Sore harinya, Evan sengaja mengajak Melva ke suatu tempat. Ia ingin membicarakan masalah Jessy dengan lebih serius dan rahasia.
"Kenapa kita ke sini?"
"Ini adalah tempat yang paling aman."
Jessy tidak tahu bahwa Evan akan membawanya ke rumahnya. Kalau saja ia tahu lebih awal, ia pasti akan menolak. Ia tidak tahu bagaimana harus menghadapi ayahnya setelah dianggap gila dan diusir beberapa waktu lalu karena mengaku sebagai Jessy.
"Ayo masuk, Om Tomi sudah nunggu." Evan menggandeng tanga Melva dan membawanya masuk ke dalam rumah Jessy.
"Sore, Om."
"Hai, Van. Sore. Ayo masuk!" Tomi mempersilakan Evan masuk, namun ia tampak terkejut dengan siapa yang Evan bawa. "Ini?"
"Oh, ini Melva, Om. teman sekolahnya Jessy. Dia satu-satunya orang yang tahu cukup banyak soal Jessy di sekolahnya."
"Tapi -" Tomi tampak ragu karena ia masih menganggap Melva adalah gadis gila yang memanfaatkan informasi tentang putrinya untuk mendekatinya.
"Maaf soal hari itu, Om. Saya benar-benar shock mendengar berita kematian Jessy dan saya merasa seperti bertemu ayah saya yang sudah lama pergi saat melihat Om." Jessy terpaksa berbohong kepada ayahnya.
"Iya ngga papa. Om ngerti perasaan kamu."
Tak lama kemudian seorang pelayan membawakan tiga cangkir minuman untuk mereka. Dan Jessy dengan sigap mendahului si pelayan untuk mengambil teh hijau yang lebih pekat untuk disodorkan kepada ayahnya. Lalu meletakkan dua cangkir lainnya yang lebih encer untuknya dan Evan.
Tomi heran melihat apa yang Melva lakukan karena hanya Jessy dan orang-orang di rumahnya yang tahu bahwa ia menyukai teh hijau yang pekat dan kental.
"Apa Jessy juga cerita soal kesukaan saya?"
"Tentu. Dia sering cerita kalau Om suka teh hijau yang pekat dan kental dengan sedikit gula. Katanya rasa getir dan sepatnya membuat Om lebih bisa menikmati kemanisannya. Dia juga bilang kalau Om ngga bisa makan kerang dan kepiting karena wajah Om akan berubah seperti monster." Jessy berusaha tertawa meskipun air matanya menetes.
Dan Tomi memilih pergi ke kamarnya karena tidak ingin ada orang yang melihatnya menangisi mendiang putri kesayangannya.
"Mel, are you okay?"
Jessy segera menghapus air matanya lalu meminum teh yang sudah lama dirindukannya.
"Apa Jessy juga cerita soal gue?" goda Evan untuk mencairkan suasana.
"Ck.. Apalagi yang mau dia ceritakan untuk orang yang hanya beberapa menit ditemuinya?"
****
Sepertinya Melva sudah kembali normal karena sudah mulai bisa nyolot kepadanya. Jadi Evan memutuskan untuk segera memulai tujuan pertemuannya sore itu. Ia sudah menyiapkan beberapa dokumen dan juga foto yang berkaitan dengan kematian Jessy.
"Tau ngga, Mel. Saya hampir aja percaya kalau kamu beneran Jessy. Untung aja kamu nangis, jadi saya langsung tahu kalau kamu bohong dan nangis supaya ngga ketahuan, hehe..."
"Apaan sih, Pak?"
"Well, Mel. Ini adalah foto Jessy ketika ditemukan di TKP dan ini adalah informasi tentang obat penenang yang katanya Jessy konsumsi. Ini adalah rekaman vidio saat Jessy mau ikut lomba hari itu."
Jessy memberanikan diri melihat semua informasi penting itu. Ia melihat vidionya dan ingat betul bagaimana hari itu ia tiba-tiba saja mengalami kepanikan akut dan takut masuk ke dalam kolam. Semua itu gara-gara James yang begitu tega mengkhianatinya.
Ia kemudian melihat data obat yang Evan tunjukkan beserta fotonya. "Bukan itu! Bukan itu obat yang gue - maksud gue - Jessy minum."
"Gimana kamu tahu Mel? Kamu kan ngga ada di sana?"
Jessy memegangi kepalanya yang tiba-tiba pusing dan berdenyut-denyut. Ia tidak tahu harus berbohong gimana lagi.
Sementara Evan kembali mengamati vidio yang ia dapat dari arena lomba hari itu. "Tunggu!"
Ia memutar kembali sebuah vidio berulang-ulang sampai ia merasa yakin. "Mel, itu kamu kan?"
