Jessy sudah duduk di kursi pinggir lapangan, mengamati teman-teman yang akan menjadi target pembalasannya. Daftar misinya akan menjadi lebih panjang karena ini. Tapi salah mereka mencari masalah dengan orang yang salah.
"Hai, Mel! Gips kamu sudah dilepas? Gimana rasanya?" sapa Evan ramah.
"Lebih baik."
Karena suasana tiba-tiba hening beberapa saat, Jessy menatap Pak Evan dan mengikuti arah pandangannya. "Hah?! Bapak lihat apa?"
Jessy menutupi bagian dadanya yang menempel karena basah dan menunjukkan warna bra-nya yang agak kontras.
"Syukurlah kamu sadar. Saya sedang berfikir bagaimana cara membantu kamu. Saya tidak sedang membawa jas atau jaket yang bisa saya pinjamkan seperti di film-film. Saya juga ngga mungkin melepas kaos olahraga saya untuk menutupi dada kamu."
Evan kembali berfikir, lalu menarik tangan kanan Jessy. "Ikut saya!"
Jessy tidak tahu apa yang akan Evan lakukan. Tapi ia menurut saja dan mengikuti Evan ke tengah lapangan.
"Kita akan melakukan beberapa pemanasan supaya otot kamu ngga kaku." Evan berdiri di samping Jessy dan membelakangi murid-murid yang lainnya.
"Pak, ini maksudnya apa sih?"
"Kalau terlalu sakit untuk digerakkan, tidak perlu memaksakan diri. Yang penting kamu terkena matahari supaya baju kamu cepat kering."
"Apa?" Jessy yang awalnya ingin marah, malah tertawa. "Jadi Bapak nyuruh saya berjemur?"
"Lebih tepatnya menjemur baju yang ngga mungkin bisa kamu lepas untuk saat ini."
"Hahahaha! Makasih ya, Pak!" Meskipun tidak terlihat menyenangkan, tapi Jessy mulai berfikir bahwa Pak Evan mungkin bisa menjadi salah satu guru yang akan berpihak padanya.
Tiba-tiba saja Jessy merasa seperti mendapat teman baru. Untuk saat ini, Evanlah satu-satunya orang yang mengenalnya dan Melva. Juga tidak berfikir untuk menghindari Melva. Dan hari itu, meskipun agak aneh dan memalukan, ia telah membantu Jessy mengatasi masalah kecil yang dihadapinya.
*****
Dan karena ulah Jessy, seisi kelas hari itu terpaksa kerja bakti untuk membersihkan kelas mereka. Guru tidak punya alasan lagi untuk hanya melimpahkan semua kesalahan kepada Melva karena Jessy dengan tegas menolak.
Setelah apa yang terjadi hari itu, seperti biasa, Jessy akan berdiam diri di kursi tribun di dekat kolam renang sekolah. Tempat itu adalah tempat favorit Jessy dan berubah menjadi bangku kosong yang ditakuti teman-temannya sejak ia meninggal dunia.
Jessy pun menghindari duduk di sana beberapa minggu ini karena tidak ingin menimbulkan kecurigaan. Tapi hari itu, ia sangat ingin mendengarkan earphonnya di sana seorang diri.
Fania dan teman-teman yang melihatnya mulai bergidik ngeri melihat tingkah Melva. "Apa mungkin tu anak kerasukan arwahnya Jessy? Berani-beraninya dia duduk di situ."
"Ngaco lo, Fan!" timpal salah satu temannya yang bernama Mei.
"Sejak kembali dari maut, tu anak jadi makin berani aja sama gue. Awas aja! Gue ngga bakal biarin dia dapetin Pak Evan."
Fania yang tengah tersulut api cemburu melihat Evan menemani Melva pemanasan di lapangan tadi mulai menyusun rencana balas dendam. Jessy yang melamun cukup lama tidak menyadari bahwa di bawah kakinya sudah banyak tumpahan minyak.
Saat berdiri dari tempat duduknya, Jessy terpeleset dan langsung berguling masuk ke kolam. Jessy mengerang kesakitan. Tapi begitu sadar bahwa ia telah berada di dalam kolam, ia mulai tertantang untuk menemukan kemampuan berenangnya kembali.
Alih-alih berteriak minta tolong, Jessy justru berusaha menggerakkan tangan dan kakinya untuk berenang ke atas. Rasanya luar biasa sakit. Tapi Jessy tidak ingin menyerah. Ia harus tahu apakah ia bisa kembali menjadi perenang hebat dan membersihkan nama baiknya yang tercemar.
Jessy terus berusaha, nafasnya mulai sesak. Ia tidak punya banyak waktu jadi ia berusaha sekuat tenaga untuk naik. Kepalanya berhasil muncul di permukaan.
"Tolong!!!"
Jessy berusaha berteriak dengan seluruh sisa tenaganya. Lalu ia tidak sanggup lagi. Sekujur tubuhnya sakit luar biasa, nafasnya mulai melemah dan ia mengapung mengikuti arah air bergerak.
****
"Melva! Kamu sudah sadar, Nak?"
Jessy kembali mengerjap-ngerjapkan matanya. "Kita dimana, Bu?"
"Rumah sakit, Nak. Tadi kamu tenggelam. Tapi sekarang semua sudah membaik."
Dokter datang untuk memeriksa keadaan Jessy.
"Apa semuanya baik-baik saja, Dok?" tanya Bu Rahma.
"Melva, bukankah saya sudah pernah bilang untuk tidak terlalu memaksakan diri? Tulang dan otot kamu belum siap untuk beban yang terlalu berat."
"Maaf, Dok. Tadi saya terpaksa karena saya jatuh ke kolam dan tidak ada orang disana."
"Kamu harus melakukan lebih banyak terapi dan kembali mengkonsumsi obat anti nyeri dan peradangan. Dan selama seminggu ini, tolong jangan melakukan aktivitas yang terlalu berat dulu. Akibatnya bisa fatal, Mel."
"Baik, Dok. Terima kasih."
Dokter pergi dan Melva segera meminta maaf kepada ibunya. Ia tahu betul bahwa wanita itu pasti sudah khawatir dan ketakutan setengah mati mendengar putrinya kembali berada di ambang maut. Dan tiba-tiba saja ia jadi sangat merindukan ayahnya.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments