

"Kecelakaan." Jawab Jessy singkat.

"Oh, maaf.."

"Jadi kapan kita pernah bertemu?"

"Apa kamu lupa? Dua belas Februari. Aku ingat banget karena besok paginya aku harus terbang ke Kanada."

"Jadi apa Bapak mengenal Jessy?

"Bagaimana kamu tahu?"

"Jessy pernah cerita kalau dia dijodohkan sama papanya."

"Ah, ya.. calon istri yang aku maksud hari itu adalah dia. Aku kesana untuk menemui Jessy. Kamu temannya Jessy? Wah! Ternyata dunia memang hanya selebar daun kelor yah?"

"Dia juga bilang kalau hanya sekali bertemu pria yang terlambat datang ke rumahnya dengan tangan kosong."

"Apa?! Apa kamu ngga bilang kalau itu semua gara-gara kamu?"

"Apa???"

"Kamu seharusnya kasih tahu dia kalau kamu yang membajak taksi aku dan menghabiskan semua coklat yang mau aku kasih buat dia."

"Apa?!"

"Tunggu! Apa mungkin karena itu dia marah?" Evan mengacak-acak rambutnya karena frustasi.

******

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!