Jessy kembali melihat rekaman vidio dan benar saja. Melva sedang disana. Berdiri tidak jauh dari mereka dan melihat James sedang memeluk dan berusaha menenangkannya. Tak lama kemudian, Melva berlari ke arah luar gelora olahraga menuju jalan raya.
"Pak, apa Bapak juga punya rekaman cctv di tempat terjadinya kecelakaan saya?"
Evan mencari beberapa file tapi belum juga ketemu. "Ngga ada, Mel. Apa mungkin sudah kehapus?"
"Atau ada orang yang sengaja menghapusnya?"
"Apa kamu curiga kalau kecelakaan itu disengaja? Tapi atas dasar apa?"
"Bukannya Bapak sendiri yang bilang kalau kita tidak akan merasa tenang sebelum tahu kebenaran yang sesungguhnya?"
Tiba-tiba saja Tomi sudah kembali dan bergabung dengan mereka, "Apa kalian menemukan sesuatu?"
"Ngga, belum Om." Evan terpaksa berbohong. Ia tidak ingin memberikan informasi yang bagi Evan sendiri masih sangat membingungkan.
"Mel apa benar kamu ngga ingat apa yang terjadi setelah itu? Kamu seharusnya bisa jadi saksi kunci, Mel."
"Saya ngga ingat apa-apa, Pak! Dan tolong jangan paksa saya!"
Kali ini Jessy tidak berbohong. Melva sama sekali tidak meninggalkan ingatannya tentang hari itu kepada Jessy.
Evan menatap Melva penuh tanya. Bagaimana ia akan menyelidiki anak yang bahkan tidak mengingat apapun tentang masa lalunya itu. Mereka akhirnya memutuskan untuk pulang dan kembali lagi kalau sudah menemukan fakta baru yang lebih pasti.
******
Vidio yang menunjukkan keberadaan Melva di belakangnya waktu itu terus saja mengganggu pikiran Jessy. Apa mungkin kematian Melva juga ada hubungannya dengannya? Sepertinya apa yang Evan katakan benar. Semua akan lebih baik jika kebenarannya terungkap.
Setelah melalui misi pertamanya untuk merubah penampilan Melva, sekarang Jessy sudah mulai masuk ke misi keduanya yaitu mengungkapkan kebenaran di balik kematiannya, menghukum orang yang sengaja membunuhnya lalu mengembalikan nama baiknya sebagai atlet.
Selain semua itu, ia sangat merindukan ayahnya. Meskipun dulu ia sangat membenci pria yang tidak pernah mau meluangkan waktunya untuk putri semata wayangnya itu, sekarang ia benar-benar merindukannya.
*****
Hari itu sepulang sekolah, Jessy sengaja pergi sendiri ke rumah sakit untuk fisioterapi. Tapi kali ini ia benar-benar tidak ingin ditemani ibunya karena ada hal lain yang ingin ia lakukan tanpa sepengetahuan ibunya.
"Hai Melva! Tumben datang sendirian?"
"Iya dok. Ibu lagi sibuk, banyak pesanan." Jessy terpaksa mengarang cerita agar Dokter Richard percaya kepadanya. "Oh ya, Dok. Apa dokter ada waktu? Mel pengen tanya sesuatu sama dokter."
"Tanya apa, Mel?"
"Dok, apa dokter tahu ada obat penenang yang bentuknya bulat dan bungkusnya warna merah?" Jessy berusaha menggambarkan semua yang dia ingat tentang obat penenang yang James berikan kepadanya hari itu.
Dokter Richard tersenyum mendengar pertanyaan Melva, "Ada banyak obat dengan ciri yang kamu sebutkan. Bisa lebih spesifik lagi?"
"Katanya sesudah meminumnya kita akan merasa lebih relaks tapi kemudian dada terasa sesak dan tercekik."
"Berapa banyak dosis yang diminum? Lalu apa ada indikasi obat atau komplikasi lainnya?" Dokter Richard menegakkan posisi duduknya dan mimik mukanya terlihat lebih serius.
"Hanya satu, dok. Tapi efeknya luar biasa buruk."
"Melva, sekarang katakan dimana kamu melihat obat itu dan siapa korbannya?"
"Maksud dokter apa? Saya hanya melihat di film dan penasaran."
"Dengar Mel, ada kemungkinan bahwa obat itu adalah happy five yang mengandung nimetazepam yang berbahaya dan bisa menimbulkan kecanduan."
"Jadi obat itu adalah narkoba?"
Dokter Richard kembali mengangguk, "Golongan empat dan efeknya akan sangat buruk jika dikonsumsi bersama beberapa jenis obat lain."
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments